(VOVworld) - Ketika datang ke Moc Chau, selain bertamasya dan menikmati pemandangan alam, para turis bisa memilih perjalanan menguak tabir tentang dukuh-dukuh dan mencari tahu tentang kehidupan warga etnis-etnis minoritas seperti Mong dan Thai di daerah ini. Jalan yang menuju ke dukuh Chieng Di, kecamatan Chieng Yen, kabupaten Van Ho meski kecil, tapi mengesankan olehadanya kebun pohon persik tua. Rumah-rumah kuno dari kayu dengan warna abu-abu terletak tersembul-sembul di tengah-tengah kebun bunga persik yang merah muda. Datanglah ke dukuh Chieng Di untuk menguak tabir tentang keindahan dan merasakan kehidupan warga etnis Mong di daerah ini
Untuk memandangi bunga plum, Anda datang ke Moc Chau
pada hari-hari akhir tahun atau awal tahun baru
(Foto: dulich24.com.vn)
Jalan yang menuju ke dukuh Chieng Di tidak cukup lebar bagi mobil untuk mengangkut para turis sampai di tempat. Mobil harus berhenti di awal dukuh, para turis lambat-lambat berjalan kaki di jalan tikus untuk bisa masuk dalam ke dukuh. Di sepanjang dua tepian jalan ialah kebun-kebun pohon persik tua mulai mekar, menandai tibanya musim semi, sehingga membuat para turis merasa antusias di hati mereka. Saudari Vu Thuy, seorang turis asal kota Hanoi memberitahukan: “Jalan dari kota Hanoi ke daerah ini tidak terlalu jauh. Ketika saya menapakkan kaki di dukuh ini, kelihatan daerah ini masih menjaga aspek-aspek primitif. Karena itu, saya merasakan bahwa kehidupan warga sungguh-sungguh interesan dan aneh”.
Ketika masuk dalam dukuh Chieng Di, para turis kalau singgah semua rumah warga juga dijemput secara hangat. Rombongan-rombongan turis biasanya diantar ke rumah milik bapak Vang A Chu, sesepuh desa Chieng Di. Di rumah tradisional dari kayu dari warga etnis Mong ini, para turis akan diperkenalkan tentang aktivitas kehidupan warga etnis Mong, makanan khas atau rumah tradisional yang sedang mereka mukim.
Vang A Chu mempersilahkan tamu makan makanan Men Men dan minum
miras dari jagung
Suara terbahak-bahak yang keluar dari rumah dari kayu milik bapak Vang A Chu seolah-olah mengusirkan keheranan para turis di kota yang untuk pertama kalinya datang ke daerah ini. Semua turis disambut dengan khidmat warga etnis Mong seperti tamu agung.
Sudah terbiasa dengan gedung-gedung bersusun, banyak turis tidak bisa tidak merasa heran ketika melihat warga di daerah ini hidup ramai di rumah-rumah sederhana dari kayu, tidak ada perkakas modern. Semakin lebih mengherankan ketika para turis bisa menyaksikan aktivitas-aktivitas kehidupan yang lugas, tapi penuh dengan perasaan warga etnis di daerah ini. Saudari Vu Thuy memberitahukan: “Saya suka datang langsung ke rumah di daerah ini untuk mengalami sendiri aktivitas kehidupan warga dan melihat mereka melakukan usaha ladang dan memasak makanan untuk saya. Ketika datang ke daerah ini, semua perabot rumah akan diketahui oleh para turis ketika mengunjungi rumah ini”.
Para turis suka menggiling jagung
Di setiap beranda rumah milik warga etnis Mong di dukuh Chieng Di, ada alat penggiling jagung. Jagung merupakan jenis pohon pokok di daerah ini sekaligus juga merupakan makanan utama. Sekarang, warga etnis Mong makan nasi, jadi tidak makan Men Men - satu makanan yang dibuat dari bubuk jagung diasapkan, tapi alat-alat penggiling tetap digunakan setiap hari untuk menggilingkan jagung sebagai pakan ternak besar dan unggas. Untuk pertama kali mengendalikan alat penggiling, saudari Thanh Tam memberitahukan: “Pada permulaannya, saya berfikir tidak sulit mengendalikan alat penggiling, tapi ketika sudah dilakukan, baru sulit. Saya merasa interesan karena telah mengalami pengalaman tentang aktivitas kehidupan warga daerah ini. Ini untuk pertama kalinya bisa merasakan hal-hal seperti itu dan sangat suka”.
Setiap kali para turis datang, warga etnis Mong memasak makanan untuk mempersilahkan tamu. Melalui makanan Men Men ini, warga etnis Mong ingin memperkenalkan identitas budaya dari etnisnya. Meski makanan Men Men tidak mudah makan, tapi mayoritas turis menyukai makanan ini.
Dengan perasaan berat berpisah dengan para turis
Meninggalkan dukuh Chieng Di, dengan suara tawanya yang akrab, pandangan matanya yang hangat atau makanan Men Men, cangkir miras dengan perasaan warga daerah ini membekas pada hati para tusis dengan rasa simpatik Sekali datang ke dukuh Chieng Di juga cukup bagi para turis untuk merasa santai, melupakan semua kesedihan dan penghitungan dalam kehidupan sehari-hari dan lebih mencintai kehidupan.