(VOVworld) - Amerika Serikat (AS) sedang menghadapi satu saat penting, menjanjikan akan membuka satu bab baru karena setelah pemilu hari Selasa (8 November), “negeri bendera dan bunga” akan punya seorang presiden baru, pemimpin ke-45 Gedung Putih. AS akan menyambut seorang Presiden perempuan yang pertama dalam sejarah, capres dari Partai Demokrat Hillary Clinton atau seorang wirausaha, miliarder Donald Trump, capres dari Partai Republik. Masalah ini akan mendapat jawaban setelah hasil pemungutan suara pendahuluan.
Para personel musiman untuk pekerjaan pemilu menyiapkan kotak suara dan suara di Renton, Washington
(Foto: Reuters)
Pemilihan umum presiden (pilpres) kali ini dianggap paling dramatis dalam sejarah perpolitikan AS. Karena, AS untuk pertama kalinya punya capres yang hampir-hampir bertentangan tentang pandangan-pandangan dan kebijakan domestik dan luar negeri. Bukan hanya begitu saja, kedua capres ini mengalami beberapa tuduhan yang bersangkutan dengan skandal pribadi.
Hillary Clinton-Donald Trump: Dua warna yang bertentangan.
Bisa dilihat bahwa semakin mendekati hari pilpres, selisih prosentase pendukung kedua capres semakin menyempit. Hal itu menunjukkan bahwa tidak ada capres yang menunjukkan keunggulan yang menonjol.
Hillary Clinton melambai-lambaikan tangan kepada para pendukung di Allendale, Michigan
(Foto: Reuters)
Sebagai capres dari Partai Demokrat yang sekaligus adalah seorang mantan politikus yang pernah memegang jabatan sebagai Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton selalu konsisten berhaluan akan terus menjalankan kebijakan memimpin dari Pemerintah pimpinan Presiden Barack Obama dalam semua kampanye pemilu sepeti memperkuat kontrol terhadap senjata, memperluas program merawat kesehatan seluruh rakyat (Obamacare), membela komunitas orang Islam migran dengan seruan untuk melakukan reformasi terhadap Undang-Undang tentang Imigrasi,diantaranya ada peta jalan memberikan hak kewarganegaraan kepada orang-orang yang sedang hidup di AS secara ilegal, bersamaan itu mendukung soal tidak mengusir jutaan orang migran ilegal. Di bidang diplomatik, sebagai seorang diplomat yang berpengalaman, Hillary Clinton berhaluan memperkuat hubungan dengan semua negara sekutu lama dan menggalang hubungan-hubungan baru. Menurut dia, soal memperluas dan memperdalam komitmen-komitmen internasional adalah cara sebaik-baiknya untuk membela kepentingan berjangka panjang dan meningkatkan posisi AS di gelanggang internasional.
Donald Trump memberikan orasi dalam kampanye pemilu di Raleigh, North Carolina.
(Foto: Reuters)
Sementara itu, miliarder Donald Trump dengan pernyataan-pernyataan yang menimbulkan “kejutan” ketika menegaskan langkah-langkah seperti menaikkan pajak terhadap lapisan orang kaya untuk menjamin jaring pengaman sosial, melakukan investasi pada pendidikan dan kesehatan demi kepentingan berjangka panjang, bersamaan itu dia menuntut kepada semua negara sekutu supaya membayar uang kepada AS untuk menjamin keamanan. Dalam masalah migran, Donald Trumps tetap membela pandangan pemulangan migran ilegal, membangun tembok keamanan di sepanjang perbatasan dengan Meksiko. Sebagai seorang miliader, Donald Trump menegaskan prtioritas papan atas yalah mengembangkan ekonomi, membawa negara Amerika Serikat yang kuat kembali dengan kebijakan-kebijakan, misal-nya mlakukan proteksi perdagangan, menolak perdagangan bebas bersama dengan perjanjian - perjanjian perdagangan yang sekarang ada, menyatakan akan mengadakan perundingan kembali semua pasal dalam Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) dan memarik diri dari Traktat Kemitraan Trans Pafisik (TPP), menghaopuskan 70% ketentuan federal, memangkas tarif badan usaha menjadi hanya tinggal 15%.
Perbedaan tentang pandangan alam melaksanakan kebijakan antara dua capres itu telah membuat kampanye pemilihan Presiden AS tahun ini berlangsung secara sengit dan sulit diduga.
Upaya merebut suara elektor
Terhitung sampai saat ini, ada kira-kira 40 juta pemilih AS yang telah memberikan suara lebih dini dan semua jajak pendapat menunjukkan ada selisih yang berarti antara dua capres. Jadi, semua perhatian akan terfokus pada aktivitas-aktivitas pemilihan di semua negara bagian yang belum ada hasil yang jelas, misalnya Florida, Maine, Nebraska, New Hampshire, North Carolina, Ohio, Utah dan lan-lain dengan jumlah total 94 suara elektor. Ini adalah beberapa negara bagian yang mempunyai jumlah elektor besar dan bisa menimbulkan pengaruh terhadap hasil terakhir. Hasil jajak pendapat terakhir yang dikeluarkan dan diumumkan Reuters/Ipsos pada Senin sore (7 November) menunjukkan bahwa prosentase elektabilitas Hillary Clinton sedang untuk sementara mengungguli Donald Trump pada tarap 45% terbanding dengan 42% dan direncanakan merebut 303 diantara 270 suara elektor yang diperlukan ada untuk bisa mencapai kemenangan, sedangkan jumlah suara elektor yang direbut Donald Trump hanya sebanyak 235 suara saja. Untuk bisa terpilih, Donald Trump perlu mencapai kemenangan di hampir semua negara bagian, misalnya Florida, Michigan, North Carolina, Ohio dan Pennsylvania-tempat di mana Hillary Clinton sedang unggu; dengan kira-kira 3 poin. Capres dari Partai Republik hanya kalah di dua diantara tiga negara bagian, misalnya Florida, Michigan dan Pennsylvania saja, maka hasil-nya akan miring ke fihak Hillary Clinton.
Bersamaan itu, Donald Trump juga harus menjaga keunggulan di negara bagian tradisional Aiona dari Partai Republik-tempat dimana dua capres sedang saling kejar-mengejar. North Carolina - salah satu negara bagian pertama yang mengumumkan hasil pemilu pada Selasa malam (8 November) bisa memberikan basis data perbandingan penting untuk hasil final. Hasil pemungutan suara lebih dini yang diadakan di negara bagian ini menunjukkan bahwa Donald Trump sekarang ini hanya lebih unggul satu poin terbanding dengan Hillary Clinton dengan prosentase 47% terbanding dengan 46%. Negara bagian Florida, dengan 29 suara delegate. Kalau Hillary Clinton mencapai kemenangan di negara bagian ini, dia hanya perlu unggul di salah satu diantara tiga negara bagian, yaitu Ohio, Michigan dan Pennsylvania saja, maka dia akan menglahkan lawannya.
Dengan situasi sekarang ini, kedua capres mempunyai kesempatan mencapai kemenangan dalam perlombaan masuk Gedung Putih dan semua prakiraan akan menjadi lebih jelas setelah ada hasil pemungutan pendahuluan.
Upaya keras sampai ke final.
Sampai saat ini, semua negara bagian di seluruh AS telah melakukan pemungutan suara. Pada saat mengumumkan hasil tiga negara bagian pertama yang melakukan penghitungan Trump mengungguli Hillary Clinton. Namun, hanya beberapa jam setelah melakukan penghitungan suara, 7 negara bagian mengumumkan hasil yang menunjukkan: prosenstase yang kejar-mengejar antara dua capres dengan keunggulan miring ke pihak Hillary Clinton.
Hal ini juga sesuai dengan beberapa jajak pendapat sebelumnya, tidak ada selisih yang berarti antara dua capres. Jadi semua perhatian berkonsentrasi pada aktivitas pemilihan di beberapa negara bagian seperti Florida, Maine, Nebraska, New Hampsphire, North Carolina, Ohio, Utah dan lain-lain dengan total 94 suara elektor. Ini merupakan negara-negara bagian yang punya jumlah pemilih besar dan bisa menimbulkan pengaruh terhadap hasil terakhir. Hasil pemilihan-pemilihan direncanakan akan mulai diumumkan menurut setiap negara bagian yang telah mengakhiri pemungutan suara pada Rabu (9 November). Siapa yang akan menjadi pemimpin Gedung Putih sedang berangsur-angsur tersingkap.