(VOVworld) - Lokakarya internasional dengan tajuk: “Membangun bangunan buatan di Laut Timur dan dampak-nya terhadap perdamaian, keamanan, ekonomi, perdagangan di kawasan” telah berlangsung pada 25 Juli ini di kota Ho Chi Minh (Vietnam Selatan). Kira-kira 200 pakar hukum dan peneliti di dalam dan luar negeri telah memperjelas ketentuan-ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut-tahun 1982 (UNCLOS-1982) tentang pembangunan bangunan buatan di laut pada umumnya dan di Laut Timur pada khususnya.
Profesor, Doktor Mai Hong Qui memperkenalkan lokakarya tersebut
(Foto: vietnamplus.vn)
Para sarjana asal banyak negara dan Vietnam telah menganalisis dan mempelajari dan menilai ketentuan-ketentuan UNCLOS-1982 dan pembangunan beberapa pulau buatan oleh Tiongkok di Laut Timur sekarang. Menurut itu, pembangunan pulau buatan oleh Tiongkok di Laut Timur akan menimbulkan efek-efek yang sulit diduga.
Zona aman yang rasional.
Masalah-masalah hukum yang bersangkutan dengan pulau buatan atau pulau buatan yang mampu menciptakan “sesuatu hak” apa di laut tidak hanya merupakan masalah akademis melainkan juga merupakan masalah aktual yang sedang mendapatkan perhatian dari opini umum karena gerak-gerik Tiongkok belakangan ini di Laut Timur. Doktor Ngo Huu Phuoc, Kepala Jurusan Hukum Internasional Publik dari Institut IlmuHukum kota Ho Chi Minh mengatakan bahwa pembangunan pulau buatan di zona-zona laut harus menaati ketentuan-ketentuan UNCLOS-1982 untuk menghormati hak-hak kebebasan maritim, kebebasan penerbangan, melindungi lingkungan laut, penelitian oseanolgi dari negara-negara lain. Dia juga menekankan bahwa pulau buatan tidak ada laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi ekslusif dan landas kontinen. Sependapat dengan dia adalah Profesor, Doktor Evik Franckx, anggota Pengadilan Arbitrase Permanen Den Hagg menegaskan bahwa menurut ketentuan UNCLOS-1982, pulau-pulau buatan hanya mendapat satu “zona aman yang rasional” yang biasanya tidak melampaui 500 meter yang dihitung dari tepian luar pulau. Disamping itu, wewenang dalam zona aman itu tidak semaunya saja, tapi harus menghargai semua aktivitas maririm internasional. Dia megatakan: “Ada hal yang menetapkan dengan jelas Hukum Laut Internasional yalah kita tidak boleh mengubah status kuo sehingga berpengaruh terhadap lingkungan menurut ketentuan UNCLOS-1982. Di dalam alam ada ujung batu, ada dangkalan-dangkalan, kita tidak boleh secara sengaja mengubah status kuo itu karena hal itu akan berpengaruh terhadap ketentuan-ketentuan hukum internasional mengenai eksploitasi alam .. Prinsip kedua yang mau saya tekankan di depan lokakarya ini yalah pembangunan pulau-pulau buatan akan tidak bisa menciptakan hak-hak baru, akan harus menganggap itu sebagai pulau-pulau buatan menurut ketentuan hukum internasional”.
Dampak-dampak negatif
Profesor, Doktor Mai Hong Quy, Rektor Institut Ilmu Hukum kota Ho Chi Minh menganggap bahwa Tiongkok tidak punya hak untuk membangun pulau-pulau buatan di kepulauan Truong Sa (Spratlys). Dia menunjukkan bahwa Tiongkok telah menggunakan kekerasan untuk menyerang dan menduduki beberapa dangkalan di kepulauan Truong Sa yang termasuk kedaulatan Vietnam. Hukum internasonal tidak pernah mengakui kedaulatan dari satu negara terhadap wilayah yang dimiliki dengan cara menggunakan kekerasan. Oleh karena itu, tindakan pembangunan pulau-pulau buatan oleh Tiongkok di kepulauan Truong Sa sepenuhnya bertentangan dengan hukum internasional, khususnya UNCLOS-1982. Pembangunan secara besar-besar yang dilakukan Tiongkok untuk mengunbah beberapa dangkalan yang diduduki secara tidak sah di kepulauan Truong Sa menjadi pulau buatan telah, sedang dan akan merintangi dan mengancam kebebasan maritim dan penerbangan, perdagangan regional dan internasional. Karena untuk membela pulau-pulau buatan illegal tersebut, Tiongkok telah menyatakan pembentukan satu zona laut 12 mil laut di sekitar pulau-pulau buatan dan melarang kapal, perahu dan pesawat terbang dari negara-negara lain beraktivitas di zona laut dan zona udara di pulau-pulau buatan itu. Pengacara Dang Van Minh, Wakil Ketua Asosiasi Sarjana Hukum Distrik 11, kota Ho Chi Minh menunjukkan pandangan sebagai berikut: “Tiongkok menginginkan masalah-masalah bukan sengketa menjadi sengketa dan Tiongkok telah mereklamasi dangkalan menjadi pulau-pulau. Agar dari situ, Tiongkok mengajukan klaimnya terhadap pulau-pulau ini untuk merealisasi “garis lidah sapi” milik Tiongkok. Tidak hanya Vietnam saja yang mengeluarkan suara, melainkan juga negara-negara G-7, termasuk Amerika Serikat, juga memprotes tindakan Tiongkok. Pembangunan pulau-pulau oleh Tiongkok itu melanggar kedaulatan Vietnam, hak kedaulatan dan hak yurisdiksi Vietnam”.
Tindakan membangun pulau buatan oleh Tiongkok di kepulauan Truong Sa juga berdampak negatif terhadap lingkungan laut, sistim ekologi dan keanekaragaman biologi laut. Menurut Doktor Pham Van Vo, Wakil Dekan Fakultas Hukum Perdagangan dari Institut Ilmu Hukum Kota Ho Chi Minh, tindakan Tiongkok telah melanggar Undang-Undang tentang Lingkungan Internasional. Di samping itu, hal ini bertentangan dengan semangat prinsip 2 dari Deklarasi Stockholm, tidak sesuai dengan prinsip 7 Deklarasi Rio De Janeiro tentang lingkungan hidup dan perkembangan. Di lain segi, pengrusakan terumbu karang dan dampak-dampaknya terhadap sistim ekologi laut melanggar kewajiban melindungi lingkungan hidup menurut pasal 192 dari UNCLOS-1982. Sementara itu, Profesor, Doktor Jay Batongbaca, Direktor Insitutut Hubungan Maritim dan Hukum Laut Filipina mengatakan bahwa tindakan-tindakan reklamasi pulau di Laut Timur yang dilakukan Tiongkok dengan laju yang pantas diberi alarm bersama-sama dengan dampak besar terhadap lingkungan laut sedang menciptakan satu tantangan langsung terhadap pemecahan sengketa-sengketa di Laut Timur secara adil dan obyektif.