Eropa menghadapi tantangan keamanan yang serius dari gelombang kedatangan kaum migran

(VOVworld) - Krisis migran di Eropa sedang mencapai klimaksnya ketika saban hari ada  ribuan migran berduyun-duyun datang ke kawasan perbatasan dengan negara-negara Uni Eropa. Instabilitas juga mulai muncul ketika serentetan bentrokan dan kekerasan terjadi. Pada saat ini, Uni Eropa tetap sedang mengalami perpecahan dan perselisihan tentang kuota penerimaan kaum migran. Tapi, yang lebih berbahaya ialah sudah ada ribuan milisi dari organisasi yang menamakan diri sebagai «Negara Islam» (IS) yang menyusup masuk ke Uni Eropa dengan jubah arus-arus kaum migran, sehingga membuat Eropa menghadapi tantangan keamanan yang serius


Eropa menghadapi tantangan keamanan yang serius dari gelombang kedatangan kaum migran - ảnh 1
Arus migran berduyun-duyun menuju ke negara-negara Eropa.
(Foto:kenh14.vn).


Negara-negara Eropa sedang pusing kepala dengan masalah migran untuk  mencegah tragedi-tragedi yang bisa terjadi di laut dan di padang pasir dalam perjalanan  dari orang-orang di beberapa negara Afrika yang ingin mencari hidup yang lebih  baik di Eropa. Di samping kecemasan tentang beban sosial-ekonomi, arus migran membuat Eropa menghadapi kecemasan tentang keamanan, ketika IS menyalah-gunakan masalah ini untuk merembes ke kawasan ini.


Teroris  berjubah sebagai pengungsi
.

Menurut sumber-sumber info intelijen internasional, kaum milisi IS baru-baru ini  telah menyaru sebagai para migran untuk datang ke Eropa. Diprediksikan, sekarang ada 4000 milisi yang telah berada di semua negara anggota Uni Eropa. Mereka melewati garis perbatasan Turki, kemudian karena ada bantuan dari para pelaku perdagangan manusia setempat berbaur pada arus migran ilegal.Tujuan IS ialah  melakukan serangan teror dan membentuk "Negara Islam" di seluruh dunia. Sebelumnya, IS juga pernah mengancam bahwa akan membuat Eropa kebanjiran kaum pengungsi Islam atau mengeluarkan pernyataan akan membuat jalan-jalan di kota Paris menjadi  kuburan yang penuh dengan mayat.


Sekarang ini, pasukan IS sedang mengontrol banyak kawasan besar di Irak dan Suriah, memperluas aktivitasnya ke Libia ketika kelompok-kelompok oposisi di negeri ini sedang berbaku hantam untuk merebut kekuasaan. Sudah sejak lama, IS telah menyimpan keinginan memperluas jaringan aktivitasnya  di Eropa dan krisis migran yang paling buruk pasca Perang Dunia II ini menjadi kesempatan emas” bagi IS untuk merembes  ke Uni Eropa. Pada hari-hari ini, ribuan orang migran telah membanjiri perbatasan Serbia terus ke Hungaria dan kemudian bergerak ke Jerman, Austria dan Finlandia.

Diantara mereka, ada banyak anasir provokatif yang telah mengawali aksi-aksi demonstrasi dan pawai untuk menentang  Pemerintahan setempat. Di Hungaria, Polisi telah harus memblokir satu jalan tol yang berbatasan dengan Serbia, karena arus migran telah menerobos  pagar untuk melanda ke jalan yang menuju ke daerah Ibukota. Banyak kasus desak-desakan antara polisi dengan kaum migran juga terjadi. Polisi di Denmark Selatan juga telah harus mengepung jalan toll ketika arus migran sambung menyambung melakukan pawai berturut-turut ke daerah perbatasan Swedia - negara yang punya kebijakan pengungsi yang  cukup longgar.

Dalam arus kaum migran yang berduyn-duyun itu, polisi sulit bisa membedakan siapa IS dan siapa pengngsi biasa. Perembesan IS ke wilayah Eropa  sangat mungkin menjadi awal dari  aktivitas-aktivitas balasan terhadap serangan-serangan udara yang dilakukan Amerika Serikat dan para sekutu militer Eropa  yang menyasar pada IS di Timur Tengah.

Eropa terpecah-belah dengan masalah migran

Bahaya kaum milisi IS menyaru sebagai kaum migran telah membuat banyak negara Eropa memperketat status penerimaan migran. Negara-negara Eropa tidak bisa menemukan  suara bersama dalam masalah ini. Sengketa dan perpecahan tentang masalah migran dan imigrasi menjadi semakin sengit dalam internal Uni Eropa, khususnya antara negara-negara destinasi dengan negara-negara pintu masuk .

Pada Rabu (9 September), Komisi Eropa telah mengumumkan rencana alokasi 120.000 orang migran bagi negara-negara anggota Uni Eropa menurut kuota wajib tentang penerimaan migran. Kongkritnya yalah Jerman menerima lebih dari 31.000 migran, Perancis: 24.000 migran dan Spanyol: kira-kira 15.000 migran. Banyak negara lain, misal-nya,  Finlandia dan Denmark  juga melakukan banyak gerak-gerik untuk membantu arus migran tersebut. Sementara itum, banyak negara Eropa telah menentang dan beranggapan supaya  jangan ada kuota mengenai penerimaan migran, melainkan hanya menerima migran  di atas dasar semangat sukarela saja. Republik Czech gigih tidak mendukung rencana alokasi kuota wajib ini. Hungaria mencela keras Jerman yang telah merangsang arus migran  melanda ke Eropa, bersamaan itu memperketat kontrol di perbatasan. Negara ini juga menyatakan menghentikan pengiriman bus  untuk mengangkut migran ke perbatasan dengan Austria dan berupaya keras membuat pagar keamanan perbatasan dengan Serbia. Austria sendiri juga membuat rencana untuk menghentikan pembukaan pintu untuk menerima migran yang tersangkut di Hungaria. Inggris mengatakan bahwa karena tidak ikut serta dalam Traktat Schengen (Traktat mengenai kebebasan mobilitas dalam Uni Eropa), maka negara ini tidak bersangkutan dengan rencana alokasi kuota migran dari Uni Eropa dan akan membuat rencana sendiri untuk menerima migran. Banyak legislator Inggris juga memperingatkan agar jangan membiarkan rasa kasihan menimbulkan bahaya terhadap keselamatan intra kawasan.

Pada saat negara-negara anggota Uni Eropa sedang melakukan perdebatan yang berapi-api tentang kuota penerimaan migran, arus migran tetap terus berduyun-duyun menuju ke Eropa, diantara-nya termasuk pula  kaum milisi IS. Keberadaan pasukan IS di seluruh Eropa justru merupakan “bom-bom waktu” yang mengancam keamanan di seluruh kawasan ini.


Komentar

Yang lain