Tiongkok meningkatkan pengaruhnya di Afrika

(VOVWORLD) - Presiden Tiongkok, Xi Jinping sedang melakukan perlawatan selama berhari-hari di Afrika. Ini merupakan kunjungan kenegaraan yang pertama sejak dia terpilih kembali menjadi Presiden Tiongkok pada bulan Maret lalu, bersamaan itu merupakan kemajuan penting dalam rencana diplomatik negara ini. Perlawatan ini menunjukkan bahwa Tiongkok terus meningkatkan pengaruhnya terhadap para mitra Afrika pada latar belakang Amerika Serikat (AS)-lawannya yang utama acuh tak acuh terhadap benua ini.
Tiongkok meningkatkan pengaruhnya di Afrika - ảnh 1Pasar tenaga kerja di Afrika sangat penting bagi Tiongkok  (Foto:sggp.org.vn) 

Dalam perlawatan di Afrika yang dimulai dari 21 Juli 2018, pemimpin Tiongkok berturut-turut mengunjungi Senegal, Rwanda, Afrika Selatan dan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara adi kuasa yang baru muncul (BRICS) yang meliputi Brasil, Rusia, India, Tiongkok dan Afrika Selatan. Dalam perjalanan kembali ke Beijing, Presiden Xi Jinping akan melakukan kunjungan persahabatan di Mauritius (Afrika Timur).

Kunjungan  yang memakan waktu berhari-hari dari Presiden Xi Jinping ini dianggap oleh para pengamat sebagai persiapan untuk pertemuan puncak Tiongkok-Afrika yang akan diadakan di Beijing pada bulan September mendatang, menyusul pertemuan puncak yang diadakan di Afrika Selatan pada tahun 2015.

 

Meningkatkan pengaruh

Dengan persinggahan-persinggahan di Senegal, Rwanda, Afrika Selatan dan Mauritius, perlawatan yang dilakukan oleh pemimpin Tiongkok dinilai bertujuan menciptakan satu sabuk pengaruh yang mencakup Afrika, kawasan yang sedang punya posisi prioritas dalam garis politik diplomatik Tiongkok. Dan dalam kampanye menaklukkan kontinen ini, Tiongkok tidak melelaikan faktor manapun untuk memperluas pengaruhnya, dari ekonomi, politik, militer, strategi sampai kebudayaan.

Mudah dilihat, selama 10 tahun ini, Tiongkok telah dan sedang berangsur-angsur mengganti AS maupun beberapa negara Eropa lainnya untuk menjadi negara yang punya pengaruh paling besar di kawasan Afrika. Tiongkok telah melampaui AS, menjadi mitra dagang terbesar di Afrika dengan nilai perdagangan sebanyak 220 miliar USD pada tahun 2017.

Tiongkok ikut membangun lebih dari 100 zona industri di Afrika dan 40% di antara jumlah itu telah beraktivitas. Perekonomian yang besarnya nomor dua di dunia itu juga membantu banyak negara Afrika dalam membangun infrastruktur seperti misalnya jalan kereta api, jalan tol, pabrik listrik dan lain-lain. Pada tahun 2017, Tiongkok terus melakukan investasi secara kuat di Afrika melalui pemberian pos-pos pinjaman yang mudah yang keseluruhannya sebesar lebih dari 100 miliar USD.

Dalam kenyataannya, kepentingan Tiongkok di Afrika tidak hanya perdagangan saja. Benua ini juga merupakan tempat  pensuplai bahan-bahan mentah kasar yang berlimpah-limpah kepada Tiongkok, di antaranya, sebagian besar ialah bahan bakar, mineral, minyak kasar, bijih besi, logam, kayu dan  sejumlah kecil bahan pangan, hasil pertanian dan lain-lain. Menurut Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Tiongkok akan menjadi negara pemakai minyak yang paling besar di dunia pada tahun 2030. Sumber impor minyak  yang besarnya nomor 2 dari Tiongkok ialah Afrika setelah Timur Tengah sebesar 1,4 juta barel per hari.

Proyek jalan kereta api yang dilakukan oleh Tiongkok di Afrika dianggap sebagai satu perubahan situasi regional dan bisa membantu Tiongkok mendorong integrasi politik yang intensif dan ekstensif di benua ini.

Tentang kebudayaan, ada kira-kira 50 Institut Konfusius ditempatkan di Afrika. Semakin ada banyak mahasiswa dari Afrika datang ke Tiongkok dengan beasiswa yang diberikan oleh Beijing. Datang untuk bekerja di Afrika selama sesuatu waktu juga merupakan salah satu syarat wajib terhadap barisan pimpinan grup-grup besar di Tiongkok.

Tentang diplomatik, Afrika memberikan satu blok persekutuan besar dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

 

Cara pendekatan yang berbeda dengan Barat

Sukses yang dicapai oleh Tiongkok di Afrika karena cara memandang Tiongkok terhadap benua ini sepenuhnya berbeda dengan Barat. Tentang investasi ekonomi, kalau Tiongkok bermurah hati dengan pinjaman-pinjaman, sedangkan Barat selalu mengiringinya dengan syarat-syarat atau standar-standar Barat untuk memaksakan negara-negara Afrika harus menerapkannya.

Tentang politik, hingga sekarang ini, pimpinan banyak negara Afrika tetap menyatakan bahwa benua ini tidak berada dalam prioritas pemerintah pimpinan Presiden AS, Donald Trump. Bahkan, anggaran keuangan AS tahun 2019 juga meminta supaya memangkas 20% program-program kesehatan AS di Afrika dan memangkas lebih dari sepertiga program diplomatik bagi benua ini. Hubungan antara AS dengan negara-negara di benua hitam juga menyaksikan “nada rendah” setelah Presiden AS, Donald Trump pada awal tahun 2018 membacakan pidato yang bersifat meremehkan dan rasdiskriminatif terhadap benua Afrika, gerak-gerik yang membuat Donald Trump harus menulis sendiri sepucuk surat untuk menegaskan komitmennya terhadap benua ini.

Kalau kalangan elite Barat tetap mempunyai kecenderungan diskriminatif terhadap Afrika, maka Tiongkok melihat ada potensi-potensi besar di kawasan ini dan ini merupakan kawasan yang menjanjikan dengan keuntungan-keuntungan raksasa. Hal yang patut dibicarakan ialah walaupun ada pos-pos investasi besar di Afrika, tetapi media Tiongkok  masih selalu menekankan prinsip tidak melakukan intervensi politik dan menganggap ini sebagai fundasi diplomatik yang dilakukan oleh pemerintah Beijing di benua ini.

Jelaslah bahwa dengan langkah-langkah yang lihay, Tiongkok sedang semakin meningkatkan pengaruhnya di Afrika. Dan perlawatan Presiden Tiongkok, Xi Jinping kali ini, sekali lagi memanifestasikan kekonsekuenan tentang politik dari Beijing dalam mementingkan peranan ekonomi dan politik benua Afrika. Ini dianggap sebagai pengungkit strategis yang membantu Tiongkok meningkatkan kekuatan dan  pengaruhnya di kawasan ini.  

Komentar

Yang lain