(VOVworld) - Hari Minggu (30 Juni) mendatang akan menandai masa satu tahun Presiden Mesir Mohamed Morsi berkuasa. Bertentangan dengan pernyataan optimis pada hari pelantikan tentang perihal menciptakan satu demokrasi yang sesungguh-nya di Mesir, sekarang, Presiden Mohamed Morsi sedang menghadapi bahaya kehilangan jabatan, karena tekanan dari tidak sedikit orang yang pada satu tahun lalu pernah beranggapan bahwa hasil pemilihan presiden harus dihormati.
Presiden Mesir, Mohamed Morsi
(Foto: baomoi.com)
Barang kali, satu tahun yang lalu, ketika baru berkuasa, Presiden Mohamed Morsi tidak berfikir bahwa posisi-nya terguncang hebat ketika dia baru mengalami seperemat panggalan jalan dalam masa bakti empat tahun sebagai Presiden. Kalau ditinjau di semua segi dari politik sampai sosial-ekonomi, rakyat Mesir semuanya belum merasa puas akann penyelenggaraan negara Presiden Mohamed Morsi. Mereka beranggapan bahwa selama masa satu tahun ini, di Mesir belum ada perubahan manapun yang positif. Perekonomian Mesir tetap menjumpai krisis yang berat, harga barang meningkat dua kali lipat terbanding dengan akhir tahun 2012. Data-data yang diumumkan oleh Kementerian Keuangan Mesir pada 20 Juni menunjukkan bahwa defisit anggaran keuangan selama 11 bulan ini (dari Juli 2012 - Mei 2013) meningkatkan kira-kira USD 30 miliar, sama dengan 11,8% GDP dan meningkat secara berarti terbanding dengan defisit anggaran keuangan kira-kira USD 20 miliar terbanding dengan masa yang sama tahun lalu.Utang asing Mesir juga meningkat 15,5% yaitu kira-kira USD 38 miliar. Prosentase pengangguran meningkat sampai taraf alarm yaitu 13%.
Di gelanggang politik, Presiden Mohamed Morsi terus berupaya memonopoli kekuasaan dengan tindakan terkini ialah menandatangani dekrit untuk mengangkat serentetan anggota dekatnya menjadi gubernur provinsi baru. Dengan pengangkatan ini, organisasi Ikhwanul Muslimin mengontrol 10 diantara 27 provinsi dan kota di seluruh negeri, diantaranya ada daerah-daerah yang dianggap sebagai benteng faksi oposisi.
Krisis ekonomi bersama dengan pengokohan kekuasaan telah membuat ketidak-puasan rakyat Mesir meningkat tinggi, yang seiring dengan itu adalah prosentase orang yang mendukung Presiden Mohamad Morsi turun drastis. Hasil jajak pendapat yang diumumkan oleh Institut Penelitian Zogby (ZRS) pada 17 Juni menunjukkan bahwa prosentase jumlah orang yang mendukung Presiden Mohamed Morsi hanya tinggal 28%. Angka ini jauh lebih rendah dari pada 57% pada satu tahun lalu.
Polisi menggunakan tongkat memukuli para demonstran
(Foto: dantri.com.vn)
Hal yang lebih menyedihkan ialah ketidak-puasan rakyat telah berubah menjadi demonstransi - demonstrasi yang menurut statistik dari Pusat Perkembangan Internasional (IDC) jumlah demonstrasi di Mesir setelah satu tahun Presiden Mohamed Morsi berkuasa telah memecahkan semua rekor, dengan jumlah total 9 427 demonstrasi. Angka ini meningkat tujuh kali lipat terbanding dengan zaman mantan Presiden Hosni Mubarak - yang digulingkan pada 2011. Belum berhenti di situ, menurut kalangan peninjau, ketegangan akan lebih hebat pada Minggu 30 Juni mendatang ketika faksi oposisi mencanangkan serentetan demonstrasi berskala besar di seluruh negeri untuk menuntut Presiden Mohamed Morsi supaya mengundurkan diri dan menyelenggarakan pemilihan presiden secara lebih awal. Bahaya ini menjadi nyata ketika kelompok oposisi Tamarod (Pembangkang) telah mengumpulkan 15 juta tanda tangan untuk menuntut supaya membebastugaskan Presiden Mohamed Morsi, yaitu lebih banyak 2 juta terbanding dengan jumlah orang yang telah memberikan suara bagi dia dalam putaran ke-2 pemilihan presiden sebelumnya.
Dalam upaya meredakan ketegangan, ketika berpidato di depan layar televisi pada Rabu (26 Juni), Presiden Mohamed Morsi akan melakukan reformasi dan menyerukan dialog nasional. Dia memperingatkan bahwa perpecahan politik berada pada taraf mungkin bisa mengancam demokrasi, melumpuhkan Tanah Air dan menimbulkan instabilitas. Namun, pidato ini tidak mengurangi perpecahan yang sedang merajalela di negara Afrika Utara ini. Buktinya ialah satu hari sesudah itu, faksi oposisi dan kekuatan-kekuatan revolusioner Mesir telah mengumumkan peta jalan bagi periode transisi dalam hal Presiden Mohamed Morsi mengundurkan diri. Peta jalan ini terdiri dari pembubaran Majelis Shoura (Senat Mesir), badan yang dikontrol dan memegang hak legislatif oleh faksi Islam sejak Parlemen dibubarkan pada Juni 2012 lalu, menghentikan Undang-Undang Dasar sekarang dan menyusun Undang - Undang Dasar baru. Juga menurut peta jalan tersebut, seorang Perdana Menteri yang independen akan dipilih untuk memimpin Pemerintah an tehnokrat dengan tugas menggelarkan rencana ekonomi secara mendesak untuk menyelamatkan perekonomian Mesir yang sedang mengalami krisis dan melaksanakan politik kesetaraan masyarakat.
Jelas-lah, selar satu tahun setelah dilantik dari Presiden Mohamed Morsi ditandai dengan serentetan event yang menyedikan dan meletakkan Pemerintah Mesir dalam menghadapi banyak tantangan yang bersifat hidup atau mati. Bertentangan dengan kegembiraan rakyat pada satu tahun lalu, sekarang Mesir terus berfikir-fikir tentang instabilitas yang tampaknya pemecahan-nya masih sangat jauh./.