(VOVWORLD) - Hubungan antara Rusia dan Barat sekali lagi menghadapi prahara setelah serentetan negara Eropa dan Amerika Utara yang baru saja memutuskan mengusir serangkaian diplomat Rusia. Gerak-gerik ini mengorek lebih dalam lagi kontradiksi terhadap hubungan yang memang belum pernah tenang antara Rusia dan Barat.
Presiden Rusia, Vladimir Putin (kiri) dan Presiden AS, Donald Trump . (Foto:AFP/kantor Berita Vietnam) |
Keputusan pengusiran dikeluarkan oleh AS dan negara-negara Eropa tidak lama setelah Inggeris mengusir 23 orang diplomat Rusia untuk memberikan balasan terhadap kasus serangan racun terhadap mantan mata-mata Rusia, Kolonel Sergei Skripal di London pada tanggal 4 Maret ini dengan zat beracun syaraf .
Barat mengikuti London.
Pernyataan AS untuk menutup Konsulat Rusia di Seattle, mengusir 60 orang diplomat Rusia di Konsulat Rusia di Seattle dan perutusan di Perserikatan Bangsa-Bangsa dianggap sebagai di luar dugaan karena sebelumnya pemerintahan pimpinan Presiden AS, Donald Trump telah menunjukkan gerak-gerik positif dalam menggalang hubungan dengan Rusia.
Bersamaan waktu dengan pernyataan AS, serentetan negara lain (pada pokoknya ialah negara-negara di Eropa) dan NATO juga mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang sama, jika ada perbedaan hanyalah jumlah personel diplomat Rusia yang diusir. Pengusiran besar-besaran ini dianggap sebagai perang diplomatik yang paling serius antara Rusia dan Barat sejak Perang Dingin.
Sudah barang tentu, kalangan otoritas Inggeris segera menyambut gerak-gerik negara-negara itu dan menganggap-nya sebagai sinyal kuat kepada Moskwa tentang perihal negara-negara akan “tidak menenggang” ketika Rusia terus tidak memperdulikan hukum internasional”.
Pada pihak yang bertentangan, Kementerian Luar Negeri Rusia menilai bahwa banyak negara telah secara “membuta” mengikuti pendirian London tentang kasus mantan mata-mata yang sampai sekarang tetap belum ada bukti yang menunjukkan bahwa Rusia bersangkutan dengan kasus ini. Pengusiran para diplomat Rusia merupakan kesalahan yang bersifat provokatif dan berpengaruh terhadap hubungan internasional dan investigasi terhadap kasus ini.
Dalam panorama umum itu, juga ada beberapa negara Eropa yang tidak mengikuti gerakan pengusiran kolektif, misalnya seperti Turki atau Republik Austria. Sementara itu, pemimpin partai ekstrim Liga di Italia, Matteo Salvini-orang yang mungkin akan menjadi Perdana Menteri Italia, juga menegaskan pengusiran para diplomat Rusia dan pemulihan kembali sanksi-sanksi terhadap Moskwa tidak hanya tidak memecahkan masalah-masalah, melainkan juga lebih merumitkan situasi.
Perselisihan kian memuncak.
Perdana Menteri Inggeris, Theresa May pernah menyatakan bahwa langkah-langkah koordinasi pengusiran tersebut “menunjukkan negara-negara bahu-membahu menyampaikan pesan paling kuat kepada Rusia bahwa Moskwa tidak bisa terus meremehkan hukum internasional”. Namun, yang patut diperhatikan ialah sampai saat ini, selain tuduhan-tuduhan tersebut, Inggeris dan negara-negara Barat tidak mengeluarkan bukti-bukti yang obyektif dan komprehensif dan juga tidak memberikan tanda-tanda yang menunjukkan akan bekerjasama dengan Rusia untuk mengklarifikasi kasus ini. Dengan kata lain, Barat tidak ingin memberikan bukti yang bersangkutan dengan kasus ini, tentang apa yang telah terjadi dan bagaimana kasus itu telah terjadi.
Apakah negara-negara Barat menyalah-gunakan kasua serangan racun terhadap mantan mata-mata “bermuka dua” Rusia, Sergei Skripal dan anak perempuannya di Inggeris hanyalah “dalih”, merupakan sebagian dalam rencana menentang Rusia dalam jangka waktu panjang?
Secara substantif, “solidaritas mendadak” dari Uni Eropa dan AS dengan Inggeris yang dikeluarkan segera setelah Presiden Rusia, Vladimir Putin terpilih kembali menjadi Presiden untuk masa bakti 6 tahun hanyalah puncak dari perselisihan-perselisihan antara Rusia dan Barat yang telah terakumulasi selama satu dekade ini. Para saingan Rusia tidak menginginkan Rusia menjadi kuat dengan kemampuan-kemampuan yang dimanifestasikan baru-baru ini. Dengan kata lain, “duri” yang sebenarnya dalam hubungan antara Rusia dan Barat bukanlah pengracunan terhadap mantan mata-mata di Inggeris, melainkan karena Moskwa meningkatkan aktivitas-aktivitas yang dianggap “menimbulkan kerugian” terhadap kepentingan-kepentingan Barat dengan tujuan memulihkan “kekuasaan” Rusia dan melemahkan upaya-upaya memperluas pengaruh Barat.
Sudah barang tentu, Rusia akan memberikan balasan yang setimpal terhadap Barat yang melakukan pengusiran diplomat secara kolektif, namun kasus ini menunjukkan bahwa hubungan Rusia-Barat telah memasuki tahap yang paling menegangkan selama 30 tahun ini. Rusia sedang berkonfrontasi dengan satu perang diplomatik menyeluruh dengan Barat. Hubungan yang belum pernah tenang antara dua pihak akan terus memakan waktu panjang.