(VOVWORLD) - Pada Kamis pagi (2/11) di Kota Hanoi, setelah memimpin acara penyambutan Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte yang melakukan kunjungan resmi di Vietnam, PM Vietnam, Pham Minh Chinh dan timpalannya melakukan pembicaraan untuk berbahas tentang masalah memperkuat kerja sama bilateral, masalah-masalah regional dan internasional.
Panorama pembicaraan (Foto: VOV) |
Ketika menyatakan kegembiraan atas kunjungan PM Belanda Mark Rutte yang berlangsung tepat pada peringatan HUT ke-50 penggalangan hubungan diplomatik (1973-2023), PM Pham Minh Chinh menegaskan:
“Kunjungannya ke Vietnam kali ini mempunyai arti istimewa, menyampaikan pesan yang kuat mengenai tekad dua negara untuk menciptakan momentum baru bagi hubungan kemitraan komprehensif antara Vietnam dan Belanda agar menjadi lebih intensif, efektif dan praksis, memperluas peluang kerja sama di bidang-bidang baru, khususnya bidang-bidang transformasi digital, transformasi hijau, ekonomi sirkular, kerja sama dan pembangunan berkelanjutan, memberikan kontribusi yang positif pada perdamaian, kestabilan dan pengembangan di kawasan, serta di dunia.”
Pada pihaknya, PM Belanda menegaskan bahwa Vietnam merupakan prioritas dan mitra penting bagi Belanda di kawasan Indo-Pasifik.
Pada pembicaraan tersebut, dua Perdana Menteri menegaskan bahwa ekonomi dan perdagangan merupakan pilar penting dalam hubungan kedua negara, dan sepakat untuk terus melaksanakan Perjanjian Perdagangan Bebas Vietnam – Uni Eropa (EVFTA) secara penuh dan efektif. Perdana Menteri Pham Minh Chinh meminta Belanda supaya mendukung Komisi Eropa (EC) untuk segera menghapuskan “kartu kuning” IUU (penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur) terhadap ekspor hasil perikanan Vietnam, segera meratifikasi Perjanjian Perlindungan Investasi Vietnam – Uni Eropa (EVIPA) dan mendorong badan usaha Belanda untuk memperkuat investasi di Vietnam pada bidang-bidang yang menjadi keunggulan Belanda.
Kedua PM sepakat untuk saling mendukung di berbagai organisasi internasional dan regional. Terkait masalah Laut Timur, kedua pihak sepakat untuk mendukung penjaminan keamanan, keselamatan, kebebasan maritim dan penerbangan, serta memecahkan secara damai sengketa sesuai dengan hukum internasional, khususnya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.