(VOVworld) - Krisis politik di Suriah mengalami titik balik baru setelah Pemerintah pimpinan Presiden Suriah Bashar Al Assad resmi disingkirkan dari Liga Arab dan wakil negara ini di sana yalah kekuatan oposisi Suriah. Dukungan terbuka dan penyampaian anggota kepada faksi oposisi Suriah dianggap sebagai langkah yang berbahaya, memojokkan negara Timur Tengah ini terus terjerumus ke dalam kekerasan dan perpecahan.
Pada akhir Konferensi Tingkat Tinggi Liga Arab tahunan di Doha, Qatar, pada Selasa (26 Maret), para pemimpin Liga Arab telah sepakat mengesahkan Resolusi untuk mengakui keanggotaan yang sah dari Persekutuan Nasional Suriah (SNC), mewakili Suriah di Liga Arab dan salam semua organisasi liga ini, sampai melakukan pemilu- pemilu untuk membuka jalan bagi pembentukan pemerintah. Resolusi yang diesahkan 15 negara anggota Liga Arab telah menekankan “hak semua negara anggota yalah mendapatkan semua bentuk bela diri, termasuk militer untuk mendukung perang perlawanan yang dijalankan oleh rakyat Suriah dan tentara Suriah bebas”. Bersamaan dengan itu, Liga Arab mendesak semua organisasi regional dan internasional supaya mengakui SNC sebagai wakil yang sah dan satu-satunya bagi rakyat Suriah. Dari sini tampak bahwa ini merupakan titik balik yang berbahaya, karena dengan sendirinya Liga Arab telah menguar-uarkan satu solusi militer untuk menghentikan bentrokan sebagai pengganti perundingan damai.
Dengan segera, keputusan ini telah terbentur dengan celaan keras dari komunitas internasional. Pada Rabu (27 Maret), Rusia mencela keputusan Liga Arab tentang penyerahan kursi anggota yang masih kosong dari Suriah kepada Persekutuan Nasional Suriah, mengutuk ini sebagai tindakan “tidak sah dan tidak bisa dibela”. Pada hari yang sama, Damaskus menuduh Liga Arab telah melegalisasi terorisme dengan keputusan menyerahkan kursi perwakilan Suriah di organisasi ini kepada SNC. Sebelumnya, menurut hasil jajak pendapat yang dilakukan dan diumumkan Perusahaan YouGov memperlihatkan bahwa mayoritas orang Amerika Serikat dan Inggris menolak ide memasok senjata kepada pasukan pembangkang Suriah dan kemungkinan mengirimkan pasukan ke negara Timur Tengah ini. Diantara lebih dari 1000 responden Amerika Serikat lewat internet, kira- kira 45% menolak ide mempersenjatai pasukan pembangkang Suriah, sementara itu, hanya ada 16% yang mendukung ide ini. Prosentasi orang Inggris yang menolak pemasokan senjata kepada kaum pembangkang Suriah bahkan lebih tinggi dengan 57% diantara lebih dari 3.600 responden tidak sependapat sementara hanya ada 16% yang mendiukung ide tersebut. Ini dianggap sebagai peringatan terhadap Perdana Menteri Inggris, David Cameron ketika pada pekan lalu, dia bersama dengan Presiden Perancis Francois Hillande menyerukan kepada Uni Eropa supaya menghapuskan empargo senjata terhadap Suriah guna membuka jalan bagi pemasokan senjata kepada pasukan oposisi ini.
Jelaslah bahwa bersamaan dengan keputusan Liga Arab dan perhitungan negara- negara adi kuasa Barat, opini umum mencemaskan bahwa satu skenario serupa di Libia sedang diulang di Suriah. Presiden Suriah, Bashar al-Assad harus mengundurkan diri adalah hal yang tidak bisa dihindari pada waktu yang tidak jauh lagi. Tetapi, bagaimana alih kekuasan akan berlangsung menjadi masalah yang perlu dibahas pada latar belakang sekarang. Pada kenyataannya, tidak ada yang bisa meramalkan bahwa bagaimana situasi di negara Timur Tengah ini berlangsungnya pada waktu mendatang, kalau pemerintah Damaskus sekarang runtuh. Karena sebelumnya, semua kontradiksi faksional dalam pasukan pembangkang di Suriah telah membocorkan banyak masalah. Kongkritnya yalah pada 23 Maret ini di Istanbul (Turki), SNC telah memilih Ghassan Hito menjadi Perdana Menteri sementara untuk memegang kontrol terhadap semua kawasan yang sedang diduduki oleh pasukan pembangkang. Akan tetapi, hal ini membuat semua organisasi pembangkang Suriah tidak merasa puas, karena Ghassan Hito adalah seorang warga negara Amerika Serikat yang lahir di Suriah dan mendapat dukungan negara asing. Dalam pemberian suara di Istanbul, beberapa tokoh terkenal dari faksi oposisi telah meninggalkan sidang. Mereka manganggap pemilihan ini sebaga satu intrik Barat untuk mendalangi pemilihan dan menegakkan satu kaki tangan Barat.
Ilustrasi
(Foto: www.tinmoi.vn)
Ditambah lagi pada saat Perdana Menteri sementar yang berencana akan menggunakan tentara Suriah bebas untuk memperkokoh kekuasaan-nya telah terbentur dengan kecaman dai semua pasukan pembangkang oposisi di Suriah. Mereka beranggapan bahwa hal itu tidak adil ketika “pemimpin” dengan enak-enak tinggal di Turki, sedangkan saudara-saudara mereka harus menderita “panah dan peluru” di Suriah. Bersama-sama dengan waktu, tampaknya SNC sedang berangsur-angsur menjadi pudar. Hal satu-satunya yang bisa menyelamatkan mereka ialah kemungkinan menyumbangkan dana dan menjamin tibanya senjata kepada kaum pembangkang untuk mendukung-nya. Namun, hal ini sedang menimbulkan kemarahan besar antara semua faksi dari pasukan pembangkang karena ada kelompok-kelompok yang tidak menerima apa-apa dari jumlah senjata ini. Jelaslah, ini adalah harga yang harus dibayar bagi bantuan kepada usaha yang dilakukan kaum pembangkang. Justru hal itu telah membuat kalangan analis merasa cemas akan masa depan negara Timur Tengah ini.
Sementara itu, situasi sekarang di Suriah tetap mengalami jalan buntu. Pada Rabu (27 Maret), dalam surat kepada Konferensi Tingkat Tinggi ke-5 BRICS (yang meliputi Brasil, Rusia, India, Tiongkok dan Afrika Selatan) yang diselenggarakan di Durban-Afrika Selatan, Presiden Suriah, Bashar al-Assad telah meminta kepada semua negara BRICS supaya berkerjasama mencegah kekerasan di Suriah dan membantu membawa solusi politik sampai berhasil. Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon memperingatkan kepada Pemerintah negara-negara di dunia supaya cepat bertindak untuk mencegah bahaya Suriah sama sekali terbasmi pada latar belakang perang saudara di negara ini telah memasuki tahun ke-3. Karena terhitung sampai sekarang, perang saudara di negara ini telah mengakibatkan kerugian-kerugian besar dengan lebih dari 70 000 orang telah tewas, lebih dari 3 juta orang harus mengungsi, semua kota dan desa mengalami kerusakan. Satu kenyataan yang menyedihkan dalam memilih cara menggunakan senjata sebagai pengganti dialog politik secara damai. Tapi dengan perkembangan sekarang, opini umum belum melihat munculnya sesuatu harapan yang tipis manapun./.