PM Inggeris, Theresa May mengumumkan pembentukan pemerintah baru
(VOVWORLD) - Menurut Ibu Theresa May, tindakan ini bertujuan menstabilkan situasi politik dan memimpin negara Inggeris dalam perundingan-perundingan tentang Brexit dengan Uni Eropa.
Perdana Menteri Inggeris, Theresa May berbicara setelah hasil pemilihan pendahuluan Parlemen yang diumumkan di Maidenhead pada 9/6. (Foto: EPA/Kantor Berita Vietnam) |
Ketika berbicara di Kantor Perdana Menteri (PM) di jalan Downing nomor 10, pada Jumat (9 Juni), PM Theresa May mengatakan bahwa dia bisa menyandarkan diri kepada dukungan dari Partai Uni Demokrat (DUP) dari Irlandia Utara di Parlemen setelah Partai Konservatif tidak bisa merebut mayoritas dalam pemilihan umum (pemilu) dini pada Kamis (8 Juni). Dia berkomitmen akan terus berkoordinasi dengan DUP “demi kepentingan seluruh kerajaan Inggeris”, bersamaan itu menegaskan: Dalam waktu 5 tahun mendatang akan membentuk satu pemerintah dimana di antaranya tidak ada siapa pun maupun tidak ada komunitas mana pun tertinggal di belakang. DUP adalah partai politik paling besar di Irlandia Utara yang punya garis politik pro Inggeris dan menguasai 10 kursi di Parlemen baru.
Sebelumnya pada hari yang sama, PM Theresa May menyatakan bahwa dia tidak berniat meletakkanjabatan setelah hasil penghitungan kartu suara hampir selesai yang menunjukkan Partai Konservatif pimpinan PM Theresa May menghadapi kemungkinan kehilangan banyak kursi di Parlemen terbanding dengan saat dia berseru supaya menyelenggarakan pemilu dini. Hasil ini mencerminkan prestise dan kekuasaan PM Theresa May lemah tidak hanya dalam internal Partai Konservatif dan di Majelis Rendah, melainkan juga berpengaruh terhadap posisinya di Uni Eropa.
Sementara itu, pada pihak Eropa, Presiden Komisi Eropa, Jean Claude Juncker berharap supaya hasil pemilu Parlemen Inggeris akan tidak berpengaruh terhadap perundingan-perundingan tentang Brexit. PM Perancis, Edouard Phollipe menilai: Jangan menganggap bahwa hasil pemilu di Inggeris akan berpengaruh terhadap pandangan London tentang Brexit yang sudah telah termanifestasikan jelas melalui kartu-kartu suara warga Inggeris dalam referendum pada tahun lalu. Menurut Menteri Luar Negeri Jerman, Sigmar Gabriel, hasil pemiluh di Inggeris mencerminkan ketidak-puasan warga terhadap haluan Brexit yang “keras” dari PM Theresa May.