(VOVworld) – Pada Kamis (27 Agustus), Pertemuan Puncak kawasan Balkan Barat dibuka di Wina (Ibukota Austria). Menurut rencana dan kebiasaan pertemuan ini, para Kepala Pemerintah, para Menteri dan Wakil Senior Uni Eropa berbahas tentang kerjasama di kawasan dan prospek keinginan negara-negara kawasan Balkan mau masuk Uni Eropa. Akan tetapi, krisis migran di Eropa ada bahaya bisa menyesatkan arah Pertemuan Puncak kali ini.
Arus migran di Serbia.(Ilustrasi)
Foto:vi.rfi.fr
Pada hari-hari ini, Eropa terhuyung-huyung ketika menghadapi arus migran dari Timur Tengah, Afrika Utara dan kawasan Balkan Barat yang semakin banyak membanjiri “benua tua” ini. Pada latar belakang perekonomian tetap lemah, prosenstasi pengangguran tinggi, kesukaran kaum mingran sedang menjadi “bencana yang bertubi-tubi”, sehingga menambah beban bagi Eropa, tidak hanya di bidang ekonomi saja, melainkan juga dalam masalah-masalah keamanan dan sosial.
Krisis migran yang paling buruk
Krisis migran yang sedang dihadapi oleh Eropa adalah paling serius di Eropa sejak Perang Dunia II. Menurut statistik Badan Perbatasan Uni Eropa, dari awal tahun sampai sekarang ini, ada kira-kira 102.000 orang migran yang masuk Uni Eropa melalui Macedonia, Serbia, Bosnia-Herzegovina, Albania, Montenegro, Kosovo, Hungaria, lebih tinggi terbanding dengan angka 8.000 pada waktu yang sama tahun 2014. Khusus-nya, Hungaria telah sungguh-sungguh menjadi kawasan titik panas baru dalam krisis migran yang paling buruk dalam waktu separo abad ini. Menurut polisi negara ini, dari awal tahun sampai sekarang, ada kira-kira 140 ribu migran yang telah menerobos perbatasan masuk Hungaria, meningkat kira-kira tiga kali lipat terbanding dengan angka tahun 2014 lalu. Pada Rabu (26 Agustus), ketegangan telah naik sampai klimaks-nya ketika polisi negara ini harus menggunakan gas air mata untuk mencegah arus migran yang ingin meninggalkan satu pusat penerimaan migran di dekat daerah perbatasan Serbia. Ketegangan di kawasan perbatasan memaksa Pemerintah Hungaria harus mengerahkan tambahan pasukan tentara untuk membantu kekuatan yang sedang melakukan tugas.
Arus pengungsi yang melanda garis perbatasan telah membuat banyak negara tidak berdaya dan Eropa sedang kacaubalau dalam memecahkan masalah ini. Banyak negara telah melaksanakan langkah-langkah kuatuntuk mencegah melandanya arus migran dengan jalan laut dan jalan darat. Pada pekan lalu, Macedonia telah menyatakan situasi darurat, menutup pintu perbatasan selama 3 hari untuk menghadapi melandanya arus migran dari Yunani. Sementara itu, Pemerintahan Budapest cepat selesai membangun pagar besi berduri yang panjangnya 175 kilometer sepanjang perbatasan dengan Serbia untuk mencegah arus migran.
Mengapa sampai itu?
Sebab-musabab krisis pengungsi dianggap oleh para analis ialah situasi kelaparan dan kemiskinan di negara-negara Balkan Barat. Namun, sebab-musabab mendalam yang mengakibatkan situasi tersebut ialah gempa-gempa yang bernama: “Musim semi Arab” di Timur Tengah, Afrika Utara atau “Revolusi bunga melati” di serentetan negara seperti Libia, Mesir, Suriah. Semua revolusi ini telah memojokkan negara ini ke dalam kekerasan dan menciptakan gelombang migran secara besar-besaran. Gelombang migran ke Eropa meningkat secara melompat pada tahun 2014 karena bentrokan-bentrokan dan ketidak-stabilan terjadi terus-menerus di Suriah, Irak dan beberapa negara Afrika Utara. Turki harus menerima kira-kira 2 juta migran, yang terutama adalah orang Suriah yang menghindari pertempuran, diantaranya ribuan orang yang berimigrasi dengan cara menerobos ke garis perbatasan negara ke Bulgaria dan Yunani secara ilegal. Selain kawasan Laut Tengah-jalan laut yang paling berbahaya terhadap migran, pada tahun ini, ada lebih dari 240 000 orang yang telah tewas di Laut Merah dan Teluk Aden diantara lebih dari 82 000 migran melalui perjalanan ini, hampir semua bertolak dari Etiopia dan Somalia untuk mencari jalan ke Yaman, Arab Saudi atau negara-negara kawasan Teluk Disamping itu, semua sebab-musabab utama lain, misal-nya kemerosotan ekonomi, pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan keamanan di negara-negara yang jumlah migran banyak telah menjerumuskan mereka ke jalan buntu, membuat mereka harus meninggalkan kampung halaman.
Akibat dari meningkatnya arus migran
Kesukaran migran sedang mengajukan tantangan besar baik terhadap masing-masing negara, maupun terhadap seluruh kawasan. Kenyataan menunjukkan bahwa Uni Eropa pada waktu yang sama menghadapi dua krisis. Pada saat, krisis ekonomi hanya sementara mereda dan “bom utang” Yunani belum sepenuh-nya ditangani, maka krisis migran mengayunkan satu pukulan yang berat lagi, sehingga bisa menimbulkan instabilitas sosial-ekonomi. Akan tetapi, walaupun Jerman dan Perancis telah berseru supaya menyatukan pendirian bersama dalam Uni Eropa mengenai masalah migran, akan tetapi cara mengatasinya ini juga sedang membuat internal negara-negara Uni Eropa mengalami kekisruhan. Akhir-akhir ini, Komisi Eropa telah mengeluarkan satu rekomendasi yang kontroversial yalah negara-negara anggota Uni Eropa harus menerima para migran menurut status pengaturan kuota. Namun, sampai sekarang ini, Inggris dan beberapa negara lain tetap masih menolak rencana ini. Pada Pertemuan Puncak kawasan Balkan yang diselenggarakan pada Kamis (27 Agustus), negara tuan rumah Austria telah merekomendasikan rencana aksi 5 butir yang meliputi usaha memberantas kelompok-kelompok perdagangan manusia, mengatur lebih adil kuota migran di kawasan Uni Eropa, kerjasama keamanan yang lebih luas dan lain-lain….Banyak analis beranggapan bahwa bagi Uni Eropa, masalah migran tidak hanya sulit di aspek ekonomi, lapangan kerja dan keamanan saja, melainkan juga mengajukan masalah-masalah institusi. Perdebatan untuk satu solusi yang masuk akal dan masuk perasaan barang kali akan tetap merupakan soal yang belum ada habisnya .