(VOVWORLD) - Berbagai masjid dengan arsitektur kuno yang penuh daya tarik merupakan tempat dimana para pria dewasa dan pemuda melakukan ibadah lima kali sehari. Sedangkan wanita etnis minoritas Cham merupakan perajin tenun. Laksana festival yang penuh warna, aneka ragam dan kaya akan budaya dan spiritual, telah menjadi ciri khas kehidupan di desa berwarga etnis minoritas Cham di Provinsi An Giang, Vietnam Selatan.
Panorama Desa Cham (Foto: VOV) |
Di Provinsi An Giang, Desa Cham berlokasi di sepanjang dua tepian dan cabang-cabang sungai Hau dengan rumah panggung kayu yang sangat unik. Puluhan masjid tampak menonjol dengan arsitektur kubah yang melengkung, dengan menara yang menjulang di empat sudutnya. Salah satu yang paling terkenal dan menarik adalah Masjid Mubarak. Masjid ini pada 2011 dinobatkan sebagai Situs Peninggalan Sejarah Nasional dari segi arsitekturnya. Kehidupan spiritual, kepercayaan, dan keagamaan khas etnis minoritas Cham, semuanya berkiblat ke masjid ini, seperti halnya melakukan ibadah.
Sekarang masjid ini juga menjadi tempat berlangsungnya aktivitas-aktivitas warga sehari-hari, serta menyosialisasikan kebijakan dan hukum Partai dan Negara kepada umat Islam setiap Sabtu. So Ro Les, Kepala Kantor Etnis Kecamatan Tan Chau, Provinsi An Giang mengatakan:
“Setiap Sabtu umat Islam berkumpul di masjid ini untuk bersama dengan para ustad mempelajari agama Islam, menasehati umat Islam agar menaati ketentuan agama, hukum, dan melaksanakan gaya hidup yang berbudaya”.
Ciri khas dalam budaya Cham di Provinsi An Giang juga dimanifestasikan melalui bahasanya sendiri. Untuk mengkonservasikan budaya, bahasa dan hurufnya, sekarang hampir semua masjid membuka kursus mengaji. Haji Abdolhamid, Wakil Kepala Masjid Azhar, Dukuh Chau Giang, Kecamatan Chau Phong menjelaskan:
“Pertama-tama membantu anak-anak belajar Qu’ran dan cara melakukan ibadah. Yang lebih penting ialah menjaga identitas budaya warga etnis Cham. Sebagai warga Cham, mereka harus tahu cara berbicara dan menulis dalam bahasa Cham”.
Setiap tahun, warga etnis Cham di Provinsi An Giang mengadakan tiga hari raya, yaitu: Festival Roja atau Hari Raya Haji, Bulan Ramadhan, dan Acara Maulid Nabi Muhammad. Di Bulan Ramadhan, warga kembali ke kampung halaman mereka untuk melaksanakan ritual agama. 70 hari setelah Bulan Ramadhan berakhir, warga etnis Cham memasuki Festival Roja atau Hari Raya Haji, yang juga Hari Raya Tahun Baru Tradisional mereka. Di semua masjid, dilakukan penyembelihan kambing dan sapi sebagai perayaan setelah satu tahun bekerja dengan susah payah. Ini juga merupakan waktu dimana aktivitas-aktivitas budaya dan spiritual warga etnis Cham berlangsung paling meriah.
Satu ciri khas lain, para pria dan wanita berbusana sarung. Kaum pria juga mengenakan kopiah, sedangkan kaum wanita memakai penutup kepala yang bernama Matora atau Khanhmaom. Citra gadis warga etnis minoritas Cham dalam busana tradisional di samping alat penenun tidak hanya memanifestasikan identitas kebudayaan yang unik, melainkan juga menjadi sorotan khas dan lembut akan perempuan Cham di Provinsi An Giang. Ro Mak, seorang penenun di Desa Cham Chau Phong, Kotamadya Tan Chau, Provinsi An Giang mengungkapkan:
“Meskipun pekerjaan ini dilakukan dengan susah payah, tetapi saya merasa sangat gembira, karena ini merupakan kerajinan tradisional. Saya ingin melestarikan kerajinan ini. Di sini, kami menenun tiga jenis produk dan membeli beberapa jenis produk dari tempat lain untuk dijual kepada para wisatawan serta warga desa”.
Sekarang ini, masjid-masjid dengan arsitektur yang penuh daya tarik beserta ciri-ciri budaya khasnya, serta kerajinan tenun tradisional karya warga etnis minoritas Cham, berkontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan jumlah wisatawan dalam dan luar negeri. Mengantisipasi kecenderungan ini, warga etnis Cham pun aktif menjual jasa untuk memperkenalkan nilai-nilai budaya etniknya kepada wisatawan.