(VOVworld) - Hari Rabu (13/4), rakyat Suriah memberikan suara untuk memilih Parlemen. Ini merupakan pemilihan umum (pemilu) Parlemen yang ke-2 sejak perang sipil meledak di Suriah dari tahun 2011 sampai sekarang. Pada latar belakang perang sipil di negara Timur Tengah ini telah memasuki tahun ke-5 dan situasi sekarang tetap kacau-balau, pemilu ini membangkitkan kesangsian tentang dampak positif-nya terhadap keamanan dan perekonomian Suriah.
Ilustrasi
(Foto: Middleeasteye)
Pemilu Parlemen dimulai hari Rabu (13/4) pada jam 7.00 pagi waktu setempat dan berakhir pada jam 19.00 pada hari yang sama. Total calon yang berpartisipasi pada pemilu ini ialah 3 ribu orang untuk merebut 250 kursi Parlemen. Komite Pemilu Tertinggi Suriah menegaskan seluruh 7000 tempat pemungutan suara di seluruh wilayah telah disiapkan.
Keamanan dan ekonomi: Dua topik yang menyerap perhatian dari para pemilih.
Ketua Komite Pemilu Tertinggi Suriah, Hisham Al Shaar, pada awal pekan lalu, memberitahukan bahwa warga Suriah di provinsi-provinsi Idlib, Raqqa, Aleppo Deir al-Zour dan banyak provinsi lain bisa memberikan suara di pusat-pusat pemilihan di zona-zona administrasi di Suriah. Di jalan-jalan utama di Damaskus, ibukota Suriah, kelihatan penuh dengan spanduk dan poster untuk melakukan sosialisasi tentang pemilu Parlemen yang diselenggarakan oleh Pemerintah pimpinan Presiden sekarang Bashar al-Assad. Sementara itu, banyak pemilih berharap dengan cepat menegakkan kembali situasi keamanan di dalam negeri pada saat bentrokan di Suriah yang sudah memakan waktu selama 5 tahun ini telah merampas jiwa kira-kira 250 000 orang, bersamaan itu menciptakan satu krisis migran yang paling buruk di dunia selama ini. Oleh karena itu, solusi bagi perang sipil antar-kubu di Suriah dan masalah anti kekuatan yang menamakan diri sebagai «Negara Islam» (IS) merupakan isu yang banyak diungkapkan oleh para calon dalam kampanye pemilihan ini.
Selain itu, perekonomian Suriah yang menderita kerusakan berat dalam perang sipil juga menjadi perhatian besar dari para pemilih. Menurut Presiden Suriah, Bashar al-Assad, bentrokan yang sudah memakan waktu selama 5 tahun ini membuat ekonomi Suriah menderita kerugian kira-kira 200 miliar dolar Amerika Serikat. Angka ini sesuai dengan prakiraan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengatakan bahwa kerusakan materiil kira-kira 90 miliar dolar Amerika Serikatdan sebanyak 169 miliar dolar Amerika Serikat adalah kerugian GDP yang masih sampai belum separo terbanding dengan tarap pada tahun 2011.
Satu persoalan lagi yang juga mendapat perhatian dari para pemilih ialah memperhebat perang anti korupsi untuk memusatkan sumber daya melakukan rekonstruksi Tanah Air. Yang bersangkutan dengan isi ini, para calon mengajukan slogan-slogan seperti «Bersama-sama, tangan bergandengan tangan, kita akan melakukan rekonstruksi di Suriah» atau «Kemuliaan milik kartu-kartu suara».
Apakah pemilu memberikann perdamaian kepada Suriah?
Penyelenggaraan pemilu Parlemen Suriah pernah terbentuk pada reaksi yang kuat dari negara-negara Barat dan kubu oposisi Suriah. Wakil dari kubu oposisi ialah Komite Tertinggi tentang Perundingan mengatakan bahwa Presiden Bashar al-Assad ingin menyelenggarakan pemilu untuk menunda proses perundingan di Jenewa (Swiss). Komite urusan Perundingan tingkat tinggi (HNC), wakil dari persekutuan yang terdiri dari banyak kelompok oposisi di Suriah juga menyebut peristiwa ini sebagai tindakan melanggar Undang-Undang Dasar. Ketika memberikan penilaian tentang pengaruh pemilu ini, Direktor Pusat Keamanan dari Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, Aleksey Arbatov mengatakan bahwa pemilu Parlemen Suriah mungkin akan berpengaruh secara negatif terhadap status gencatan senjata di Suriah. Kubu oposisi mungkin menuduh Bashar al-Assad menyalah-gunakan pemilu ini untuk memperkokoh kekuasaan. Profesor Zeev Khanin dari Universitas Bar-Ilan dari Israel menilai bahwa pemilu ini mungkin berlangsung menurut 2 skenario: Jika pemilu berlangsung secara terbuka, transparan, maka Pemerintah pimpinan Presiden Bashar al-Assad akan tidak memperoleh cukup jumlah suara. Sedangkan, jika pemilu ini belum tetap diselenggarakan menurut prinsip lama, Partai Baath akan terus merebut mayoritas suara. Lebih-lebih lagi, menurut Zeev Khanin, bahkan kalau mengetatkan pekerjaan menjamin keamanan bagi pemilu ini di Suriah, maka ada banyak kemungkinan bahwa serangan-serangan teror terhadap tempat-tempat pemungutan suara tetap akan dilaksanakan oleh IS. Dengan rakyat Suriah, di samping pendapat-pendapat dukungan yang antusias dengan peristiwa ini juga ada tidak sedikit pemilih yang menyatakan ketidak-hangatan. Banyak pemilih menegaskan akan tidak memberikan suara karena tidak ada calon manapun yang cukup memenuhi persyaratan. Bahkan bagi orang-orang yang pernah merupakan legislator, mereka tidak membantu apa bagi rakyat ketika mengajukan janji-janji saja.
Sementara itu, Presiden Rusia, Vladimir Putin menyatakan: Pemilu ini bersifat independen, sama sekali tidak mengintervensi proses menegakkan perdamaian di meja-meja perundingan yang disponsori oleh PBB di Jenewa (Swiss). Pada pihaknya, organisasi multilateral paling besar di dunia juga telah berseru kepada Suriah supaya memilih Presiden dan menyelenggarakan pemilu dalam waktu 18 bulan mendatang, menganggap-nya sebagai satu bagian yang tidak bisa kurang dalam proses perdamaian.
Perang sipil di Suriah yang sudah memakan waktu 5 tahun ini tetap belum punya tanda akhir. Bersamaan dengan perundingan yang disponsori oleh PBB, pemilu Parlemen Suriah kali ini dijanjikan akan memberikan tanda positif kepada perdamaian di Suriah. Namun, hal ini tampak tidak mudah.