(VOVWORLD) - Keluarnya Amerika Serikat (AS) dari Organisasi Perdagangan Sedunia (WTO) sekali lagi diungkapkan kembali oleh Presiden Donald Trump ketika berbicara dalam kampanye di kalangan pemilih di Negara Bagian Pennsylvania pada Selasa (13 Agustus). Ini bukan untuk pertama kalinya Boss Gedung Putih menyampaikan pernyataan tersebut pada latar belakang perang dagang AS-Tiongkok belum selesai, kontradiksi dalam hubungan dagang Jepang-Republik Korea belum ada orientasi untuk dipecahkan, maka pernyataan Presiden Donald Trump membuat opini umum merasa khawatir.
Ancaman AS mau keluar dari WTO pernah diajukan oleh Donald Trump segera setelah berkuasa pada awal tahun 2017. Pada waktu itu, Boss Gedung Putih itu menyatakan kekecewaan tentang WTO-Badan yang membuat semua standar dan prinsip koordinasi untuk perjanjian-perjanjian perdagangan internasional dan dianggap sebagai mediator untuk memecahkan semua sengketa dagang. Dalam waktu masih menjadi calon presiden, Donald Trump mencela WTO sebagai “musibah” dan menganggap bahwa AS telah diperlakukan secara tidak setara dalam semua sengketa perdagangan di WTO.
Sebab yang sebenarnya.
Pemimpin AS menekankan bahwa AS akan tidak memerlukan WTO kalau organisasi ini tidak berhasil memecahkan celah-celah hukum sehingga beberapa negara mendapat kepentingan-kepentingan tertentu. Menurut Presiden Donald Trump, beberapa negara kaya di dunia sedang dianggap sebagai “negara-negara sedang berkembang” dan mendapat keuntungan dari kebijak-kebijakan WTO. Keuntungan-keuntungan ini meliputi adanya keuntungan tentang prosedur dalam memecahkan sengketa, memangkas tarif di tarap lebih rendah dan kemampuan menjaga subsidi ekspor dan mengeluarkan komitmen-komitmen yang lebih lemah dalam perundingan. Lebih-lebih lagi, semua ketentuan WTO telah “memeras” tenaga AS pada beberapa tahun ini dan hal itu akan tidak berlangsung lagi. Menurut hemat dia, WTO dibentuk untuk memberikan kepentingan kepada semua negara, kecuali AS dan Washington telah kalah dalam hampir semua gugatan di organisasi ini.
Pada saat berseru supaya melakukan reformasi terhadap semua ketentuan WTO, perihal AS tidak menggangkat para hakim baru untuk Badan Konsultasi dari organisasi ini dalam memecahkan sengketa untuk menjadi arbiter pada semua sengketa telah membuat sistem ini menghadapi bahaya menghentikan kegiantan pada akhir tahun ini.
Namun, menurut kalangan pengamat, sebab yang sebenarnya membuat Presiden Donald Trump tidak akrab dengan WTO karena dia selalu senang pada proteksionisme perdagangan dan selalu menganggap bahwa proteksionisme perdagangan, jadi bukan perdagangan bebas baru yang paling menguntungkan negeri AS. Pandangan dan pemahaman ini bertentangan dengan pedoman dan tujuan kegiatan WTO. Menjadi anggota WTO, AS harus menaati prinsip-prinsip bersama dari organisasi ini yaitu AS tidak bisa semaunya sendiri menimbulkan kerugian terhadap kepentingan dari semua anggota lain dan juga tidak dihindari kalau anggota-anggota lain menggunakan prinsip-prinsip dari organisasi ini untuk menentang AS.
Akibatnya.
Menurut kalangan pengamat, sebagai perekonomian yang terbesar di dunia, jelaslah AS memainkan peranan kunci terhadap eksistensi WTO dan keluarnya negara ini dari organisasi ini akan menciptakan akibat-akibat yang sangat besar. Kalau memangkas ikatan-ikatan terhadap WTO, AS bisa menaikkan tarif secara “sembarangan” dan memaksa negara-negara lain memberikan reaksi-reaksi lagi. Akibatnya ialah satu krisis global akan terbentuk. Selain itu AS bisa keluar WTO dan menimbulkan tekanan terhadap negara-negara lain yang melakukan gerak-gerik yang sama atau tidak menghormati prinsip-prinsip dari organisasi ini.
Terhadap AS, tidak menjadi anggota WTO lagi berarti perekonomian nomor satu di dunia (termasuk perusahaan-perusahaan di dalam negeri) akan menghadapi banyak masalah yang tidak menguntungkan. Dalam situasi ini, negara-negara anggota WTO yang lain bisa meningkatkan tarif impor terhadap barang dagangan AS, menerapkan tuntutan-tuntutan sehingga membuat perusahaan-perusahaan ini sulit bersaing di pasar global. Selain itu, AS juga akan tidak punya kemampuan menangani perilaku-perilaku perdagangan yang tidak setara berdasarkan pada sistim penanganan sengketa dari WTO. Menurut hemat Rufus Yerxa, mantan Wakil Direktur Jenderal WTO, AS akan terisolasi dalam perekonomian dunia kalau keluar dari WTO.
Dianggap sebagai “Perserikatan Bangsa-Bangsa” tentang perdagangan global, WTO lahir pada tahun 1995, dengan missi menciptakan syarat yang kondusif bagi perdagangan bebas dan setara. Oleh karena itu, sikap keras dari Presiden Donald Trump menunjukkan bahwa Washington semakin memperkokoh kebijakan proteksi dagang. Hal ini juga menjadi tantangan yang dihadapi oleh WTO sendiri kalau organisasi ini ingin mempertahankan peranan dan kekuatan-nya dalam hubungan perdagangan global.