(VOVworld) – Institut Kebijakan Asosiasi Asia (Asia Society Policy Institute) di Amerika Serikat (AS) baru saja menyelenggarakan event untuk mengumumkan laporan “Menetapkan satu peta jalan untuk integrasi ekonomi- perdagangan Asia- Pasifik”. Pada latar belakang perdagangan global pada umum-nya dan kawasan Pasifik pada khusus-nya sedang menghadapi banyak tantangan, laporan tersebut mengajukan kebutuhan mendesak bagi kawasan yaitu harus mengusahakan orientasi baru untuk integrasi regional.
Perdagangan dan integrasi Asia-Pasifik untuk periode baru
(Foto : Kantor berita Vietnam)
Laju perdagangan global menurun , semua perjanjian perdagangan yang sekarang ada tidak bisa mengejar perkembangan perdagangan, khusus-nya gelombang kesangsian rakyat, bahkan perlawanan terhadap libelarisasi perdagangan dan globalisasi menjadi kuat, yang dimanifestasikan melalui hasil referendum mengenai keluar-nya Inggris dari Uni Eropa dan p0emilihan Presiden di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2016, keluarnya AS dari Traktat Kemitraan Trans Pasifik (TPP) dan lain- lain....Semual hal tersebut meletakkan kebijakan perdagangan kawasan Asia – Pasifik di depan langkah- langkah titik balik yang penting.
Mengusahakan orientasi baru untuk integrasi regional
Dalam menghadapi perubahan- perubahan dunia yang berpengaruh tidak kecil terhadap perdagangan di seluruh dunia, kawasan Asia-Pasifik terpaksa mengusahakan satu orientasi baru untuk bisa memikul tanggung jawab sebagai kawasan yang menyumbangkan kira-kira 60 persen GDP global dan menduduki kira-kira 50 persen hubungan dagang di dunia.
Oleh karena itu, laporan yang dikeluarkan para pakar papan atas di bidang perdagangan kawasan Asia-Pasifik telah mengeluarkan rekomendasi kepada semua pembuat kebijakan Asia-Pasifik perlu menganggap semua perjanjian standar tinggi terus menjadi cara yang sebaik-baiknya untuk mendorong integrasi regional. Menurut-nya, terus menggunakan pola standar- standar tinggi dari TPP di kawasan, yang meliputi pekerjaan memasukkan standar-standar ini ke dalam isi reformasi di masing-masing negara dan ke dalam semua kerangka perundingan bilateral, multilateral yang lain; Bersamaan dengan itu yalah peningkatan standar dalam proses perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), melaksanakan semua kesempatan liberalisasi perdagangan regional melalui upaya-upaya bilateral, multilateral, khusus-nya di berbagtai forum seperti APEC. Pada Konferensi Tingkat Tinggi Forum Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) yang berlangsung pada akhir tahun 2016 di Peru, para pemimpin telah menegaskan kembali komitmen akan konsisten dengan liberalisasi perdagangan. Meskipun merasa cemas akan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah baru AS, tetapi para pemimpin 21 perekonomian anggota APEC menganggap bahwa penarikan diri AS dari TPP tidak bisa berpengaruh terhadap target terfokus yaitu mendorong liberalisasi perdagangan dan semua permufakatan tentang perdagangan bebas (FTA).
Banyak akternatif perdagangan yang lain
Banyak negara sekarang ini sedang mengusahakan permufakatan-permufakatan perdagangan bebas lain sebagai pengganti TPP, di antaranya permufakatan RCEP, yang menghimpun 10 negara ASEAN beserta Tiongkok, negara-negara, Jepang, Selandia Baru dan Australia, tampak-nya sedang menjadi pilihan yang paling optimal.
Proses perundingan tentang RCEP masih sedang diteruskan dan direncanakan akan berakhir pada pertengahan tahun 2017 ini. Kalau Perjanjian TPP menekankan bagian-bagian yang penting bagi negara-negara maju, misal-nya berbagai persyaratan tentang bisnis, patokan, ketentuan dan perlindungan terhadap kepemilikan intelektual, maka RCEP pada pokoknya berfokus pada masalah pemangkasan tarif dan melakukan liberalisasi jasa.
Hal ini menurut kalangan pengamat tidak berarti RCEP lebih tidak ambisius dengan TPP, melainkan sebalik-nya dalam RCEP tidak ada diskriminasi, misal-nya mengajukan patokan-patokan dari “negara maju” yang harus dipenuhi oleh negara-negara yang ingin berpartisipasi-nya, misalnya melakukan liberalisasi 100% perdagangan barang dengan skala penerapan komprehensif, akan membantu mengkondusifkan perdagangan regional dan memacu kerjasama.
Tiongkok- negara yang pernah dikesampingkan dalam permufakatan TPP sudah tentu sedang memanfaatkan kesempatan ini untuk bisa merekomposisikan panorama perdagangan Asia dengan mendorong semua permufakatan perdagangan–nya sendiri. Selain RCEP, untuk bisa memperkuat pengaruh di kawasan, Beijing juga sedang mempercepat proyek Zona Perdagangan Bebas Asia-Pasifik (FTAAP), menghimpun seluruh 21 perekonomian APEC.
Akan tetapi, menurut penilaian banyak pakar dalam satu perekonomian yang terglobalissi, perekonomian AS yang paling besar di dunia yang berpindah ke proteksionisme tentu-nya akan berpengaruh tidak kecil terhadap dagang global, dan mengekang hubungan perdagangan dan invetsasi. Pada latar belakang ada serentetan kejutan yang telah, sedang dan akan berlangsung terhadap perekonomian global, kawasan Asia-Pasifik perlu terus memainkan satu peranan sentral dan koordinator di kawasan ini sebagai satu perekutuan ekonomi yang berwibawa dan paling berpengaruh di kawasan guna membangun satu komunitas kawasan yang makmur dan dinamis. Dengan lebih dari 140 permufakatan FTA yang sekarang ada antar-perekonomian di kawasan, bersamaan dengan proyek- proyek seperti RCEP, Forum kerjasama APEC masih dianggap sebagai satu kerangka yang penting bagi para anggota untuk bertukar ide dan berbahas tentang langkah-langkah guna mendorong perdagangan, khusus-nya pada latar belakang dunia mengalami banyak gejolak seperti sekarang ini.