(VOVworld) - Opini umum internasional terus bersuara setelah Tiongkok membawa anjungan pengeboran Haiyang 981 beserta kapal pengawal ke zona ekonomi eksklusif Vietnam dan menabrak kapal patroli perikanan Vietnam. Banyak negara mengecam Tiongkok bahwa tindakan ini melanggar kedaulatan Vietnam dan meningkatkan ketegangan di kawasan.
Lokasi anjungan pengeboran Tiongkok berada dalam
zona ekonomi eksklusif Vietnam
(Foto: vov.vn)
Dalam pernyataan terkini pada Jumat (9 Mei), Kementerian Luar Negeri Jepang mengatakan bahwa Tiongkok harus memperjelas argumentasi secara hukum tentang penempatan anjungan pengeboran di zona ekonomi eksklusif Vietnam di Laut Timur. Menteri Luar Negeri Jepang, Fumio Kishida pada hari yang sama menekankan: Ketegangan antara Tiongkok dan Vietnam diakibatkan oleh tindakan Tiongkok secara sepihak dan provokatif .
Juru bicara dari wakil senior tentang kebijakan keamanan dan hubungan luar negeri Uni Eropa, pada Jumat (9 Mei) menyatakan: Uni Eropa dengan khusus merasa cemas tentang tindakan-tindakan sepihak yang bisa berpengaruh terhadap keamanan di kawasan. Kami mendesak kepada semua pihak yang bersangkutan supaya mengusahakan solusi-solusi damai sesuai dengan hukum internasional, khususnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut -1982 dan terus menjamin keselamatan maritim. Kami berseru kepada semua pihak supaya melakukan langkah-langkah untuk mengurangi eskalasi dan mengekang semua tindakan sepihak yang bisa merugikan perdamaian dan kestabilan di kawasan.
Pada Kamis (8 Mei), Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat sekali lagi menyatakan kecemasan tentang tindakan-tindakan Tiongkok di Laut Timur dan menegaskan bahwa ketegangan sekarang diakibatkan oleh Tiongkok. Wakil juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Marie Harf, dalam keterangan-nya di Pusat Pers di Washington DC, menekankan: “Membawa anjungan pengeboran oleh Tiongkok ke wilayah laut Vietnam merupakan satu tindakan provokatif dan teramat berbahaya, sehingga bisa mengakibatkan perhitungan yang salah dan tindakan –tindakan provokatif yang lain, meningkatkan ketegangan di Laut Timur. Segala yang telah dan sedang berlangsung di Laut Timur sepenuhnya bertentangan dengan hal-hal yang diinginkan oleh Amerika Serikat”.
Pada hari yang sama, Asosiasi Persahabatan Italia-Vietnam juga mengutuk Tiongkok yang sepihak membawa anjungan pengeboran ke zona ekonomi eksklusif Vietnam dan menganggap-nya sebagai pelanggaran yang serius terhadap hukum internasional. Melalui produk cetakan Mekong dan Website-nya, Asosiasi Persahabatan Italia-Vietnam akan memberikan informasi-informasi mutakhir yang bersangkutan dengan situasi Laut Timur, analisa dan dokumen sejarah untuk membuktikan bahwa dua kepulauan Hoang Sa (Paracels) dan Truong Sa (Spratly) adalah termasuk dalam kedaulatan Vietnam agar rakyat Italia lebih mengerti tentang masalah ini.
Dalam menghadapi Tiongkok yang membawa kapal bersenjata oleh Tiongkok ke lokasi anjungan pengeboran di landas kontinen Vietnam pada Kamis (8 Mei), opini umum semuanya menilai akan lebih menimbulkan ketegangan-ketegangan baru di Laut Timur dan Tiongkok harus memikul tanggung jawab atas tindakan sepihak ini.
Perkembangan-perkembangan baru di Laut Timur juga menjadi topik utama dari komentar pers internasional selama ini. Kantor-kantor berita besar seperti: AP, AFP, Rueters, Deutsch Welles, Washington Post, DPA……semuanya menggangap bahwa Tiongkok dengan semaunya sendiri membawa anjungan pengeboran minyak untuk beraktivitas di wilayah kedaulatan Vietnam telah menimbulkan ketegangan di kawasan mengalami eskalasi.
Ketika menilai tindakan Tiongkok tersebut sebagai “salah satu langkah yang paling provokatif”, koran-koran The New York Times, Wall Street Journal menekankan bahwa ini merupakan "kasus yang paling serius antara dua negara” selama ini dan kasus ini bisa menimbulkan “konflik-konflik yang lebih serius”.
Di New Delhi, journalis India, Dipanjan Roy Chaudhury dalam artikel yang dimuat di “Koran Ekonomi”, pada Rabu (7 Mei), juga beranggapan bahwa Tiongkok yang membawa anjungan pengeboran minyak ke wilayah laut Vietnam bertujuan memberikan tekanan. Dia menunjukkan bahwa apa yang disebutkan sebagai “klaim kedaulatan Tiongkok” ini telah menghadapi kecaman yang luas dari komunitas internasional dan menjadi satu halangan bagi upaya menangani sengketa di kawasan, dan jelas bahwa Beijing kekurangan bukti hukum internasional serta menjungkir-balikkan hukum internasional, diantaranya ada UNCLOS tahun 1982.
Pada Jumat pagi (9 Mei), fihak Jepang sekali lagi menegaskan bahwa negara-negara ini menganggap semua tindakan eksplorasi migas yang dilakukan Tiongkok di kawasan-kawasan yang dipersengketakan di Laut Timur sebagai “tindakan yang provokatif” terhadap keamanan di kawasan, bersamaan itu menekankan bahwa Beijing perlu memberikan penjelasan kepada Vietnam dan komunitas internasional tentang semua aktivitas maritim negara ini yang semakin meningkat di Laut Timur. Menteri Luar Negeri (Menlu) Jepang, Fumio Kishida beranggapan bahwa Beijing perlu menjelaskan bukti-bukti dan detail aktivitas-aktivitas itu kepada Vietnam dan komunitas internasional. Dia menunjukkan bahwa perdamaian dan kestabilan di Laut Timur merupakan masalah bersama komunitas internasional dan semua sengketa perlu ditangani secara damai melalui dialog.
Pada hari yang sama, Kantor media massa dan pers Jepang terus memuat banyak berita dan artikel tentang ketegangan sekarang di Laut Timur, diantaranya ada banyak koran yang memberikan pertanyaan tentang sifat nyata yang dikeluarkan oleh fihak Tiongkok dalam jumpa pers pada Kamis (9 Mei) di Beijing. Kantor berita Jiji beranggapan bahwa Tiongkok telah tidak mengeluarkan bukti jelas seperti foto-foto yang sudah diumumkan oleh Vietnam tentang tabrakan kapal dan Tiongkok juga tidak mau menyinggung secara terinci tentang jumlah kapal negara ini yang dikerahkan ke tempat kejadian.
Kantor Berita Kyodo juga memberikan pertanyaan tentang pendirian Tiongkok ketika negara ini tidak bisa mengedepankan foto-foto sebagai bukti-bukti pada jumpa pers. Sementara itu, Koran Tokyo beranggapan bahwa anjungan pengeboran minyak Haiyang 981 baru mulai digunakan pada tahun 2012, oleh karena itu, pernyataan perusahaan permigasan Tiongkok yang memberitahukan bahwa pekerjaan eksplorasi migas di kawasan ini telah dilaksanakan 10 tahun lalu adalah tidak cukup persuasif. Juga pada hari yang sama, Koran Sankei memuat artikel dengan judul: “Tiongkok dan Laut Timur : apakah menggunakan kekuatan untuk mengubah status quo”, diantaranya menekankan bahwa upaya mengubah status quo dengan kekuatan merupakan tindakan yang tidak bisa diterima. Menurut koran ini, ketegangan bereskalasi karena Kode Etik tentang cara berperilaku dari semua fihak di Laut Timur tidak dikongkritkan diakibatkan tindakan negatif dari fihak Tiongkok./.