Situasi di Ukraina Timur-Selatan tetap mengalami instabilitas
(VOVworld) – Situasi di Ukraina Timur-Selatan tetap berkembang secara rumit, tanpa memperdulikan pernyataan Penjabat Menteri Luar Negeri (Menlu) Ukraina, Andiy Deshchytsya pada Senin (21 April) bahwa Pemerintah sementara Kiev sedang melaksanakan semua komitmen dalam permufakatan Jenewa guna meredakan ketegangan di sini. Para demonstran di Lugansk pada hari yang sama telah mengumpulkan semua pertanyaan untuk referendum yang akan diadakan di provinsi ini pada dua tahapan. Tahapan pertama direncanakan akan diadakan pada 11 Mei mendatang, dengan isi utama ialah mempertahankan status sebelumnya bagi kawasan atau mendapat hak otonomi. Tahapan ke-2 direncanakan akan diadakan pada 18 Mei mendatang dimana rakyat di provinsi ini harus menetapkan untuk memisahkan diri menjadi “Negara independen”, atau menjadi satu subyek dari Federasi Rusia.
Instabilitas di Ukraina tetap berlangsung
(Foto: bizlive.vn)
Di Kharkov, para pendukung federalisasi pada Senin (21 April) telah mengadakan pertemuan untuk memilih Komite Penyelenggara Referendum. Menurut seorang anggota Dewan Koordinasi dari para demonstran di kawasan Ukraina Timur-Selatan, ada 4 daerah, diantaranya ada Kharkov sepakat menyelenggarakan referendum tentang masalah-masalah seperti federalisasi Tanah Air, hak otonomi di semua daerah dan menyerahkan kepada bahasan Rusia status bahasa nasional ke-2.
Sementara itu, dalam pembicaraan via telephon terpisah dengan dua timpalannya dari Amerika Serikat yaitu John Kerry dan dari Jerman yaitu Frank-Walter Steinmeier pada Senin (21 April), Menlu Rusia, Sergei Lavrov menekankan bahwa untuk menghentikan eskalasi ketegangan di Ukraina, Pemerintah sementara Kiev sekarang harus melaksanakan secara serius dan menyeluruh permufakatan Jenewa yang baru saja dicapai antara 4 pihak yaitu Rusia, Amerika Serikat, Uni Eropa dan Ukraina. Menurut Menlu Lavrov, Pemerintah sementara Ukraina tidak mampu dan tidak ingin menghentikan tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan kelompok “
Sayap kanan” dan hal ini mengancam pelaksanaan permufakatan Jenewa./.