Jalan yang penuh kesulitan menghadapi perubahan iklim

 (VOVworld)-  Konferensi ke-18 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang perubahan iklim ( COP-18) di Qatar meskipun sudah menjalani separo penggalan jalan, tetapi sampai sekarang masih belum  muncul satu indikasi-pun yang menggembirakan dalam menetapkan masa depan Protokol Kyoto, naskah  hukum satu-satunya yang mengikat tentang target pemangkasan emisi gas rumah kaca yang akan resmi tidak efektif lagi pada akhir tahun ini.  Hal ini tidak begitu mengherankan karena sejak  baru dimulai (26 November lalu), opini umum telah menyangsikan suksesnya Konferensi yang pernah dianggap sebagai kesempatan bersejarah untuk bisa mencapai perubahan fundamental; dalam usaha membela cuaca bola bumi. 

Jalan yang penuh kesulitan menghadapi perubahan iklim - ảnh 1
Konferensi ke-18 Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang perubahan iklim ( COP-18) di Qatar 
(Foto: baodongnai.com.vn)

Konferensi ke-18 Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) tentang perubahan iklim (COP-18) di Qatar berfokus membahas kerangka hukum baru untuk mengurangi emisi gas penimbul efek rumah kaca, diantaranya ada target bagaimana memperpanjang Protokol Kyoto tentang perubahan iklim. Disamping itu yalah negara-negara harus mencapai kebulatan pendapat tentang rencana peningkatan jumlah uang bantuan  untuk perubahan iklim. Akan tetapi, pada pekan persidangan pertama,  dalam semua isi COP-18  telah muncul kontradiksi-kontradiksi mendalam dari kira-kira 200 negara peserta Konferensi ini. Tentang pemangkasan emisi gas penimbul efek  rumah kaca- masalah yang paling banyak diperhatikan, Konferensi ini menunjukkan sikap ragu- ragu dari  negara-negara  maju dalam mengajukan komitmen yang lebih kuat pada tahap berikutnya dari Protokol Kyoto. Uni Eropa mengajukan tekat dengan komitmen  akan memangkas  mininal 20% total emisi gas penimbul efek rumah kaca pada 2020 (terbanding dengan 1990) dan  akan meningkatkan tarap pemangkasan ini  menjadi 30%  pada tahap setelah 2020.

Jalan yang penuh kesulitan menghadapi perubahan iklim - ảnh 2
Ilustrasi.
(Foto: internet).

Bertentangan dengan iktikat baik dari Uni Eropa ini, Kanada, Jepang dan Selandia Baru  menyatakan  akan menarik diri dari Protokol Kyoto setelah tahun 2012. Amerika Serikat- perekonomian  paling besar di dunia secara terus-terang menyatakan tidak berpartisipasi pada segala permufakatan pemangkasan emisi gas rumah kaca kalau tidak ada hadirnya dari 4 negara (BASIC- yaitu Tiongkok, India, Brasil dan Afrika Selatan). Selain sengketa tentang pemangkasan emisi gas, catatan di Konferensi ini juga menunjukkan bahwa semua fihak juga mengalami perpecahan mengenai jadwal waktu menetapkan tahap ke II dari Protokol Kyoto. Pada  itu, Uni Eropa dan kelompok BASIC mengajukan rekomendasi  bahwa tahap ke-II Protokol Kyoto sebaiknya diperpanjang menjadi 8 tahun agar sesuai dengan semua target yang ditetapkan untuk 2020, beberapa negara lain, khususnya negara-negara  kepulauan kecil  menginginkan  supaya tahap ini  hanya diperpanjang  dalam waktu 5 tahun saja dengan maksud  memaksa negara-negara maju harus mendorong lebih lanjut lagi upaya memangkas emisi gas rumah kaca.

Jalan yang penuh kesulitan menghadapi perubahan iklim - ảnh 3
Akibat perubahan iklim.
(Foto: vietnamplus.vn).

Satu masalah lain yang terbuka juga yalah kewajiban memberikan bantuan keuangan dari negara-negara maju kepada negara-negara sedang berkembang dalam mengatasi akibat situasi perubahan iklim. Semua fihak belum mencapai  cara menghitung, melaporkan dan menverifikasi emisi gas penimbul efek rumah kaca, serta jumlah uang yang harus diberikan oleh negara-negara maju untuk negara-negara sedang maju. Bertentangan dengan laju  perbahasan yang berlangsung  lambat dari COP -18, perubahan iklim semakin meningkat drastis di bola bumi. Menurut laporan yang baru diumumkan PBB, kadar karbon dioksida di udara  telah naik lebih dari 20% dari tahun 2000 sampai sekarang. Penelitian yang dikeluarkan Bank Dunia (WB) memperlihatkan bahwa  kalau semua negara tidak cepat bertindak untuk memangkas volume emisi gas rumah kaca, maka suhu seluruh bola bumi akan naik  4  derajat selsius lagi pada abad ini, berlipat dua kali terbanding dengan 2 derajat selsius yang diperkirakan oleh PBB semula. Tingkat pemanasan  naik  yaitu 6 derajat selsius  atau lebih tinggi akan terjadi di kawasan Laut Tengah, Afrika Utara, Timur Tengah dan banyak tempat di Amerika Serikat. Umat manusia akan menyaksikan  musibah-musibah alam yang lebih mengerikan lagi. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) memberitahukan bahwa volume emisi gas  yang tersebar  di atmosfer bola bumi  menimbulkan efek rumah kaca telah mencapai rekor pada 2011 sejak masa pra revolusi industri tahun 1750.

Jalan yang penuh kesulitan menghadapi perubahan iklim - ảnh 4
Banjir besar- akibat perubahan iklim.
(Foto: rfa.org)

Ketika menghadapi kenyataan ini, di Konferensi itu, Uni negara-negara kepulauan (AOSIS) menyatakan bahwa penundaan semua permufakatan akan membuat dunia kehilangan kesempatan membalikkan satu musibah global dan berhadapan dengan bahaya hilangnya  banyak negara anggota. Bahkan, meskipun Konferensi ke-18 PBB tentang menghadapi perubahan iklim  akan berakhir pada akhir pekan ini, tetapi banyak pengamat menganggap bahwa ada kemungkinan Konferensi ini akan hanya mencapai satu naskah kompromi  yang tampaknya semua negara  harus  punya kesedaran supaya  cepat mencapai permufakatan baru yang mewarisi  Protokol Kyoto, tetapi semua negara  bertindak setengah-tengah untuk menunggu dan menuntut  kepada semua mitra  lain supaya bertindak lebih kuat lagi.

Bola bumi semakin menjadi panas disusul oleh akibat-akibat yang tidak bisa diprakirakan  terhadap umat manusia, tetapi tampaknya panasnya bumi  ini tidak  cukup menghangatkan semangat negara-  negara maju di COP-18,./.


Komentar

Yang lain