(VOVworld) – Masalah-masalah di sekitar penanganan krisis utang publik di Eropa sedang menimbulkan instabilitas baru. Di samping kompetisi masuk ke Istana Elysse yang sedang berlangsung seru di Perancis, gelanggang politik Eropa menjadi semakin rumit ketika Perdana Menteri Belanda Mark Rutte baru saja mengajukan surat permohonan lengser setelah perundingan-perundingan tentang langkah-langkah “mengetatkan ikat pinggang” untuk mengeluarkan negara ini dari krisis telah gagal. Mundurnya M Rutte telah dan sedang menimbulkan beban tidak hanya terhadap negeri bunga Tulip itu saja, melainkan juga membuat zona euro menghadapi kesulitan yang bertumpuk-tumpuk dalam menangani masalahnya.
Belanda akan melakukan pemilihan umum (Pemilu) lebih awal dari waktu yang ditentukan. Demikian ditegaskan setelah keputusan Ratu Belanda Beatrix pada 24 April ketika menuntut pembubaran parlemen. Segera sebelum mengajukan tuntutan ini, Ratu Beatrix telah mengadakan temu kerja dengan Perdana Menteri Mark Rutte. Sehari sebelumnya, Perdana Menteri M. Rutte telah mengajukan surat permohonan lengser kepada Kepala Negara, karena perundingan-perundingan mengenai rencana “mengetatkan ikat pinggang” untuk membawa negara ini keluar dari krisis telah gagal. Pada 27 April, Pemerintah Belanda yang akan segera mengakhiri masa baktinya akan mengeluarkan keputusan terakhir tentang hari pemilu dan berencana mengadakan pemilu pada 12 September mendatang. Dengan keputusan ini, opini umum beranggapan bahwa, walaupun permaisuri Beatrix telah minta kepada semua menteri dan deputi menteri supaya melakukan segala hal yang paling menguntungkan Tanah Air, akan tetapi usulan beliau untuk membubarkan parlemen bisa membuat rencana penggerakan kembali dan pemulihan ekonomi Belanda sulit dilakukan. Situasi ekonomi Belanda mulai memburuk sejak paro kedua tahun 2011, sehingga prosentase pengangguran meningkat menjadi 6%.
PM Belanda Mark Rutte
(Foto: baomoi.com)
Untuk memenuhi semua tuntutan Uni Eropa (EU) dan mempertahankan peringkat kepercayaan kreditnya, pada tahun 2012 pemerintah Belanda perlu memangkas defisit anggaran keuangan negara sebanyak 9 miliar euro sebesar 1,5% GDP. Akan tetapi, perundingan selama tujuh pekan antara tiga partai politik utama yang terdiri dari Partai Liberal Demokrat (VVD), Partai Katolik Demokrat (CDA) dan Partai Liberal (PVV) telah tidak mencapai permufakatan tentang paket langkah keuangan “mengetatkan ikat pinggang” ini, karena tentangan dari PVV. Hal ini sama artinya dengan perihal pemerintah Persekutuan CDA-VVD akan tidak bisa mencapai dukungan Parlemen bagi paket langkah keuangan senilai kira-kira 16 miliar euro. Ini dianggap sebagai salah satu langkah penting yang diharapkan Perdana Menteri M Rutte untuk menghentikan defisit anggaran keuangan yang bisa meningkat sampai 4,7% GDP, yakni kira-kira 28 miliar euro pada tahun 2013. Hal yang sulit bagi kabinet pimpinan M. Rutte yalah walaupun menjadi anggota dari persekutuan yang berkuasa setelah pemilihan pada tahun 2010, akan tetapi jumlah kursi VVD-CDA tidak melampaui separo kursi parlemen.
Oleh karena itu, semua kebijakan pemerintah memerlukan dukungan PVV. Tanpa dukungan PVV, sudah tentu rencana untuk membawa defisit anggaran keuangan Belanda kembali ke tarap 3% menurut standar Uni Eropa tidak bisa dilaksanakan. Menurut prakiraan pada tahun 2013, defisit anggaran keuangan Belanda akan berada pada tarap 4,6% GDP dan negara ini perlu mengajukan anggaran keuangan negara kepada Ui Eropa sebelum 30 April. Para ekonom berpendapat bahwa runtuhnya pemerintah Belanda akan menciptakan kekosongan kekuasaan bertepatan dengan saat situasi ekonomi negara ini sedang muncul banyak indikasi yang patut mengkhawatirkan. Masalahnya ialah ini bukanlah utang publik yang menduduki 66 persen GDP, melainkan hal yang mendasar ialah keruntuhan pasar real-estate yang sedang membebani banyak kepala keluarga. Data-data statistik menunjukkan bahwa total utang swasta di bidang real-estate telah naik hingga 24 persen GDP, prosentase yang paling tinggi dalam zona euro.
Jelaslah, menyusul setelah runtuhnya pemerintah di serentetan negara yang punya perekonomian lemah yaitu Portugal, Irlandia, Italia, Yunani dan Spanyol, krisis yang sedang berlangsung di Belanda akan lebih memperpanjang kekhawatiran bagi para pemimpin zona euro. Menurut pemberitahuan resmi yang diumumkan Uni Eropaa pada 24 April, utang publik di 17 negara di zona euro telah naik pada tarap 87,2 persen GDP. Ini adalah tarap paling tinggi setelah mata uang Euro digunakan pada tahun 1999. Sekarang, di samping pinjaman untuk menebus defisit anggaran keuangan, banyak negara yang menggunakan mata uang Euro harus “
menggendong” jumlah bantuan senilai 386 miliar Euro dari Yunani, Irlandia dan Portugal. Itu belum memperhitungkan bahaya-bahaya nyata dari dua perekonomian yang besarnya nomor tiga dan nomor empat di benua yaitu Italia dan Spanyol.
Kurs Euro terus turun terbanding dengan beberapa mata uang lain
(taichinhthegioi.com)
Sekarang, Belanda tetap merupakan salah satu diantara tiga negara dalam zona euro (Jerman, Belanda dan Luxembourg) yang mempertahankan peringkat kepercayaan kredit AAA, tetapi para ekonom berpendapat bahwa hanya Jerman satu-satunya yang benar-benar pantas dengan kepercayaan “
emas” itu. Untuk bisa eksis, Belanda harus mengusahakan dukungan dari semua partai oposisi yang menyepakati pemangkasan anggaran keuangan, jika tidak, Belanda akan menghadapi kemungkinan kehilangan nilai peringkat kepercayaan AAA seperti halnya dengan Perancis. Semua ekonom berpendapat bahwa krisis politik tidak hanya mengancam Belanda saja, melainkan juga menimbulkan pengaruh besar terhadap seluruh zona euro.
Sekarang, bersama-sama dengan perubahan politik di Perancis setelah putaran pertama pemilihan Presiden Perancis, surat permohonan resmi M.Rutte untuk lengser mungkin akan memperumit pemecahan atas krisis utang publik di kawasan. Buktinya ialah pada sesi akhir transaksi pada 24 April di pasar Asia, kurs Euro terus turun terbanding dengan beberapa mata uang lain. Ini adalah indikasi-indikasi yang memperingatkan akan bahaya dari 17 negara yang menggunakan mata uang Euro mungkin akan menghadapi resesi yang lebih panjang terbanding dari prediksi./.