Pemilihan Presiden Mesir: hasil yang sulit diprediksi.

(VOVworld) – Pada 23 dan 24 Mei ini, puluhan juta pemilih Mesir telah memberikan suara untuk memilih presiden. Ini adalah untuk pertama kalinya rakyat Mesir berpartisipasi pada pemilihan secara liberal sejak saat mantan Presiden Hosni Mubarak digulingkan pada pemberontakan "Musim Semi Arab" pada 15 bulan lalu. Akan tetapi, opini umum memprediksi bahwa ke-12 capres (calon presiden) sama-sama sulit mencapai kemenangan mutlak pada putaran pertama.

Kalangan analis beranggapan bahwa, tidak bisa mengingkari pemilihan kali ini mempunyai arti menentukan bagi masa depan Mesir. Yang pertama yalah, para pemilih akan memilih seorang presiden baru untuk negara Afrika Utara setelah lebih dari setahun Presiden Hosni Mubarak digulingkan. Yang kedua yalah, hasil pemilihan akan mengakhiri periode transisi, satu gerak gerik untuk menghentikan kekuasaan Dewan Militer yang berkuasa yang ditunggu-nunggu semua pihak. Pemilihan Presiden kali ini memperlihatkan bahwa proses demokrasi di Mesir sedang mengalami langkah-langkah awal. Dari tahun 1952 sampai sekarang, Mesir mengalami 4 generasi Presiden akan tetapi hanya ada beberapa jajak pendapat tentang prestise seorang kepala negara.Dan meskipun  haya menyelenggarakan pemilihan pada tahun 2005, tetpi hanya secara formal saja, ketika semua ketentuan diajukan telah membuat  kemenangan  tampaknya jatuh pada tangan Hosni Mubarak. Sedangkan, pada kali ini, para pemilih berkesempatan memilih pemimpinnya dan para capres secara cukup adil dengan komitmennya akan menstimulasi perekonomian dengan melakukan investasi pada cabang-cabang industri, energi, pertanian maupun mendorong kuat proyek-proyek sepanjang kanal Suez untuk mengusahakan dukungan rakyat.


Pemilihan Presiden Mesir: hasil yang sulit diprediksi. - ảnh 1
Para pendukung Mohamed Mursi mengadakan satu demonstrasi kekuatan di Alexandria pada 22 Mei.
(Foto: nld.com.vn)

Walaupun berlangsung pada latar belakang cukup kondusif, akan tetapi pemilihan presiden kali ini sulit memilih kepala negara segera pada putaran pertama pemungutan suara. Hasil jajak pendapat menjelang pemilihan ini memperlihatkan bahwa ada 37% di antara total 50 juta pemilih Mesir yang belum memutuskan akan memberikan suara kepada capres mana. Menurut pendapat kalangan analis, banyak kemungkinan akan tidak ada capres manapun di antara 12 capres yang merebut lebih dari 50% suara untuk mencapai kemenangan pada putaran pertama. Kalau hal ini terjadi, dua capres yang merebut paling banyak suara akan memasuki putaran kedua, yang direncanakan akan berlangsung pada 16 dan 17 Juni mendatang.

Dalam daftar para capres yang berprospektif untuk memasuki putaran kedua, ada sampai 4 nama yang ilektabel. Yaitu mantan Sekretaris Jenderal Liga Arab, Amr Moussa, Mantan PM, Ahmed Shafiq mantan anggota Organisasi “Ikhwanul Muslimin”, Abdel Moneim Abul Fotouh dan Ketua Partai Liberal dan Adil (FJP), Mohamed Mursi dari Organisasi “Ikhwanul Muslimin”. Kalau melihat pada daftar ini, banyak kemungkinan pemilihan tersebut akan menyaksikan persaingan antara pihak Muslim dan pihak sekular serta tokoh-tokoh di bawah zaman Presiden Mubarak. Hal ini membuat Diaa Rashwan, Direktur Pusat Penelitian Politik dan Strategi, Al Ahram mengajukan penilaian cukup pesimis, yaitu: siapa pun merebut kemenangan dalam pemilihan ini, kekuasaan tetap belum bisa menjadi satu.


Pemilihan Presiden Mesir: hasil yang sulit diprediksi. - ảnh 2
Pegawai melakukan pemeriksaan daftar capres di satu tempat pemungutan suara di Kairo.
(Foto: vov.vn)


Pada saat hasil pemilihan presiden masih cukup sulit diprediksi, opini umum juga dapat melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh Presiden baru Mesir. 15 bulan sejak saat Presiden Mubarak digulingkan, demonstrasi-demonstrasi yang penuh kekerasan tetap terus berlangsung dan perekonomian menjadi buruk karena demonstrasi, kekerasan dan instabilitas membuat para investor tidak tertarik lagi. Terbanding dengan saat sebelum terjadi pemberontakan, investasi asing langsung dari 1,6 miliar USD turun menjadi hanya tinggal 440 juta USD dari bulan Juli sampai bulan September tahun lalu. Neraca pembayaran mengalami defisit sebanyak 2,36 miliar USD.

Pada tahun 2011, omzet dari pariwisata turun 30%. Di samping itu, situasi kejahatan juga meningkat secara berarti. Itu belum terhitung perpecahan dan perselisihan antara semua pihak dalam waktu lalu telah membuat negara Afrika Utara ini belum bisa mengeluarkan satu Undang-Undang Dasar baru periode pasca zaman Hosni Mubarak, diantaranya memuat ketentuan-ketentuan tentang kekuasaan Presiden. Lebih dari setahun yang lalu, jutaan orang Mesir telah turun ke jalan untuk menggulingkan Presiden Hosni Mubarak dengan harapan akan membuka satu era demokrasi, perdamaian dan perkembangan. Sekarang ini, dengan suaranya, para pemilih akan langsung memilih seorang pemimpin Tanah Air akan tetapi nampaknya ini juga merupakan satu pilihan yang amat sulit./.  

Komentar

Yang lain