Di atas jalan rekonstruksi Suriah yang penuh dengan duri dan onak

(VOVworld) – Pada tanggal 5 April, di Brussels, ibu kota Belgia, Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan bersama-sama memimpin satu konferensi untuk berbahas tentang hari depan Suriah. Konferensi yang  berlangsung dalam waktu dua hari, berfokus membahas langkah-langkah bantuan kemanusiaan dan proses transisi politik dan rekonstruksi Suriah. Setelah perang saudara dalam waktu 6 tahun, Suriah sedang menghadapi banyak kesempatan untuk membangun satu pemerintah transisi, diantaranya ada  wakil dari semua kubu di negara ini secara lengkap. Akan tetapi, usaha pembangunan kembali Tanah Air dari reruntuhan masih mengalami banyak kesulitan dan tantangan. 


Di atas jalan  rekonstruksi Suriah yang  penuh dengan duri dan onak - ảnh 1
Presiden Suriah Bashar Al Assad
(Foto: reuters-vovworld)


Perang saudara yang memakan waktu 6 tahun di Suriah telah merampas jiwa lebih dari 400.000 orang dan membuat jutaan orang lain harus meninggalkan negara ini, menimbulkan krisis migran yang buruk di Eropa. Selama lebih dari setahun ini, telah diadakan banyak perundingan damai antara Pemerintah Suriah dan kelompok-kelompok oposisi dengan disponsori oleh PBB, paling terkini ialah puataran perundingan di Astana, ibj kota Kazakhstan pada 15 Maret, tapi belum mencapai tujuannya. Sebab-musababnya karena semua pihak belum bisa mencapai suara bersama terhadap satu serah-terima politik serta cara pendekatan yang masih ada banyak perbedaan antara negara-negara besar.

Cara pendekatan baru dari komunitas internasional tentang Suriah

Akan tetapi, krisis di Suriah sedang mencatat banyak indikasi  positif ketika telah ada peubahan yang berarti tentang cara pendekatan dari komunitas internasional. Uni Eropa pada 14 Maret mengumumkan satu rencana yang ambisius untuk membantu proses rekonstruksi Suriah. Menurut itu, Uni Eropa menyatakan bahwa Suriah memerlukan satu “perdamaian bermandat” yang disponsori oleh komunitas internasional alih-alih satu “perang bermandat” yang memakan waktu 6 tahun ini sehingga menewaskan lebih dari 400.000 orang. Uni Eropa akan memainkan peranan pelopor dalam periode pasca bentrokan di Suriah dan Brussels bersedia segera bertindak ketika satu “proses srah-teriman politik yang sungguh-sungguh” berlangsung di Suriah. Uni Eropa juga menegaskan bahwa sekarang ini, persekutuan ekonomi ini telah berhasil memobilisasi biaya sebanyak 9,4 miliar Euro, di antaranya ada hampir 1 miliar Euro telah digunakan untuk aktivitas pertolongan kemanusiaan di negara Timur Tengah ini. Di samping memobilisasi sumber keuangan untuk rekonstruksi Suriah, Brussels juga membantu penyusunan satu Undang-Undang Dasar baru dan menyelenggarakan pemilihan serta mengawasi pemilihan.

Dalam pada itu, pendirian Amerika Serikat (AS) tentang Suriah juga mengalami perubahan kuat. Dalam satu gerak-gerik terkini, pada 31 Maret lalu, Duta Besar AS di PBB, Nikki Haley mengakui tidak lagi menganggap perginya Presiden Suriah, Al Sassad sebagai prioritas primer dalam perundingan, tapi Washington ingin melaksanakan banyak “langkah-langkah” untuk menciptakan perubahan-perubahan yang baik dan berbeda bagi warga Suriah. Dia menekankan bahwa hari depan Suriah diputuskan oleh warga Suriah. Ini bisa dianggap sebagai satu perubahan yang cukup besar dalam kebijakan Presiden AS, Donald Trump tentang Timur Tengah terbanding dengan pendahulunya, Barack Obama. Menurut para analis, AS yang untuk pertama kalinya menerbukakan  pendiriannya tentang Suriah bisa mendatangkan perubahan-perubahan besar di arena politik Suriah.


Penggalan jalan rekonstruksi Suriah masih penuh dengan duri dan onak

Berubahnya pendirian tentang Suriah yang dijalankan oleh AS dan Eropa baru-baru ini, jelaslah bahwa telah mendatangkan satu indikasi yang positif  bagi perdamaian di negara Timur Tengah ini. Komunitas internasional bisa berharap akan satu rencana perdamaian untuk Suriah dengan PBB sebagai mediator, di antaranya, Presiden Al Assad akan terus ikut serta dalam proses serah-terimah kekuasaan ketika satu kekuasaan sementara dibentuk.

Akan tetapi, agar supaya Suriah  bisa sampai pada satu perdamaian dan kestabilan yang sungguh-sungguh bukanlah hal yang bisa segera” dicapai ketika intervensi yang dilakukan oleh berbagai pihak di Suriah tetap sedang potensial dengan banyak faktor yang sulit diduga. Dengan kebijakan memprioritaskan perang anti terorisme, yang mendesak ini, Pemerintah pimpinan Presiden Donald Trump bisa mempelajari kemungkinan melakukan koordinasi dengan Rusia di segi militer, tetapi secara berjangka-panjang, AS menetapkan Suriah tetap merupakan wilayah yang penting bagi semua kepentingan keamanan Washington di Timur Tengah, oleh karena itu, akan tidak mudah meninggalkan atau berdiri di luar permainan dengan Rusia, terutama ketika semua pihak di Suriah mulai menjanlankan satu peta jalan serah-terima politik. Sedangkan, Uni Eropa yang  sejak dulu hingga sekarang memainkan peranan yang sangat redup dalam perang saudara di Suriah, tapi sekarang ini antusias memasuki papan catur Suriah dengan keinginan menjadi kekuatan menegakkan perdamaian di Suriah. Dengan pernyataan yang menyarankan satu “perdamaian bermandat”, Uni Eropa  hampir semuanya tidak memperdulikan peranan Rusia sebagai pelopor dalam perang anti IS di Suriah. Apakah hal ini mudah diterima oleh Moskwa dan berbagai pihak sponsor lain bagi perang saudara di Suria seperti Iran, Turkir, Abab Saudi dan lain-lain?. Di samping itu, hari depan arena politik Suriah akan terus didominasi dan dipengaruhi langsung oleh faktor-faktor lain seperti misalnya pendirian keras dari faksi oposisi tentang peranan Al Assad,  eskalasi bentrokan antara dua mazhab Islam yaitu Suiah dan Sunni di mana wakilnya ialah Iran dan Arab Saudi, kebijakan Turki terhadap kelompok orang Kurdi, kekuatan mantat utama AS di Suriah dan lain-lain.

Semua hal ini dilihat oleh para analis akan merupakan  sumbat-sumbat yang merintangi proses rekonstruksi Suriah. Hari depan Suriah diputuskan oleh warga Suriah sendiri. Akan tetapi, agar supaya hal ini menjadi kenyataan sangat memerlukan kerjasama yang tak kenal pamrih dan tidak menghitung-hitung dari semua pihak di dalam dan luar kawasan. Usaha rekonstruksi Suriah setelah lebih dari 6 tahun perang saudara pasti masih akan mengalami banyak kesulitan dan tantangan.  

Komentar

Yang lain