Beberapa poros hubungan internasional yang menonjol pada tahun 2017

(VOVWORLD) - Tahun 2017 menyaksikan perubahan-perubahan cepat dalam kehidupan politik dunia. Poros-poros hubungan kunci mengalami perkembangan-perkembangan di luar dugaan, bahkan berbalik arah sehingga menimbulkan tidak sedikit kekisruhan dalam hubungan internasional dan sedikit membentuk masa depan dunia.
Beberapa poros hubungan internasional yang menonjol pada tahun 2017 - ảnh 1Presiden Rusia, Vladimir Putin dan Presiden AS, Donald Trump di sela-sela Pekan Tingkat APEC 2017   (Foto: Reuters) 

Tahun 2017 adalah salah satu di antara sedikit tahun, di mana hubungan internasional mengalami perubahan yang cepat dan sulit diduga ketika perkembangan-perkembangan pada 6 bulan akhir tahun bertentangan dengan perkembangan-perkembangan pada 6 bulan awal tahun. Yang patut diperhatikan ialah dalam gejolak-gejolak itu harus bicara tentang poros hubungan Amerika Serikat (AS)-Rusia, AS-Tiongkok dan AS-Uni Eropa.

 

Balik arah dalam hubungan AS-Rusia dan AS-Tiongkok

Nampaknya hubungan Rusia-AS pada tahun 2017 akan banyak semarak ketika Donald Trump terpilih menjadi Presiden, tapi  yang berlangsung dalam kenyataan menunjukkan bahwa hubungan antara dua negara sedang terperangkap ke dalam satu pusaran konfrontasi yang belum berhenti. Sepanjang kampanye pilpres, Donald Trump berulang kali menyampaikan pesan dan komitmennya yaitu akan berupaya keras memperbaiki hubungan dengan Rusia, tapi semua pernyataan ini dengan cepat telah diliputi bayangan hitam oleh investigasi tentang apa yang dinamakan “Rusia melakukan intervensi pada pilpres AS tahun 2016”.

Selanjutnya, tahun 2017 juga menyaksikan konfrontasi antara Rusia dan AS di segi diplomatik. Puncaknya ketegangan ini ialah  lembaga bikameral  Kongres AS pada bulan Juli 2017 mengesahkan undang-undang untuk memperketat sanksi terhadap Rusia yang diiringi dengan ketetapan-ketetapan yang memaksa Presiden Donald Trump harus menandatangani pemberlakuannya. Rusia menganggap ini sebagai pukulan “provokasi perang”, sehingga membuat Moskwa memutuskan mengusir 755 diplomat AS, bersamaan itu, tidak mengizinkan Kedutaan Besar AS di Rusia terus menggunakan beberapa basis di Kota Moskwa. Sebagai balasannya, AS menuntut kepada Rusia supaya menutup Konsulat Jenderal di Kota San Fransisco serta dua  Biro Perdagangan di Washington DC dan Kota New York.

Ketegangan antara Rusia dan AS di segi ekonomi juga menjadi lebih sengit. Dua pihak terus memperpanjang sanksi-sanksi satu sama lain. Bahkan, AS juga menerapkan banyak sanksi baru terhadap badan-badan usaha di bidang-bidang kunci dari perekonomian Rusia seperti energi dan ekspor senjata.

Pada saat hubungan Rusia-AS terperangkap ke dalam pusaran krisis, tahun 2017 juga menyaksikan pasang-surutnya hubungan AS-Tiongkok. Terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden AS menimbulkan tekanan terhadap Tiongkok di bidang ekonomi, perdagangan dan politik. Dalam strategi keamanan nasional AS, Tiongkok ditunjuk nama sebagai negara yang mengancam kepentingan AS. Akan tetapi, kepentingan-kepentingan bilateral yang sama antara dua pihak telah memaksa Washington dan Beijing mempertahankan hubungan yang bersifat konstruktif. Tiongkok menyatakan bahwa AS perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan Tiongkok, bersamaan itu menekankan bahwa kerjasama merupakan pilihan yang tepat bagi kedua pihak. Khususnya setelah kunjungan-kunjungan satu sama lain yang dilakukan oleh para pemimpin dua negara pada tahun 2017, hubungan AS-Tiongkok berangsur-angsur menjadi stabil. Menurut kalangan analis, sebagia pasangan hubungan yang penting, rumit dan berpengaruh secara intensif dan ekstensif terhadap sistim hubungan internasional dewasa ini, maka AS dan Tiongkok pasti akan harus mencari cara untuk mempertahankan orbit bekerjasama sambil bersaing, menghindari konfrontasi dan bentrokan.

 

Tantangan dalam hubungan persekutuan AS-Uni Eropa

Slogan kampanye pilpres “AS di atas segala-galanya” yang dikeluarkan oleh Donald Trump membuat banyak politisi Eropa merasa cemas secara mendalam akan masa depan hubungan lintas Atlantik. Tidak harus menunggu lama, segera setelah masuk Gedung Putih, Donald Trump telah mengeluarkan banyak pernyataan yang menimbulkan kejutan terhadap Eropa ketika percaya bahwa akan ada banyak negara Eropa lainnya yang  meninggalkan Uni Eropa menurut teladan Inggris atau “Brexit akan sukses”.

Tambahan lagi, AS mengancam akan meninjau kembali hubungan dengan Uni Eropa dan NATO. Presiden Donald Trump juga menghentikan perundingan tentang Perjanjian Kemitraan Investasi dan Perdagangan Trans Atlantik” (TTIP), satu permufakatan tentang perdagangan bebas antara Uni Eropa dengan AS dan menerapkan politik proteksionisme.

Di arena internasional, serentetan kebijakan AS yang dianggap bertentangan dengan kepentingan Uni Eropa, sehingga membuat sekutu lama Washington memberikan reaksi kuat seperti penarikan Washington dari Perjanjian Paris tentang perubahan iklim. Donald Trump  juga membuka kemungkinan AS menarik diri dari permufakatan nuklir bersejarah yang ditandatangani oleh Kelompok P5 plus 1 yang  meliputi Inggris, Perancis, Rusia, AS dan Tiongkok plus Jerman dengan Iran pada tahun 2015, dalam pada itu, Uni Eropa bertekad mempertahankan permufakatan ini.

Dalam menghadapi gerak-gerik tersebut, Kanselir Jerman, Angela Merkel, negara lokomotif dari Uni Eropa pernah memperingatkan bahwa hubungan trans Atlantik telah lemah dan Eropa benar-benar harus “menguasai nasibnya sendiri”.

Meninjau kembali tahun 2017, hubungan antara Uni Eropa dengan AS maupun hubungan AS-Tiongkok dan AS-Rusia ada saat-saat telah menjadi tegang di mana sebab-musabab utamanya ditimbulkan oleh perubahan-perubahan dalam kebijakan AS. Dalam semua keadaan, semua poros hubungan ini masih merupakan batu fundasi dalam menjaga keamanan dan kestabilan baik di segi politik dan ekonomi di dunia. Oleh karena itu, cepat atau lambat, negara-negara dalam poros-poros hubungan ini akan mencari  cara mencapai kompromi, mengurangi konfrontasi, menghindari eskalasi ketegangan menjadi konfrontasi “hidup atau mati”. 

Komentar

Yang lain