(VOVworld) - Ibukota kuno Yogyakarta di Indonesia adalah kota pusat kesenian, kebudayaan dan kepercayaan di kawasan pulau Jawa dengan banyak situs peninggalan sejarah dan kebudayaan kuno. Salah satu diantara situs-situs peningggalan itu ialah kompleks candi Prambanan – tempat pemujaan agama Hindu yang paling besar di Asia Tenggara dan telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia pada tahun 1991. Meskipun terjadi banyak gempa bumi di kawasan ini yang telah menimbulkan kerusakan terhadap sebagian besar kompleks candi ini, tapi nilai arsitektur dan kebudayaan Prambanan sekarang tetap merupakan satu zona situs peninggalan yang dikenal banyak orang.
Kawasan candi Prambanan terletak di kompleks taman bunga Prambanan yang luas, jauhnya kira-kira 18 Km dari ibukota kuno Yogyakarta di arah Timur. Prambanan berada di ketinggian 154 meter dari permukaan air laut. Hal yang paling mencuat dari candi-candi di sini ialah bangunan-nya yang tinggi dan banyak menara tajam menjulang tinggi, ciri yang tipikal dalam arsitektur candi-candi agama Hindu. Hampir semua dinding Candi dirakit dengan gambar-gambar ukiran yang halus yang mengisahkan cerita-cerita dewa-dewi atau wiracarita Ramayana dan legenda-legenda lain.
Dibangun dari batu dari abad ke-8 sampai abad ke-10, kompleks candi ini terdiri dari 8 candi pokok dan 240 candi yang lebih kecil yang menciptakan bentuk persegi yang menyelubungi sekitar. Sampai abad ke-16, terjadi satu gempa bumi besar telah membuat sebagian hampir semua candi runtuh, hanya tinggal 10 candi saja. Batu-batu yang hitam masih berserakan di jalan yang masuk ke candi pokok sekarang adalah peninggalan candi-candi yang runtuh ini. Setelah beberapa abad terlupakan, pada 1930, kompleks candi ini dipugar secara sistimatis dengan bantuan komunitas internasional. Pada tahun 2006, satu gempa bumi dengan kekuatan 6,3 derajat pada skala Richter terus merusak candi-candi ini. Setelah gempa bumi ini, satu proyek pemugaran kompleks candi Prambanan dilaksanakan secara serius dan cepat. 6 tahun kemudian, 3 candi pokok yaitu Brahma, Syiwa dan Wisnu selesai dibangun kembali dan candi Syiwa – candi asli dalam kompleks candi Prambanan yang tingginya 47 meter telah dibuka lagi untuk menyambut kedatangan wisatawan.
Tidak enggan-enggan menghadapi suhu 36 Celsius derajat, para wisatawan Asia dan Eropa tetap suka menguak tabir candi-candi ini. Saudara Peter Salt- seorang wisatawan Belanda memberitahukan: “Prambanan adalah satu kompleks situs peninggalan yang indah, ruangnya luas dan suasananya tenteram. Saya menonton dan mendengar tentang kompleks candi melalui buku dan radio, tapi ketika datang ke sini dan dengan mata kepala sendiri menyaksikan kerusakan Prambanan akibat gempa bumi, saya sangat merasa syang dan berharap supaya dengan upaya Pemerintah dan rakyat Indonesia, kompleks candi ini akan cepat sepenuhnya dipulihkan”.
Barisan panjang wisatawan yang sedang menunggu giliranya untuk mengunjungi kompleks candi merasa heran ketika mendengar ada pemeritahuan harus memakai helm. Untuk memperjelas hal ini, saudara Pufek, seorang personel yang langsung bekerja di candi Syiwa memberitahukan: “Candi Syiwa ini dibuka kembali pada 7 Oktober 2012, sedangkan candi-candi di sekitarnya sedang berada dalam proses penyelesaian. Oleh karena itu, untuk menjamin keselamatan, wisatawan ketika mengunjungi candi ini semuanya harus memakai helm. Penggunaan helm ini tidak hanya merupakan langkah menjamin keselamatan wisatawan saja, melainkan juga merupakan langkah untuk menghitungkan dan membatasi jumlah wisatawan ketika masuk ke candi ini. Setiap kali, hanya ada 50 orang yang dibolehkan mengunjungi candi. Jumlah helm ini membantu memperhitungkan secara cepat dan ilmiah jumlah wisatawan yang mengunjungi candi ini”.
Satu hal yang patut dikatakan ialah semua wisatawan sebelum mengunjungi candi diberi satu kain Batik dan diajari cara memakai sarung. Hong Phuoc, mahasiswi Vietnam yang sedang kuliah di Universitas UGM Yogyakarta dengan sarung putih–kuning yang telah dipakai sarung secara sempurna di sekeliling pinggangnya ramping yang mengenakan sarung untuk teman wanita Filipina memberitahukan: “Saya tahu bahwa para wisatawan yang harus memakai sarung ketika masuk ke Candi ini bertujuan untuk mempertahankan adat istiadat dan kebiasaan rakyat Indonesia, yaitu menghormati nenek moyang sambil memperkuat kekhidmatan ketika mengunjungi candi. Saya sangat menyukai hal ini”.
Setelah mengunjungi kompleks candi Prambanan,wisatawan bisa memandangi kekilauan dari bermacam tari klasik istana kerajaan Jawa pada malam hari di puluhan panggung di sekitar kompleks candi ini.
Para gadis Yogyakarta dalam busana tradisional yang berkilau-kilau dengan sepasang mata berbinar-binar, senyuman akrab, tangannya yang meliuk-liuk dalam tari-tarian klasik telah menyerap kedatangan wisatawan. Bersamaan dengan arsitektur yang unik dari kompleks candi Prambanan, bermacam-macam tari-tarian klasik Jawa ini memperkuat keatraktifan satu destinasi yang tidak bisa kurang dalam paket-paket wisata di ibukota kuno Yogyakarta - Indonesia./.