(VOVworld)- Pada Senin (21 Juli), untuk pertama kalinya, sejak bentrokan bertumpah darah yang bereskalasi di jalur Gaza, Presiden Pemerintah Palestina (PA) Mahmoud Abbas dan pemimpin gerakan Islam Hamas, Khaled Mashaal melakukan pertemuan di Qatar untuk berbahas tentang satu permufakatan gencatan senjata dengan Israel.
Pada pertemuan ini, Abbas menekankan bahwa semua fihak perlu menaati gagasan gencatan senjata Mesir akhir- akhir ini. Satu sumber berita Palestina memberitahukan bahwa dua fihak telah sepakat meneruskan semua acara konsultasi untuk “mencegah agresi yang dilakukan Israel” terhadap jalur Gaza. Sementara itu, Juru bicara dari Presiden Mahmoud Abbas telah mengulangi imbauan yang diajukan badan pimpinan PA tentang satu gencatan senjata mendadak, beranggapan bahwa hal ini akan “mencapai target nasional dari rakyat Palestina”.
Di jalur Gaza, mantan PM, Ismail Haniyeh faksi Hamas membacakan pidato di TV bahwa gerakan ini telah memutuskan “menghentikan blokade dengan darah dan senjata”, bersamaan itu menegaskan akan tidak menarik diri keputusan. Ismail Haniyeh menyatakan bahwa syarat-syarat untuk satu permufakatan gencatan senjata akan terdiri dari Israel menghentikan blokade dan agresi terhadap jalur Gaza dan membebaskan para mantan tahanan Palestina yang baru saja ditangkap di sini beberapa pekan lalu.
Sebelum-nya, menurut komunikasi kawasan, Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki Moon sedang mempertimbangkan kemungkinan mengumumkan satu rekomendasi gencatan senjata yang berjangka panjang antara Israrel dan kaum pembangkang bersenjata Hamas di jalur Gaza pada pembicaraan dengan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas dan Menteri Luar Negeri AS, John Kerry di Mesir pada Selasa (22 Juli). Gagasan perdamaian ini akan berdasarkan pada rekomendasi gencatan senjata yang diajukan Mesir sebelumnya, terdiri dari butir yalah membuka kembali koridor Rafah dengan jaminan tentang keamanan dari Mesir dan partisipasi pasukan keamanan Palestina./.