(VOVworld) - Ibukota Bangkok (Thailand) pada hari-hari akhir-akhir ini terguncang oleh dua ledakan bom berturut-turut dengan angka korban yang tinggi. Ini dianggap sebagai instabilitas yang paling serius di Thailand dalam waktu dua tahun belakangan ini. Pekerjaan investigasi yang dijalankan dan usaha mencari pelaku utama kejahatan ini sedang berlangsung dengan giat, akan tetapi oponi umum mengajukan pertanyaan bahwa apakah semua instabilitas ini bersangkutan dengan perkembangan dan perubahan di gelanggang politik Thailand akhir-akhir ini atau tidak?
Belum sampai sehari setelah serangan bom yang mengerikan di Kuil Erawan menewaskan 22 warga dan melukai kira-kira 120 orang lain, pada 18 Agustus Bangkok (Ibukota Thailand) terguncang lagi oleh satu ledakan baru di dermaga Sathorn, tempat yang menghubungkan semua kapal di atas sungai Chao Phraya dan ada sangat banyak wisatawan. Ini bukan untuk pertama kalinya, di Thailand terjadi serangan bom. Namun, kalau ditinjau dari sifat dan skala dari serangan-serangan bom itu, kasus ini mengandung banyak hal yang sepenuhnya berbeda. Pertama-tama, waktu dan lokasi serangan bom telah dipertimbangkan secara teliti, zat ledak yang digunakan adalah zat ledak spesialis dengan tujuan menimbulkan cedera dan kematian yang tinggi, khususnya kasus tersebut terjadi pada waktu di gelanggang politik Thailand sedang mengalami perubahan - perubahan. Jelas-lah bahwa serangan - serangan bom itu mengandung motivasi politik, menimbulkan kepanikan di kalangan masyarakat dan berpengaruh secara negatif terhadap pariwisata - cabang ekonomi andalan Thailand.
Kontradiksi faksional tetap m,endominasi gelanggang politik Thailand
Lebih dari setahun lalu sejak Pemerintahan militer pimpinan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha naik memegang kekuasaan, pada umumnya, situasi keamanan, politik di Thailand relatif stabil. Namun pada masa belekangan ini, mulai muncul indikasi-indikasi instabilitas yang patut mencemaskan. Yang pertama yalah lahirnya naskah Rancangan Undang-Undang Dasar yang baru, diantaranya ada banyak isi yang kontroversial. Rancangan Undang-Undang ini baru saja diselesaikan pada pertengahan bulan April 2015 dan sedang didorong untuk diesahkan oleh Pemerintahan militer pimpinan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha.
Satu hal yang patut diperhatikan dalam rancangan ini dan yang dianggap sebagai kuncinya kontradiksi ialah Pemerintah bisa menggunakan beberapa langkah kuat dalam kasus-kasus mendesak. Rekomendasi ini telah ditentang keras oleh kekuatan-kekuatan oposisi di Thailand. Pada pekan lalu, mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra yang sedang hidup migran di luar negeri telah mengirim imbauan supaya memboikot rancangan Undang-Undang Dasar yang baru kepada para pendukungnya melalui jejaring sosial. Menurut rencana pada September mendatang, Dewan Reformasi Nasional Thailand akan memberikan suara untuk mengesahkan rancangan Undang-Undang Dasar ini dan jika diesahkan, naskah ini akan direferendumkan pada Januari tahun 2016. Jika mendapat lebih dari 50 persen jumlah suara dukungan, maka Undang-Undang ini dengan resmi menjadi efektif.
Pada kenyataan-nya, Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha pada waktu lalu juga menerapkan serentetan kebijakan yang keras. Ada ratusan orang dari kekuatan oposisi yang telah ditangkap dalam semua perhimpunan orang untuk menentang Pemerintah. Selama beberapa bulan belakangan ini, ketegangan-ketegangan telah meningkat ke satu tingkat ketika Pemerintah militer pimpinan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha menyatakan: Pemilihan umum pada tahun 2017 akan tidak berlangsung. Tentunya orang tetap masih ingat jelas ketika naik memegang kekuasaan, Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha berkomitmen akan cepat membentuk satu pemerintah pilihan rakyat melalui pemilihan umum di seluruh negeri. Oleh karena itu, pernyataan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha untuk tidak menyelenggarakan pemilihanumum telah menimbulkan reaksi keras di kalangan rakyat, terutama kekuatan-kekuatan oposisi di Thailand.
Satu sebab lain yang juga dianggap oleh para analis telah menimbulkan instabilitas-instabilitas serius di Thailand pada waktu yang akan datang, yaitu pengangkatan tokoh-tokoh teras dalam mesin kabinet baru. Sekarang, bahkan dalam internal tentara dan Pemerintah yang berkuasa juga ada banyak kontradiksi. Di samping itu, perekonomian Thailand mengalami kemerosotan drastis. Menurut statistik, pada tahun 2014, perekonomian Thailand mencapai pertumbuhan sebanyak 0,9 persen saja, dan indeks ekonomi pada Juni lalu telah turun sampai tarap yang paling rendah dalam waktu tiga tahun terus-menerus (dari 2011 sampai sekarang). Menurut Pemerintahan pimpinan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, perombakan kabinet akan membantu menyelamatkan perekonomian
Putaran kekerasan baru?
Selama bertahun-tahun ini, Pemerintah Thailand telah berupaya memperbaiki ketidakstabilan situasi. Akan tetapi, semua upaya ini masih belum bisa mendatangkan hasil guna, seperti yang diharapkan dan serangan bom kali ini merupakan satu misal. Jadi, apa alasannya yang membuat Thailand belum bisa menangani ketidakstabilan itu secara tuntas. Menurut kalangan analis, salah satu diantara penyebab-penyebab-nya yang utama yalah perpolitikan Thailand dibina di atas dasar faksionalisme dan kepentingan kelompok. Meskipun Kerajaan Thailand memainkan peranan penting dalam menghimpun persatuan masyarakat, tidak memainkan peranan dalam menyelenggarakan Tanah Air. Menurut UUD Thailand, kekuasaan dipegang oleh Pemerintah. Pada latar belakang Pemerintahan infungsi Thailand sedang berupaya mendorong untuk mengesahkan UUD yang baru dan melakukan pebrmbakan kabinet, justru inilah saat- saat berlangsung-nya kegusaran-kegusaran di kalangan internal masyarakat. Sekarang ini, kalangan otoritas Thailand sedang menemukan alasan dari serangan-serangan bom di atas, tersangka serangan bom tersebut telah ditangkap untuk proses investigasi. Pemerintah pimpinan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha sedang memindahkan arah investigasi menurut arah lebih diperluas lagi. Tidak mengecualikan kemungkinan pada hari-hari mendatang, Pemerintah pimpinan Perdana Menteri Prayuth Chan-Ocha akan melakukan langkah-kangkah yang lebih keras dan sangat mungkin juga Thailand akan terperangkap dalam putaran kekerasan baru .