(VOVWORLD) - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, pada Selasa (28/1), telah mengumumkan “Rencana Perdamaian Timur Tengah”.
Presiden Donald Trump (kanan) dan Perdana Menteri Israel, Netanyahu di Gedung Putih (Foto: Reuters) |
Dia menegaskan: “Ini merupakan kemajuan besar terhadap perdamaian. Orang-orang muda di Timur Tengah telah bersedia bagi satu masa depan dengan lebih banyak harapan dan pemerintah-pemerintah di kawasan sedang melihat bahwa terorisme dan Islamisme ekstrem merupakan musuh bersama terhadap semua orang”. Menurut rencananya, Yerusalem akan terus merupakan ibukota yang tak terpisahkan dan sangat penting bagi Israel.
Rencana Perdamaian Timur Tengah dari AS setelah diumumkan telah menerima banyak reaksi simpang siur dari negara-negara di kawasan.
Pada saat Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu memuji rencana ini sebagai “arah nyata yang menuju ke perdamaian yang berjangka panjang”, banyak negara yang meragukan dan menentang. Warga Palestina dengan gigih membantah rencana tersebut dan mencela Presiden AS memihak Israel.
Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi menganggap bahwa jalan satu-satunya yang memberikan perdamaian yang menyeluruh dan berjangka panjang ialah membentuk satu negara Palestina merdeka berdasarkan pada garis perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai Ibukota Negara Palestina.
Kementerian Luar Negeri Mesir mengeluarkan satu pernyataan mendukung solusi yang memulihkan kembali semua hak yang sah dari warga Palestina melalui pembentukan satu negara yang merdeka dan berkedaulatan di wilayah Palestina yang telah diduduki.
Kementerian Luar Negeri Turki menganggap ini sebagai satu rencana merusak “solusi dua negara” dan merampas wilayah Palestina.
Bahkan, di AS juga, para legislator Partai Demokrat juga memberikan reaksi yang bertentangan terhadap rencana tersebut.