(VOVworld) – Pada Kamis (4 Juli), Ketua Mahkamah Konstitusi Agung Mesir, Adli Mansour telah dilantik menjadi Presiden sementara negara Afrika Utara ini. Dalam upacara pelantikan yang dilaksanakan di Mahkamah Konstitusi Agung, Mansour berkomitmen
“akan mempertahankan republik, menghormati Undang-Undang Dasar dan Hukum, dan membela kepentingan rakyat”.
Menurut dekrit yang dikeluarkan tentara, Mansour akan memegang jabatan sebagai pemimpin sementara Mesir hingga seorang Presiden baru terpilih. Dalam satu gerak-gerik yang dianggap bermaksud meredakan ketegangan di dalam negeri setelah tentara memecat Presiden Mohamed Morsi, Presiden sementara Mesir, Adli Mansour menyatakan bahwa kekuatan politik ini merupakan sebagian dari bangsa.
Presiden sementara Mesir, Adli Mansour
(Foto: baomoi.com)
Ketika berbicara di depan kalangan pers, di Kairo (Ibukota Mesir), setelah mengucapkan sumpah pelantikan, Presiden sementara Adli Mansour menegaskan bahwa organisasi Ikhwanul Muslimin diundang ikut serta pada proses pembangunan Tanah Air dan mereka akan disambut kalau menerima undangan ini. Akan tetapi, segera setelah itu, Sheikh Abdel Rahman al-Barr, anggota senior dari oraganisasi Ikhwanul Muslimin menyatakan bahwa pasukuan ini akan tidak bekerjasama dengan pemerintah yang telah merebut kekuasaan alih pimpinan Presiden Morsi. Organisasi ini juga mengimbau kepada para pendukung Presiden Morsi supaya mengekang diri, menghindari kekerasan yang bisa membuat ketegangan bereskalasi. Sementara itu, pemimpin organisasi Ikhwanul Muslimin di Mesir, Mohamed El-Beltagy menyatakan bahwa gerakan ini aka
“diam-tidak bergerak”, tapi tidak menerima satu kudeta militer. Dia menekankan bahwa pemecatan terhadap Presiden Morsi merupakan satu kudeta dan organisasi ini tidak menerima keabsahannya hingga saat keputusan tersebut dikoreksi. Sekarang, opini umum internasional terus memberikan reaksi terhadap perkembangan-perkembangan terkini di arena politik Mesir.
Pada Kamis (4 Juli), Pemerintah Suriah menyambut pemecatan tentara Mesir terhadap Presiden Morsi, menegaskan bahwa ini merupakan
“pembalikan gigih yang menunjukkan semangat konsisten dalam mempertahankan demokrasi” di Mesir. Uni Emirat Arab menyambut keputusan memecat Presiden Morsi dan menganggap ini sebagai langkah guna menangani kestabilan di negara Afrika Utara ini. Pada fihak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Sekjen PBB, Ban Ki Moon beranggapan bahwa pemerintah sipil di Mesir
“perlu dipulihkan secepat mungkin” dan Badan pimpinan masa depan negara ini perlu mencerminkan keinganan rakyat.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman, Guido Westerwelle menganggap bahwa intervensi tentara merupakan “langkah di belakang terhadap demokrasi di Mesir, bersamaan itu mengimbau “
dialog dan kesepakatan politik”. Sementara itu, Pemerintah Turki mengangap bahwa penggulingan Presiden Muslim Morsi tidak mencerminkan keinginan rakyat dan tidak menaati hukum. Menlu Inggeris, William Hague pada hari yang sama, menyatakan bahwa Inggeris akan bekerjasama dengan pemerintah sementara Mesir, walaupun London tidak mendukung penggulingan Presiden Morsi yang dilakukan tentara Mesir. Jurubicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Hua Chunying, memberitahukan bahwa Beijing mendukung “
pemilihan rakyat Mesir” dan mengimbau kepada semua fihak yang bersangkutan supaya melakukan dialog, sebagai pengganti kekerasan./.