(VOVWORLD) - Pada beberapa hari belakangan ini, tuduhan Israel bahwa Iran menyembunyikan program nuklir sedang menimbulkan kecemasan di kalangan opini umum, terutama pada latar belakang batas waktu yang dikeluarkan Presiden Donald Trump untuk menuntut supaya mengamandir permufakatan nuklir Iran sedang mendekat (12 Mei). Kalau tidak, Amerika Serikat (AS) akan menarik dari permufakatan ini. Informasi Israel seperti menambah siraman minyak pada api, tanpa memperdulikan upaya-upaya diplomatik ulang-alik dari beberapa pemimpin Eropa untuk menyelamatkan permufakatan nuklir yang bersejarah ini.
Tipisnya permufakatan nuklir Iran (Foto : AFP/VNA) |
Pada 30/4/2018, Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa Israel mempunya “bukti-bukti nyata” tentang satu “rencana rahasia” yang bisa dimulai Iran pada kapan saja untuk membuat bom atom. Sementara itu, Iran masih menegaskan tidak ingin membuat senjata nuklir.
Saat yang sensitif
Hanya tinggal beberapa hari lagi akan sampai saat Presiden AS mengeluarkan keputusan terakhir tentang permufakatan nuklir yang bernama Rencana aksi bersama komprehensif (JCPOA). Dan Israel memilih saat ini untuk mengumumkan informasi Iran merahasiakan program nuklir. Menurut Israel, setelah menandatangani permufakatan, Iran telah memperkuat upaya-upaya keras untuk merahasiakan dokumen yang seiring dengan program nuklir ini. Israel mengeluarkan “55000 halaman dokumen” dan ditambah dengan “55000 dokumen di 183 CD.” Akan tetapi, PM Israel tidak bisa mengeluarkan argumentasi yang memanifestasikan bahwa Iran tidak menaati atau melanggar komitmen-komitmen dalam permufakatan.
Bisa dilihat bahwa sebagian besar bukti yang diumumkan oleh Israel pada tanggal 30 April lalu, sudah ada sebelum Permufakatan Nuklir yang ditandatangani pada tahun 2015. Dan tuduhan-tuduhan seperti itu akan semakin membuat situasi sekarang ini menjadi lebih tegang lagi, karena akan ada perdebatan sekitar masalah apakah Iran melanggar permufakatan yang mereka tangani dengan kelompok negara-negara adi kuasa yang meliputi Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia, Tiongkok dan Jerman atau tidak?
Dan fihak yang paling banyak diuntungkan kalau Permufakatan Nuklir Iran dibatalkan adalah Israel. Kita masih ingat bahwa sepanjang proses perundingan dan ketika JCPOA ditandatangani, Israel selalu menentangnya dan menyebutkannya sebagai satu “kesalahan bersejarah”. Menurut Israel, semua komitmen dalam JCPOA tidak bisa menghapuskan ancaman dari Iran yang memiliki senjata nuklir. Dan kalau Iran memproduksi senjata nuklir, maka negara ini akan menjadi satu ancaman terhadap keberadaan Israel.
Orang yang dianggap akan diuntungkan setelah Israel adalah Presiden AS, Donald Trump, karena Kepala Gedung Putih pernah menganggap penghapusan pembatalan Nuklir Iran sebagai salah satu di antara komitmen-komitmen dalam kampanye pemilihan-nya pada tahun 2016. Oleh karena itu, meskipun informasi yang baru saja diumumkan oleh Israel belum dibenarkan, tapi Donald Trump sekali lagi mencela JCPOA sebagai satu “permufakatan yang buruk”, bersamaan itu memberitahukan bahwa akan meninjau semua informasi baru yang dikeluarkan oleh Israel sebelum memutuskan apakah AS menarik diri dari JCPOA atau tidak? Menteri Luar Negeri (Menlu) baru Mike Pompeo menganggap bahwa semua informasi yang yang dikeluarkan oleh Perdana Menteri Israel adalah “sangat akurat” dan “sebagian besarnya merupakan pembocoran-pembocoran baru”.
Sebelumnya, pada Januari 2018, dia telah mengancam akan tidak membubuhkan tanda tangan pada keputusan menghapuskan sanksi terhadap Iran kalau tiga negara yaitu Perancis, Inggris dan Jerman tidak setuju memecahkan semua kecemasan dari AS yang bersangkutan dengan semua butir tentang batas waktu terakhir tentang keefektifan permufakatan, tentang program rudal dari Iran dan dukungan Iran terhadap pasukan-pasukan mandataris di Suriah, Libanon dan Yaman.
Eropa mengusahakan penyelamatan
Bertentangan dengan gerak-gerik AS dan Israel, banyak negara Eropa berupaya keras membela keberadaan Permufakatan Nuklir Iran. Mereka menganggap bahwa tuduhan-tuduhan dari Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu tentang program nuklir Iran tidak menimbulkan kesangsian tentang apakah Teheran mematuhi Permufakatan Nuklir Iran yang ditandatangani pada tahun 2015 atau tidak.
Dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) adalah badan internasional satu-satunya yang mengurusi pengawasan komitmen nuklir Iran. Seputuh buah laporan IAEA menunjukkan bahwa Iran telah mematuhi sepenuhnya semua komitmen .
Sebelumnya, dari 24 - 27/4, Gedung Putih telah secara berturut-turut menerima pemimpin dari dua sekutu Eropa dari AS yalah Perancis dan Jerman . Baik Presiden Emmanuel Macron maupun Kanselir Angela Merkel, menginginkan agar AS tinggal di JCPOA. Bersama dengan perlawatan-perlawatan ulang-alik, Perancis, Jeman dan Inggris juga sedang melakukan "upaya ganda" dalam meyakinkan AS supaya tinggal dalam permufakatan yang sedang ada, di lain segi, perlu " melakukan persiapan sekarang juga" satu permufakatan kerangka yang lebih luas, meliputi pula tahapan pasca tahun 2025, yaitu setelah permufakatan 2025 tidak efektif lagi) dan tentang program rudal balistik Iran dan bentokan- bentrokan di Timur Tengah".
Bahkan , pada beberapa bulan ini, para pejabat dalam kekuasaan AS dan Eropa telah diam-diam berkoordinasi untuk mengusahakan cara memenuhi semua syarat yang diajukan Presiden Donald Trump tentang revisi Permufakatan Nuklir Iran. Tapi, tantangannya menurut para pejabat kedua fihak yalah mengusahakan solusi yang memuaskan Donald Trump, tapi tetap bisa menjamin supaya JCPOA masih utuh. Di fihak Iran, negara ini menegaskan kembali kegigihan tidak menerima merundingkan kembali Permufakatan tahun 2015.
Permufakatan Nuklir Iran tahun 2015 dinilai sebagai salah satu di antara permufakatan- permufakatan yang paling menyeluruh dan mantap dalam sejarah denuklirisasi. Tapi, sekarang ini, permufakatan bersejarah ini sedang menghadapi bahaya keruntuhan kalau semua fihak tidak bisa mencapai solusi yang sesuai.