(VOVworld) - Hari ini (Jumat 15 Maret) genap dua tahun terjadi krisis politik dan huru hara di Suriah, sehingga merampas jiwa kira-kira 70 000 orang dan membuat lebih dari satu juta orang harus mengungsi. Selama dua tahun ini, komunitas internasional telah menelan tidak sedikit tenaga untuk mencari satu solusi damai dan komprehensif, tapi krisis politik di negara Timur Tengah ini sampai sekarang tetap tidak mencapai hasil-hasil manapun. Perkembangan-perkembangan baru selama beberapa hari belakangan ini menunjukkan masa depan warga Suriah tetap merupakan masa depan yang pudar.
Huru hara di Suriah merampas jiwa kira-kira 70 000 orang .
(Foto: vov.vn)
Selama dua tahun ini, komunitas internasional sudah berkali-kali berharap akan satu solusi damai di Suriah melalui rencana perdamaian 6 butir yang dikeluarkan oleh Utusan Khusus Bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Liga Arab atau kunjungan-kunjungan ulang alik yang dilakukan oleh para pemimpin senior di dunia. Tapi, sampai sekarang, harapan tetap berada di depan, Suriah semakin terjerumus secara mendalam dan krisis serta perang saudara Suriah telah meninggalkan akibat-akibat yang sangat mengerikan. Sampai saat ini, diprakirakan, ada kira-kira 70 000 orang telah tewas dan lebih dari satu juta orang harus mengungsi, lebih dari 3 juta rumah telah diratakan dalam peperangan, kira-kira 80 000 orang Suriah sekarang untuk sementara tinggal dalam gua-gua, taman bunga atau gudang. Hal yang paling mencemaskan ialah perang telah berpengaruh berat terhadap psikologi dan jasmani anak-anak. Lebih dari 2 juta anak-anak Suriah terkena dampak karena gejala-gejala kekurangan gizi, panyakit menular dan guncangan jiwa kerena peperangan. Setiap tiga orang di Suriah, ada seorang anak yang menderita luka-luka karena perang, kira-kira 2/3 jumlah anak di Suriah tidak mendapat pencegahan dari penyakit yang serderhana. Yang lebih buruk lagi ialah ada banyak anak yang ditarik, dipaksa dan dibujuk untuk memegang senapan. Menurut satu laporan yang baru-baru ini diumumkan oleh PBB, di Suriah, ada anak-anak yang sudah memegang senapan ketika mereka baru berusia 12 tahun .
Meskipun situasi Suriah sedang menjadi buruk, tapi semua negara adi kuasa tetap bersengketa secara mendalam tentang cara menangani krisis di negara ini. Dalam satu perkembangan terkini, Inggeris dan Perancis, dalam pernyataannya, bersedia mempersenjatai kekuatan oposisi Suriah, bahkan tidak memerlukan dukungan Uni Eropa. Menurut Menlu Perancis, Laurent Fabius, Paris dan London akan mendesak Eropa menetapkan waktu mengadakan pertemuan Uni Eropa berikutnya untuk berbahas tentang embargo senjata terhadap negara Timur Tengah ini, agar dari situ mengeluarkan keputusan mempersenjatai kekuatan pembangkang kalau Uni Eropa tidak bisa mencapai kebulatan pendapat.
Ini dianggap sebagai titik balik dari peperangan, karena selama ini, semua negara adi kuasa Barat walaupun selalu mengajukan masalah mencari satu solusi damai untuk masalah Suriah, tetapi di belakangnya, selalu memberikan dukungan dengan berbagai bentuk kepada faksi oposisi untuk menggulingkan pemerintahan pimpinan Presiden Suriah Bashar al-Assad. Oleh karena itu, memberikan dukungan secara terbuka di bidang militer kepada faksi oposisi di Suriah telah membuat opini umum benar-benar merasa cemas. Ketika memberikan reaksi tentang hal ini, pada jumpa pers di London (Inggris), Menlu Rusia Sergei Lavrov memperingatkan bahwa semua tindakan yang bertujuan mempersenjatai pasukan oposisi Suriah akan melanggar hukum internasonal. Menlu S.Lavrov menunjukan bahwa hukum internasional tidak mengizinkan memasok senjata kepada unsur - unsur non-pemerintah. Pada waktu ini, Jurubicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Alexander Lukashevich memperingatkan bahwa senjata bagi faksi oposisi Suriah mungkin sudah jatuh ke tangan para anasir teroris. Jelas- lah bahwa dukungan di banyak bidang kepada faksi oposisi telah dan sedang membuat krisis di Suriah belum bisa mendapatkan titik berhenti untuk masa depan yang tidak jauh lagi. Bukti-nya yalah bentrokan tetap terus berlangsung di banyak kawasan di negara Timur Tengah ini. Hanya selama tiga hari akhir-akhir ini, sedikit - dikitnya lebih dari 100 orang telah tewas dalam semua serangan di seluruh wilayah Suriah.
Jurubicara Kementerian Luar Negeri Rusia Alexander Lukashevich.
(Foto: www.baomoi.com )
Sekarang ini, opini umum beranggapan bahwa satu solusi damai merupakan jalan keluar satu- satunya untuk kirisis di Suriah sekarang. Kenyataannya yalah masalah ini sudah sejak lama telah diajukan oleh komunitas internasional dengan tugas mendesak yalah menghentikan segera situasi berdarah- darah dan kekerasan dalam segala bentuk, tetapi sayang-lah semua keinginan itu telah tidak menjadi kenyataan. Meskipun, pada waktu belakangan ini, Damaskus telah berkali- kali memberikan tangan untuk dialog dengan faksi oposisi, bahkan pada akhir Februari lalu, Menlu Walid al-Muallem juga menegaskan bahwa pemerintah negara ini bersedia melakukan perundingan dengan semua faksi, termasuk pasukan pembangkang bersenjata, ingin melakukan dialog untuk menghentikan bentrokan, akan tetapi, hal ini tidak mendapat sambutan dari faksi oposisi. Masalahnya di sini ialah rezim pimpinan Presiden Bashar al-Assad telah merupakan “duri” di mata kalangan pejabat Barat yang perlu dihapuskan dan pasukan pembangkang oposisi di Suriah selalu mendapat bantuan dan dukungan dari luar.
Suriah yang sedang di berada di “persimpangan jalan” menjadi hal yang dikomentari oleh kalangan pengamat. Satu solusi damai melalui perundingan hanya bisa dilakukan ketika semua faksi di Suriah bersama- sama berupaya dan mendapat kesepenuhan hati dari seluruh komunitas internasional, barulah bisa mencapai hasil yang menggembirakan. Akan tetapi, dengan segala yang sedang berlangsung, keinginan itu tidak mudah terlaksanakan pada waktu yang dekat. Slogan “Kebebasan bagi Suriah” sedang berubah menjadi “Persenjatai-lah Tentara Suriah Bebas” telah dan sedang menjerumuskan masalah Suriah ke jalan yang buntu. Jalan menuju ke perdamaian di Suriah tentunya akan menjadi jalan yang berliku- liku dan berjangka panjang./.