(VOVworld) - Semua perkembangan instabilitas di Mesir pada hari-hari ini beserta jumlah korban yang mencapai tarap peningkatan rekor sedang membuat komunitas internasional merasa cemas. Kemampuan manajemen yang lemah dari pemerintahan militer sekarang ataukah ada skenario yang dibuat di belakang semua demonstrasi dan bentrokan ini? Pertanyaan itu belum ada jawabannya, hanya tahu bahwa Mesir sedang tenggelam dalam kekerasan, bentrokan berlumuran darah, kepercayaan penduduk pada pemerintahan sekarang semakin goyah, pertanda akan adanya perkembangan-perkembangan yang buruk secara sosil- politik pada hari-hari mendatang.
Rakyat Mesir telah turun ke jalan secara besar-besaran untuk memprotes pemerintahan militer baru.
(Foto: vneconomy.vn)
Sejak pemerintahan pimpinan mantan Presiden Hosni Mubarak terguling, selama berbulan-bulan ini, Mesir terus-menerus tenggelam dalam berbagai demonstrasi dan huru-hara. Klimaksnya, kontradiksi yang “meluberkan air di gelas” justru adalah huru –hara di stadion sepak bola pada tanggal 1 February lalu, sehingga menewaskan 80 orang dan melukai lebih dari 1000 orang lain. Empat hari setelah itu, di Ibu kota Kairo dan banyak kota besar lain di negara ini, rakyat telah turun ke jalan secara besar-besaran untuk memprotes bahwa pemerintahan militer yang baru sekarang ini tidak cukup kemampuan memimpin dan mendatangkan ketenteranan di negeri Pyramida ini.
Setelah tragedi, opini umum beranggapan bahwa ada terlalu banyak bukti yang memperlihatkan bahwa ini adalah satu huru-hara yang terorganisasi sebelumnya. Ratusan fan sepak bola dengan membawa pisau dan pedang melanda lapangan sepak bola untuk melawan satu kekuatan keamanan yang tidak kecil, sementara itu, semua pintu baja di stadion sepak bola telah ditutup rapat, lampu di stadion padam sehingga membuat opini umum mengajukan pertanyaan apakah huru-hara itu adalah skenario yang dibuat oleh tentara? Di dalam satu rekaman Video yang dibuat oleh para saksi di stadion sepak bola, polisi di lapangan ini hanya diam berdiri ketika tawuran itu meledak. Beberapa sumber berita juga mengatakan bahwa kira-kira 600 orang yang berlindung di luar stadion Port Said telah mendapat uang untuk menyabot pertandingan sepak bola.
Bentrokan dlam pertandingan sepak bola di Mesir.
(Foto:laodong.com.vn)
Indikasi yang tidak normal juga muncul sebelum pertandingan sepak bola berlangsung, yaitu polisi tidak memeriksa semua fan sepak bola ketika mereka masuk stadion . Semua kecurigaan ini sepenuhnya punya dasar. Pertama- tama, kalau meninjau kembali semua demonstrasi yang tujuan menggulingkan mantan Presiden Hosni Mubarak pada tahun lalu, bisa tampak bahwa justru jaringan fan sepak bola dari dua kesebelasan sepak bola ini adalah kekuatan pembidas dari pasukan pembangkang. Ketika revolusi meledak, mereka mengesampingkan semua perbedaan untuk bersama-sama melawan yang tidak demokratis dan mereka telah berhasil ketika bersatu untuk menggulingkan pemerintahan pimpinan Presiden Mubarak pada bulan February 2011.
Akan tetapi, alih kekuasaan berlangsung terlalu lambat dari pemerintahan militer sementara sehingga membuat semua orang ini merasa lelah dan tidak puas, dan inilah penyebab yang membuat semua demonstrasi dan huru-hara terjadi secara terus-menerus. Untuk menghancurkan perlawanan dari pasukan penentang yang potensial terhadap pemerintahan militer sekarang, mengurangi tarap kemasyuran dari kalangan fan sepak bola yang berkapala batu ini, maka olahraga telah menjadi satu dalih bagi Dewan Militer Mesir untuk berdiri di belakang menyutradrai huru-hara yang berlumuran darah tersebut. Ketika menghadapi gelombang celaan, Ketua Dewan Militer Tertinggi Mohamed Hussein Tantawi berkomitmen membentuk Komite Investigasi, menghukum orang-orang yang bersangkutan dan memberi ganti rugi kepada para korban, bersamaan itu menegaskan akan tidak membiarkan kasus ini merusak proses transisi politik.
Situasi kacau-balau terjadi di Mesir.
(Foto:congan.com.vn)
Meskipun perdebatan tentang apakah huru-hara tersebut bersangkutan dengan politik atau tidak yang sampai sekarang tetap selesai, tetapi masalah itu sudah tidak penting lagi. Sebagai gantinya ialah kemarahan di semua lapisan masyarakat di Mesir, dari para demonstran sampai para legislator. Setelah tragedi Port Said, kepercayaan dalam mengontrol keamanan dari tentara telah runtuh, warga yang luas turun ke jalan melakukan demonstrasi dan melakukan bentrokan dengan polisi, mengubah ibukota menjadi medan perang selama beberapa hari ini. Para demonstran telah melempari batu ke polisi pada saat polisi berupaya membubarkankerumunan orang dengan gas air mata dan ada 9 orang yang tewas lagi dan lebih dari 2000 orang lain menderita luka-luka.
Pasukan keamanan Mesir melakukan investigasi tentang huru hara.
(Foto:vietgiaitri.com)
Kaum demonstran memuntut kepada pemerintah militer supaya menyelenggarakan pemilihan lebih awal dan dengan cepat menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil. Instabilitas politik yang sedang menguasai Mesir juga adalah akibat yang menimbulkan kenaikan kejahatan. Di kota Al Arich-Sinai Utara, orang-orang yang tak dikenal, pada 5 Februari, telah meledakkan pipa gas bakar yang dipasok kepada semenanjung Mesir sebelah Timur serta kepada Israel dan Jordania. Ini adalah kali ke-12 selama setahun ini.
Dalam menghadapi gelombang demonstrasi yang sedang meningkat, satu Dewan Sipil yang diangkat tentara telah dibentuk dan direncanakan akan menominasikan para calon presiden lebih awal dua bulan terbanding dengan jadwal waktu tanggal 15 April mendatang. Hal ini artinya pemilihan presiden mungkin akan berlangsung lebih awal, direncanakan akan dilakukan pada bulan April atau bulan Mei mendatang alih-alih bulan Juni seperti rencana semula. Menurut para analis, satu krisis baru mungkin akan terjadi di Mesir jika pemerintah militer sementara terlalu lambat menyerahkan kekuasaan. Oleh karena itu, dalam beberapa hari mendatang, Mesir juga akan menyaksikan banyak bentrokan baru, jika jadwal waktu penyerahan kekuasaan kepada satu pemerintah sipil belum ditetapkan secara jelas./.
Anh Huyen