(VOVWORLD) - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 akan berlangsung dari 30 November sampai 1 Desember di Buenos Aires, Ibukota Argentina. Konferensi tahun ini menandai masa 10 tahun lahirnya forum ini dan berbahas tentang kebijakan dan solusi terhadap perekonomian global. Pada latar lingkungan global sedang menghadapi tantangan, forum yang termasuk paling penting bagi kerja sama ekonomi dunia memprakirakan akan diselubungi bayangan gelap karena bentrokan-bentrokan kepentingan antar-negara besar, keretakan dalam kebulatan pendapat internasional tentang banyak masalah.
Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank G20 berpotret bersama di Konferensi tahunan di Bali, Indonesia (Ilustrasi). (Foto: AFP/Kantor Berita Viet Nam) |
KTT G20 tahun ini dihadiri oleh para pemimpin G7 (yaitu negara-negara industri maju papan atas), 5 negara Anggota Tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dan 5 perekonomian yang baru mucul (BRICS) yaitu Brazil, Rusia, India, Tiongkok dan Afrika Selatan. Para anggota G20 menduduki kira-kira 63% jumlah penduduk dunia dan kira-kira 84% investasi dan perdagangna global.
Serentetan masalah sulit sedang menunggu di KTT G20.
Suasana menjelang KTT G20 di Argentina dianggap cukup panas karena ada banyak masalah yang perlu diperdebatkan dan perbedaan pandangan antar-negara adi kuasa.
Yang pertama, gejolak di selat Kerch belakangan ini antara Rusia dan Ukraina sedang membuat hubungan Washington-Moskow sangat tegang. Menjelang Konferensi ini, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengancam mungkin akan membatalkan pertemuan yang telah direncanakan sebelum-nya dengan timpalannya dari Rusia, Vladimir Putin di sela-sela KTT G20 di Argentina. Pernyataan diajukan Presiden Donald Trump setelah pasukan keamanan Rusia, pada tanggal 25 November ini menangkap 24 awak kapal bersama dengan 3 kapal angkatan laut Ukraina dengan tuduhan melanggar wilayah laut Rusia di selat Kerch, di dekat Semenanjung Krimea di Laut Hitam. Rusia menganggap pelanggaraan yang dilakukan kapal-kapal Ukraina ini sebagai “provokasi”. Pihak AS menyebutkan penangkapan atas kapal-kapal Ukraina oleh Rusia sebagai “satu eskalasi yang berbahaya dan melanggar hukum internasional” dan berseru supaya mengenakan sanksi-sanksi terhadap Rusia. Namun, Perancis dan Jerman-dua negara lokomotif dalam Uni Eropa menentang pengenaan sanksi-sanksi terhadap Rusia, tetapi memilih solusi diplomatik terhadap bentrokan Rusia-Ukraina.
Sementara itu, Rusia sendiri juga sedang memberikan reaksi-reaksi keras tentang pernyataan AS yang akan menarik diri dari Traktat Eliminasi Rudal Jarak Pendek dan Jarak Menengah (INF), mengancam bahwa Rusia akan tidak membiarkannya kalau AS menggelarkan rencana menepatkan rudal jarak pendek dan jarak menengah di Eropa. Dalam menggariskan kebijakan militer-nya, Rusia bersedia memberikan balasan kalau AS melakukan tindakan-tindakan mengancam target-target strategis di dalam wilayah Rusia. Namun, Rusia menunjukkan tidak menginginkan mendorong situasi terlampau jauh maka bersedia mengadakan dialog dengan AS tentang masalah ini.
Di samping itu, opini umum juga mengkhawatirkan G20 akan menjadi tempat di mana AS dan Tiongkok “menggunakan” forum ini untuk memecahkan sengketa dagang. Menjelang konferensi yang dianggap paling penting pada tahun ini, Presiden Donald Trump tetap tidak henti-hentinya mengancam Tioingkok. Presiden Donald Trump bahkan dengan keras menyatakan: Kalau perundingan-perundingan dengan Beijing tidak behasil, Washington akan mengenakan tarif terhadap barang dagangan sisanya yang dimpor dari Tiongkok yang sekarang belum terkena tarif. Pemimpin AS memperingatkan akan mengenakan tarif sebanyak 10% terhadap iPhone dan peralatan-peralatan elektronik untuk konsumsi lain yang diimpor dari Tiongkok.
Pada pekan lalu, Forum Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Port Moresby, Ibukota Papua Nugini telah menyaksikan perang mulut yang sengit antara Washington dan Beijing yang bersangkutan dengan masalah perombakan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan proteksionisme. Ketegangan antara dua perekonomian terbesar di dunia sedang meningkat terus-menerus, sehingga membuat opini umum merasa khawatir tentang skenario akan terulang lagi pada KTT G20 kali ini seperti di APEC-2018.
Apakah G20 merupakan peluang untuk menetralisir problematik?.
Dari perkembangan-perkembangan tersebut sulit bisa merasa optimis tentang semua terobosan yang berarti pada KTT G20 yang akan datang. Para pengamat internasional menilai keberhasilan Konferensi G20 di Buenos Aires hanya bisa tercapai kalau semua pihak saling menghormati.
Terhadap ketegangan antara AS dan Tiongkok, pada kenyataanya perbedaan dalam hubungan AS-Tiongkok mungkin menciptakan risiko-risiko bagi kedua negara kalau satu perang dagang semakin bereskalasi, perang dingin atau bahkan satu bentrokan bersenjata. Bahaya-bahaya ini hanya bisa dihindari ketika dua pemimpin bersedia saling bermufakat berdasarkan pada prinsip-prinsip. Begitu pula, dalam pasangan Rusia-AS,meski hubungan bilateral antara dua negara telah “menyentuh dasar” belakangan ini, namun dua pemimpin semuanya mengerti jelas bahwa satu konfrontasi militer akan tidak menguntungkan dan KTT G20 tetaplah merupakan satu peristiwa yang patut dinanti-nantikan untuk perubahan-perubahan dalam hubungan antara dua negara. Apakah KTT G20 mencapai terobosan atau tidak, hal ini harus menantikan perkembangan-perkembangan berikutnya di Buenos Aires, Argentina.