KTT Uni Afrika dan misi-misi yang penuh dengan tantangan

(VOVWORLD) - Dengan tema: “Menghentikan suara senapan”, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-33 Uni Afrika yang telah dibuka pada Minggu (9/2), di Addis Ababa, Ibukota Ethiopia mengharapkan bisa membuat langkah-langkah dalam memecahkan serentetan tempat-tempat panas serta masalah-masalah yang menonjol di benua. Akan tetapi, kenyataan sejarah dan latar belakang sekarang ini menunjukkan bahwa misi-misi Uni Afrika sedang menghadapi sangat banyak tantangan yang serius, kemampuan mencapai sukses sangat terbatas. 
KTT Uni Afrika dan misi-misi yang penuh dengan tantangan - ảnh 1 Para utusan KTT ke-33 Uni Afrika (Foto: Reuters)

“Menghentikan suara senapan” merupakan tema yang mengambil ilham dari komitmen-komitmen para pemimpin Afrika tentang usaha menghentikan bentrokan bersenjata dan mencegah terjadinya kembali genosida, bersamaan itu mencerminkan situasi bentrokan yang serius sekarang ini di benua. Untuk menunjukkan semangat ini, dalam pidatonya segera setelah acara pelantikan menjadi Ketua Uni Afrika,  pada Minggu sore (9/2), Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa telah menonjolkan prioritas-prioritas Uni Afrika pada tahun 2020, yaitu memperkuat solidaritas benua, mendorong perkembangan ekonomi menurut arah yang berkesinambungan, menjamin secara simultans antara kestabilan politik dan perkembangan ekonomi, langkah-langkah menangani bentrokan dan meningkatkan peranan Afrika di peta politik-ekonomi dunia. Khususnya, Ketua Uni Afrika berkomitmen akan berupaya mencegah bentrokan-bentrokan yang tetap sedang terjadi di Libia, kawasan Sahel dan Sahara Barat – salah satu wilayah yang paling banyak menimbulkan perpecahan politik di Afrika. Akan tetapi, menurut kalangan analisis, misi-misi Uni Afrika, terutama tugas menghentikan bentrokan bersenjata, sedang harus menghadapi tantangan-tantangan yang sangat besar.

Mencegah bentrokan: tugas yang tidak implementatif

Pada tahun 2013, dalam pernyataan memperingati ultah ke-50 berdirinya Uni Afrka, para pemimpin Uni Afrika telah sepakat mengeluarkan komitmen “menghentikan semua perang di Afrika pada tahun 2020”. Akan tetapi, selama 7 tahun ini, baru sebagian bentrokan bisa dicegah di Sudan dan Republik Afrika Tengah. Lebih-lebih lagi, kekerasan dan bentrokan bersenjata juga meledak kembali secara serius di banyak kawasan seperti Libia, Sudan Selatan, Mozambik, dan sebagainya. Pada KTT tersebut, banyak pengamat telah secara terus terang menyimpulkan bahwa Uni Afrika telah gagal dalam komitmen-komitmen yang dikeluarkan pada tahun 2013. Saat ini, Afrika sedang menyaksikan sedikitnya 20 bentrokan bersenjata dengan skala-skala yang berbeda, berlipat tiga kali terbanding dengan tahun 2005. Di antaranya, ada beberapa bentrokan dengan intervensi dari banyak pihak internasional dan dengan latar belakang yang sangat rumit, kemungkinan tercapainya solusi dinilai sangat sulit, yang tipikal ialah krisis Libia.

Di samping itu, masalah sumber daya yang terbatas juga dianggap sebagai tantangan besar bagi Afrika, benua yang paling miskin di planet, dalam mencegah bentrokan-bentrokan dan menstabilkan situasi keamanan. Selain itu, karena banyak alasan yang berbeda, perhatian dan bantuan dari komunitas internasonal untuk bentrokan-bentrokan di Afrika masih belum cukup kuat untuk tutut memperbaiki situasi.

Dengan kenyataan ini, misi mencegah dan menghentikan bentrokan di Afria tetap dianggap sebagai “tugas yang tidak implementatif” bagi Uni Afrika pada masa depan yang dekat.

Tantangan berkembang

Sebagai hasil wajar dari instabilitas politik dan bentrokan bersenjata, masalah perkembangan Afrika juga sedang menghadapi banyak kesulitan dan tantangan serius.

Pada kenyataannya, selama beberapa dekade ini, Afrika selalu harus mengimpor sebagian besar bahan mentah produksi, mesin industri dan peralatan transpotase, pada saat 3/4 volume ekspor berfokus di sumber daya alam, terutama bahan mentah kasar. Hanya perlu melihat struktur perdagangan ini saja sudah bisa melihat dimana posisi ekonomi Uni Afrika di peta ekonomi serta prospek perbaikannya. Selain itu, tantangan-tantangan bagi perkembangan Uni Afrika juga harus menyebut keterbatasan-keterbatasan tentang kebijakan dan khususnya korupsi. Di depan acara pembukaan KTT Uni Afrika, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Atonio Gutteres telah secara terus terang menunjukkan: korupsi merupakan alasan paling penting yang menghabiskan sumber-sumber daya yang membantu perkembangan Afrika.

Menurut kalangan analisis, dalam latar belakang dan situasi sekarang ini, misi untuk KTT ke-33 Uni Afrika teramat berat, bahkan dianggap di luar kemampuannya, termasuk perkembangan ekonomi, reformasi politik atau usaha mencegah bentrokan bersenjata.

Komentar

Yang lain