(VOVWORLD) - Konferensi ke-3 tentang pemberian bantuan kepada Suriah yang dipimpin bersama oleh Uni Eropa danPerserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah berakhir pada Rabu (14 Maret) di Brussels (Belgia). Konferensi ini bertujuan memobilisasi lebih banyak lagi bantuan yang diberikan oleh komunitas internasional untuk membantu Suriah bangkit setelah bertahun-tahun tergelam dalam bom dan amunisi. Namun, hal ini tidak mudah ketika peperangan telah menimbulkan kerusakan berat terhadap basis materiil dan perekonomian di negara Timur Tengah ini.
Upaya merekonstruksi Suriah (Foto: vnplus) |
Dengan tema: “Memberikan bantuan kepada masa depan Suriah dan kawasan”, Konferensi yang berlangsung dari 12 -14 Maret ini telah menyerap perhatian dari ratusan organisasi non-pemerintah bersama dengan banyak organisasi masyarakat madani Suriah, kawasan dan dunia. Menyusul hasil dari dua konferensi sebelumnya, konferensi kali ini telah mengungkapkan masalah-masalah penting yang bersangkutan dengan bantuan kemanusiaan dan penyesuaian yang harus dihadapi oleh orang-orang Suriah dan komunitas-komunitas yang menerima kaum pengungsi Suriah.
Bantuan internasional adalah hal yang perlu.
Suriah selama ini merupakan satu perekonomian yang berada dalam tarap menengah di dunia, berkembang berdasarkan pada pertanian, pertambangan, industri dan jasa. Tetapi semuanya telah terjungkir-balikakan sejak “Musim Semi Arab” pada tahun 2011. Bentrokan yang berkepanjangan selama bertahun-tahun telah merusak sebagian besar infrastruktur dan kemampuan perkembangan industri negara ini, sehingga membuat perekonomian Suriah mundur kebelakang hampir tiga dekade. Proses rekonstruksi di Suriah diprakirakan akan menghadapi tidak sedikit kesulitan karena APBN terkena pengaruh berat dalam perang melawan faksi oposisi dan kekuatan teroris. Menurut Presiden Suriah, Bashar al-Assad, biaya untuk rekonstruksi Suriah menelan dana dari 250 sampai 400 miliar USD. Sementara itu, kalangan pakar menganggap bahwa hanya khusus mengatasi akibat perang, juga akan memakan waktu dari 10 sampai 15 tahun, sedangkan rekonstruksi infrastruktur dan pemulihan kembali perekonomian dan tercapainya perkembangan seperti sebelum tahun 2011 akan lebih berkepanjangan dan memerlukan banyak bantuan dari komunitas internasional.
Kerugian ekonomi adalah sangat besar, sementara itu sumber daya manusia juga terkena pengaruh berat. Menurut PBB, ratusan ribu warga sipil telah tewas karena bom dan amunisi. Jutaan orang harus mengungsi untuk mencari satu bumi yang lebih aman tenteram. Perang juga membuat lebih dari 3/4 jumlah orang dalam usia kerja yang harus mengalami pengangguran. Selain itu, keruntuhan sistim jasa utilitas dasar dan cabang kesehatan yang mengalami kerugian di sini telah membuat banyak orang meninggal karena penyakit dan situasi serba kurang dalam perwatan jasa kesehatan.
Pada latar belakang tersebut, bantuan yang diberikan oleh komunitas internasional dianggap akan menciptakan prasyarat kepada Suriah untuk selangkah demi selangkah melakukan rekonstruksi Tanah Air.
Upaya keras yang dijalankan oleh Suriah.
Bersama dengan bantuan internasional, Pemerintah Suriah juga berinisiatif mengatasi akibat perang. Di segi diplomatik, Suriah sedang aktif menggalang kembali hubungan dengan komunitas negara-negara Arab untuk mengusahakan sumber modal rekonstruksi Tanah Air. Delegasi Suriah yang dikepalai oleh Ketua Parlemen Hammouda Sabbagh telah tiba di Amman, Ibukota Yordania, pada awal bulan Maret ini untuk menghadiri Konferensi Uni Parlemen Arab (AIPU)-satu langkah lagi yang dilakukan negara Timur Tengah dalam proses reintegrasi politik dengan kawasan. Sebelumnya, pada bulan Desember tahun 2018, Ibukota Damaskus telah menyambut kunjungan Presiden Sudan, Omar Bashir, pada saat Uni Emirat Arab dan Bahrain memutuskan akan membuka lagi Kedutaan Besarnya di Suriah.
Di bidang ekonomi, pada bulan Januari lalu, Suriah dan Iran telah mencapai banyak permufakatan kerjasama ekonomi dan perdagangan. Selain permufakatan yang penting di bidang perbankan, Iran akan membantu mereparasi gardu-gardu listrik di seluruh Suriah dan membangun satu pabrik listrik baru di provinsi pantai Latakia. Sebelumnya, pada akhir bulan Desember tahun 2018, di Ibukota Damaskus, Federasi Rusia dan Suriah telah menandatangani beberapa permufakatan kerjasama ekonomi, sains dan industri.
Bentrokan di Suriah telah memasuki tahun ke-9 pada saat masalah kemanusiaan dan kebutuhan rekonstruksi Tanah Air sedang semakin mendesak. Konferensi ke-3 tentang pemberian bantuan kepada Suriah berlangsung pada saat perang di Suriah tetap belum berakhir. Diharapkan agar bersama dengan upaya keras yang dijalankan oleh rakyat Suriah sendiri, komomitmen-komitmen yang diajukan oleh para donor pada hari berakhirnya konferensi sebagian akan memberikan bantuan yang bermanfaat kepada Suriah dalam proses rekonstruksi Tanah Air.