(VOVWORLD) - Pernyataan tersebut dikeluarkan panglima militer Sudan, Jenderal Abdel Fattah Burhan pada Jumat (21 April). Gerak gerik ini dianggap sebagai upaya mencari dukungan dari komunitas internasional dalam rangka pertempuran dengan Pasukan Pendukung Cepat (RSF).
Pertempuran terjadi di Ibukota Khartoum (Foto : AFP/VNA) |
Jenderal Burhan berjanji tentara akan "membela keamanan dan penyatuan negara" dan memastikan proses "transformasi yang aman ke pemerintahan sipil" di Sudan.
Sebelumnya, baik tentara maupun RSF menyepakati gencatan senjata selama 3 hari, mulai 21 April, untuk memfasilitasi rakyat Sudan merayakan Idul Fitri. Namun, tembakan masih terdengar di ibu kota Khartoum. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa kekerasan di Sudan telah menewaskan lebih dari 400 orang dan melukai lebih dari 3.500 orang yang lain. Menteri Kesehatan Sudan Haitham Mohamed Ibrahim mengatakan sekitar 60 orang tewas dan lebih dari 200 terluka pada hari pertama Idul Fitri di Sudan.
Dalam perkembangan terkait, Uni Eropa (EU) mengatakan berencana untuk mengevakuasi warga dari Khartoum jika situasi keamanan dibolehkan. Menurut seorang pejabat senior EU, blok tersebut dan tujuh negara anggota dalam misi di Sudan, termasuk Prancis, Jerman, dan Italia, sedang mencari cara untuk mengevakuasi sekitar 1.500 warga EU dari Khartoum melalui jalan darat karena bandara di sini sudah ditutup.