Dunia Berlomba Mencegah Lebanon Jatuh pada Jurang Perang

(VOVWORLD) - Pertempuran-pertempuran yang paling serius selama 20 tahun ini antara Israel dan Pasukan Hezbollah di Lebanon sedang menjatuhkan negara ini ke tepian jurang satu perang komprehensif sengit yang baru, di konteks konflik mengalami kebuntuan dalam waktu sekitar satu tahun ini di Jalur Gaza telah menimbulkan dampak-dampak serius terhadap seluruh kawasan.

 

 Eskalasi yang Komprehensif

 

Gerak-gerak eskalasi yang serius dalam konfontasi Israel-Hezbollah dimulai sejak tgl 17 September, saat terjadi serentetan ledakan alat komunikasi di wilayah Lebanon, termasuk pager dan walkie-talkie, alat-alat yang pernah digunakan baik banyak warga sipil maupun anggota Pasukan Hezbollah. Ledakan-ledakan ini telah menewaskan kira-kira 40 orang dan melukai lebih dari 3.000 orang lain.

Meskipun pihak Israel tidak mengeluarkan sebarang komentar pun tentang kasus-kasus tersebut tapi kalangan pengamat menilai bahwa ini merupakan penyerangan langsung terhadap Pasukan Hezbollah dan kelompok-kelompok dalam “Poros Perang” yang bermusuhan dengan Israel di kawasan. Selanjutnya, Tentara Israel membuka operasi serangan udara yang sengit terhadap banyak sasaran di Lebanon. Menurut informasi dari Tentara Israel, terhitung sampai tgl 26 September, Angkatan Udara negara ini telah menyerang lebih dari 1.600 sasaran yang dianggap terkait dengan Pasukan Hezbollah di Lebanon Selatan dan Ibukota Beirut, menghancurkan banyak infrastruktur militer dan menewaskan sedikit-dikitnya 3 komandan senior pasukan ini.

Yang lebih serius lagi, serangan-serangan udara ini telah menewaskan kira-kira 700 warga sipil Lebanon, tingkat korban harian tertinggi sejak terjadinya perang saudara di Lebanon pada 3 dekade yang lalu. Untuk memberikan balasan, Pasukan Hezbollah juga meluncurkan ratusan roket dan pesawat non-awak (UAV) serta rudal balistik terhadap sasaran-sasaran di wilayah Israel, di antaranya untuk pertama kalinya rudal balistik Hezbollah diluncurkan ke Tel Aviv, Ibukota Israel pada tanggal 25 September. Menurut kalangan pengamat, taraf eskalasi yang serius dan cepat pada kenyataan dewasa ini telah menjerumuskan dua belah pihak ke dalam tahap awal dari satu perang yang komprehensif. Khaddoun Barghouti, pakar penelitian Israel menilai bahwa ini merupakan eskalasi yang diperhitungkan dari pimpinan Israel di konteks konflik mengalami kebuntuan di Jalur Gaza.

Sementara itu, pakar Andreas Krieg dari Universitas Penelitian Keamanan (Inggris) menyatakan bahwa Israel ingin mengubah kenyataan di bagian Utara, menjauhi Pasukan Hezbollah dari garis perbatasan untuk bisa memulangkan warganya dari sebelah Utara ke rumahnya. Tetapi, Andreas Krieg menilai  bahwa ini merupakan perhitungan yang berisiko banyak.

 

Peluang Rapuh untuk Diplomatik

 

Menghadapi bahaya satu perang komprehensif yang bisa menjerumuskan seluruh kawasan Timur Tengah ke kekacaubalauan, komunitas internasional dengan darurat melaksanakan kampanye-kampanye diplomatik untuk membongkar sumbu ledak Di Pekan Tingkat Tinggi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB) angkatan ke-79 (UNGA-79) yang sedang berlangsung di New York, Amerika Serikat (AS), pimpinan semua negara dan berbagai organisasi internasional memperingatkan bahwa satu perang komprehensif antara Israel dan Hezbollah bisa mengakibatkan akibat-akibat yang tidak bisa dibayangkan terhadap seluruh kawasan, bukan hanya karena konflik yang berdarah di Jalur Gaza belum berakhir saja, melainkan juga karena risiko-risiko menarik banyak pasukan, bahkan negara-negara lain di dalam dan luar kawasan ke dalam perang ini. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres menyatakan:

 “Kami memiliki satu imbauan yang jelas kepada semua pihak yaitu hentikanlah pembunuhan dan penghancuran, menurunkan nada kata-kata ancaman, memundurkan diri dari jurang perang. Perlu menghindari satu perang komprehensif dengan segala harga karena itu justru merupakan satu musibah yang komphrenhensif”.

Gerak-gerik diplomatik yang patut diperhatikan hingga saat ini ialah usulan yang dikeluarkan Prancis dan Amerika Serikat (AS) pada tgl 25 September, menurutnya semua pihak melaksanakan gencatan senjata selama 21 hari untuk memberikan waktu bagi negosiasi diplomatik. Meskipun mendapat dukungan besar dari banyak negara tapi usulan ini tidak diterima oleh Israel dan Pasukan Hezbollah pada saat ini.

Dalam pernyataan pada tgl 26 September, Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa Tentara negara ini akan tetap meneruskan operasi serangan total terhadap Pasukan Hezbollah, sementara itu Pasukan Hezbollah belum memberikan reaksi manapun terhadap usulan tersebut. Menurut pakar Andreas Krieg, masalah kunci  yang membongkar sumbu ledakan sekarang masih berada dalam penghentian konflik di Jalur Gaza karena Pasukan Hezbolah sangat sulit menerima sebarang permintaan negosiasi atau kesepakatan manapun dengan Israel selama konflik di Jalur Gaza masih terjadi dan Pemerintah pimpinan PM Benjamin Netanyahu tetap menyatakan tidak memberikan konsesi apa pun di Jalur Gaza.

Komentar

Yang lain