(VOVworld) – Situasi di semenanjung Korea sedang menjadi panas kembali dari hari ke hari ketika Republik Demokrasi Rakyat Korea (RDRK) yang baru-baru ini terus meluncurkan dengan sukses satu rudal balistik dari kapal selam, kemudian jatuh di zona identifikasi pertahanan udara Jepang di laut Jepang. Ini merupakan peluncuran rudal ke-3 yang dilakukan RDRK sejak awal tahun ini untuk membalas aktivitas-aktivitas antara Amerika Serikat dan para sekutunya di kawasan yang dianggap Pyong Yang sebagai “tindakan provokatif” dan mengancam keamanan negara ini. Peluncuran rudal yang dinilai telah sukses itu menimbulkan berbagai kecemasan yang amat besar bagi komunitas internasional pada latar belakang para pihak terus mengeluarkan ancaman-ancaman yang keras.
Pemimpin RDRK, Kim Jong-un menginspeksi peluncuran rudal dari kapal selam
(Foto: VNA)
RDRK Rabu (24/8) telah melakukan uji coba peluncuran rudal balistik strategis darat ke darat dari kapal selam. Peluncuran uji coba ini telah sukses karena rudal telah terbang kira-kira 500 Km. Rudal ini terbang ke arah Timur Laut dan untuk pertama kalinya jatuh di dalam zona identifikasi pertahanan udara Jepang sejauh kira-kira 80 Km. Ini merupakan peluncuran uji coba rudal balistik ke-3 sejak awal tahun ini. Kali pertama pada 23/4 telah gagal. Rudal diluncurkan dari kedalaman 10 m di bawah laut hanya terbang sejauh 30 Km lalu meledak menjadi dua sampai 3 kepingan di tengah-tengah udara. Pada peluncuran ke-2 pada 9/7, rudal diluncurkan secara sukses dari kapal selam tapi juga meledak pada ketinggian 10 Km setelah berhasil terbang sejauh beberapa Km.
Menurut penilaian para pakar, pada peluncuran rudal kali ini, RDRK telah membuktikan bahwa mereka sudah mendekati teknologi peluncuran rudal dan bisa menggelarkan rudal balistik strategis pada tahun mendatang dari pada 2-3 tahun seperti dugaan sebelumnya.
Peringatan-peringatan yang tajam dan gerak gerik balasan yang keras
RDRK melakukan uji coba peluncuran rudal strategis bersamaan waktu dengan penyelenggaraan Konferensi trilateral Menteri Luar Negeri (Menlu) Jepang – Tiongkok – Republik Korea di Tokyo pada Rabu pagi (24/8). Ini merupakan konferensi trilateral yang pertama dari para Menlu tiga negara sejak Maret 2015, diantaranya ada isi melaksanakan reaksi-reaksi internasional terhadap aktivitas-aktivitas pengembangan rudal balistik RDRK. Sebelumnya, RDRK, Senin (22/8), telah memberikan reaksi keras ketika Republik Korea dan Amerika Serikat mengadakan latihan perang “Pembela kebebasan Ulchi” yang mengerahkan kira-kira 75.000 serdadu.
Reaksi yang dilakukan Pyong Yang ini dianggap paling kuat selama ini karena berbeda dengan latihan-latihan perang sebelumnya, skala latihan perang kali ini jauh lebih diperluas ketika untuk pertama kali selama 10 tahun ini, Amerika Serikat mengerahkan satu regu pesawat pembom strategis B-1B Lancer, beserta kira-kira 300 personil angkatan udara untuk merawat pesawat terbang tersebut. Bersamaan itu, Amerika Serikat juga menggelarkan sistim pertahanan rudal di darat THAAD di kapubaten pulau Seongju, Republik Korea. Untuk membalas tindakan-tindakan tersebut, Pyong Yang telah mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang amat keras yang memberitahukan bahwa negara ini bersedia melakukan serangan-serangan penangkalan terhadap angkatan-angkatan bersenjata Republik Korea dan Amerika Serikat. Bahkan, Pemimpin RDRK, Kim Jong-un mengimbau kepada kaum pemuda negeri ini untuk menjadi satu “korps tentara berani mati” untuk membela Tanah Air. Sementara itu, untuk menghadapi semua tindakan dari Pyong Yang, Seoul juga bergegas-gegas menyusun rencana preventif. Presiden Republik Korea, Park Geun-hye, Senin (29/8), memerintahkan tentara negara ini supaya mempertahankan situasi siaga tempur pada taraf yang setinggi-tingginya, bersamaan itu melakukan sidang kabinet untuk mengusahakan langkah-langkah yang efektif untuk menghadapi kemampuan nuklir dan rudal yang sedang meningkat dari RDRK. Para legislator Republik Korea juga mengeluarkan pernyataan yang mengimbau kepada Pemerintah supaya meninjau kemungkinan menggalang kapal yang beroperasi dengan energi nuklir untuk menghadapi tindakan-tindakan provokatif yang sedang meningkat dari pihak RDRK.
Semenanjung Korea memasuki satu tahap bahaya yang baru
Menurut pandangan dari banyak pakar, situasi di semenanjung Korea sedang muncul perkembangan-perkembangan baru yang sangat patut dicemaskan. Sebab-musabab dari kenaikan ketegangan berasal dari berbagai kebijakan meningkatkan penghadapan dari pihak Amerika Serikat dan sekutunya di kawasan serta ketidak-pedulian dari pihak RDRK terhadap semua peringatan dan sanksi dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB). Yang lebih patut dicemaskan ialah menurut para pakar, Pyong Yang sekarang telah mampu melawan semua serangan agresi dari kekuatan-kekuatan permusuhan. Keberhasilan dalam peluncuran rudal balistik jarak pendek dari kapal selam biasa pada 24/8 ini telah menciptakan syarat kepada RDRK untuk memberikan perlengkapan rudal kepada armada kapal selam pada waktu mendatang dan mengembangkan jenis-jenis kapal selam baru yang lebih modern. Dengan peluncuran rudal balistik yang sukses dari kapal selam ini, Pyong Yang sedang membuktikan bahwa mereka mampu membela diri. Ini juga merupakan bukti bahwa RDRK memulihkan aktivitas produksi plutonium pada peringkat senjata di reaktor uji coba nuklir Yongbyon, yang selama ini telah dihentikan menurut permufakatan-permufakatan yang dicapai dalam perundingan 6 pihak beberapa tahun lalu.
Jelas-lah bahwa, kemampuan rudal dan senjata nuklir yang dimiliki RDRK telah terbentuk dan usaha mencegah negara ini memiliki senjata pemusnah massal dengan langkah-langkah keras belum memberikan daya-guna yang nyata. Setelah berbagai sanksi dan reaksi keras dari komunitas internasional, situasi di semenanjung Korea tetap belum menjadi baik. Oleh karena itu, langkah-langkah damai dan berbagai gerak gerik demiliterisasi sebaiknya dituju oleh komunitas internasional untuk meredakan suasana yang menegangkan di kawasan ini karena jika tidak semua pihak tidak mengekang diri, maka mungkin akan menyebabkan akibat-akibat yang sulit diduga.