(V0Vworld) - Gelanggang politik Mesir sedang mengalami gelombang di bawah laut ketika perlombaan merebut kekuasaan antara Presiden baru Mesir Mohamed Morsi dengan kalangan militer yang penuh kekuasaan di nagara ini sedang sampai pada tahap yang sengit.
Presiden baru Mesir Mohamed Morsi .
(Foto: ahmed-ibrahim.deviantart.com)
Dalam satu gerak-gerik yang mendadak dan tegas, pada 12 Agustus ini, Mohamed Morsi telah mengangkat Abdel Fatah Al Sissi menjadi Menteri Pertahanan, merangkap Ketua Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebagai pengganti Jendra Hussein Tantawi yang pensiun lebih awal. Sebelumnya, Presiden ini juga memberlakukan keputusan memensiun Panglima Umum Tentara Sami Enan. Opini umum beranggapan bahwa keputusan Presiden Mohamed Morsi ini merupakan “
suara senapan” yang menandakan timbulnya ketegangan politik baru yang akan berlangsung di gelanggang politik negara ini ketika pemerintah sipil sedang bertekat melaksanakan target memusatkan kekuasaan pada fihaknya.
Walaupun Presiden Morsi mengatakan bahwa "keputusan dia tidak menyasar pada perseorangan-perseorangan tertentu” atau “mempersempit semua hak kebebasan”, melainkan “demi kepentingan negara dan rakyat”, tetapi “ganti darah” itu akan menjadi faktor potensial yang menimbulkan gejolak-gejolak yang sulit diprakirakan. Karena keputusan ini dilihat oleh opini umum bisa meletakkan titik habis terhadap peranan Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata Mesir (ACAP) dalam kehidupan politik Mesir.
Ketegangan di gelanggang politik Mesir.
( Foto: tintuc.xalo.vn)
Pada kenyataan, ini bukan untuk pertama kalinya sejak Morsi dilantik pada bulan Juni lalu, ketegangan antara pemerintah sipil dan kalangan tentara baru meledak, perihal Morsi menjadi Presiden baru dari Mesir menandai satu titik balik terhadap negeri Piramida ini sejak Presiden Hosni Mubarak tergulingkan. Kemenangan ini telah memberi syarat kepada Organisasi Ikhwanul Muslimin untuk menguasai kekuasaan setelah 84 tahun sejak organisasi ini dibentuk. Justru hal ini telah memulai perebutan kekuasaan antara Organisasi Ikhwanul Muslimin pimpinan Morsi dengan fihak yang lain yalah kalangan militer yang sudah sejak lama menguasai kekuasana di negara Afrika Utara ini. Orang masih ingat bahwa pada pertengahan bulan Juli lalu, Morsi telah terpaksa memberikan konsesi ketika menarik dekritnya untuk memulihkan Parlemen yang dibubarkan SCAF menjelang Pemilu Presiden pada 15 Juni menurut keputusan dari Mahkamah Konstitusi Tertinggi (SCC). Pada hakekatnya, SCAF membubarkan Parlemen untuk menurunkan pengaruh Organisasi Ikhwanul Muslimin di gelanggang politik negara ini. Karena dalam pemilu Parlemen yang lalu, Partai Keadilan dan Perkembangan (FJP) dari Organisasi Ikhwanul Muslimin merebut 235 kursi diantara total 508 kursi, sama dengan 47 persen jumlah kursi di Parlemen. Untunglah, ketegangan pada saat itu telah mereda ketika Presiden baru mengeluarkan keputusan menarik dekritnya.
Namun, ujian itu sudah lewat. Ketegasan menyingkirkan Tantawi yang pernah memegang jabatan sebagai Menteri Pertahanan selama dua dekade ini pada zaman pimpinan mantan Presiden Hosni Mubarak dan telahmenguasai hak menyelenggarakan Mesir sejak gelombang pemberontakan pada tahun 2011 dengan martabat sebagai Kepala SCAF, yang dilakukan Morsi dianggap sebagai konfrontasi dalam upaya pembentukan satu negara sipil, sehingga menghentikan pemerintah “dua kepala” di Mesir.
Situasi di Mesir tetap tegang.
(Foto: internet).
Presiden Morsi juga mengeluarkan keputusan menghapuskan satu Deklarasi Undang-Undang Dasar yang diberlakukan pada zaman pimpinan Jenderal Tantawi yang membolehkan memberikan hak yang luas kepada para komandan militer senior. Sebelumnya, pada 8 Agustus, Morsi melakukan reformasi terhadap Badan Intelijen negara ini, yang menurut itu memecat Direktor Murad Muwafi dan mengangkat Mohammed Rafaat Abdel Wahad Shehata menjadi penjabat Direktor Badan ini. Selain itu Morsi juga mengangkat Hakim Mahmud Mekki sebagai wakil Presiden. Namun, pada kenyataan-nya, tentara Mesir yang selama ini sedang menguasai sumber pendapatan besar dalam perekonomian maupun kekuatan militer dengan bantuan Washington, tetap merupakan satu organisasi penting di negara Timur Tengah pada saat proses pembentukan demokrasi di Mesir baru saja dimulai. Oleh karena itu, semua gerak gerik Morsi ini dianggap bisa menimbulkan satu konfrontasi baru antara Presiden baru dan Dewan Militer.
Sekarang, opini umum belum bisa menduga bagaimana arena politik negeri piramida ini akan mengalami kemajuan setelah keputusan-keputusan mendadak yang diajukan Morsi. Apakah keputusan ini mendapat konsesi dari tentara atau tidak? Jawaban ini masih terbuka. Banyak sumber berita mengatakan: lengser-nye para jenderal dalam tentara Mesir ini telah ada pengaturan dan peredaan. Kongkritnya seperti bersama dengan pembebas-tugasan dan pemberian pensiun awal, pemerintah Kairo telah meredakannya dengan cara membiarkan Jenderal Tantawi dan Kepala Staff Umum, Jenderal S.Annan memainkan posisi-posisi sebagai penasehat Presiden dan menyampaikan hadiah kehormatan tertinggi di Mesir kepada mereka. Bersama dengan itu, beberapa jam setelah memutuskan memecat para jenderal, Morsi di depan Televisi mengimbau dukungan dari massa rakyat. Namun, semuanya hanyalah merupakan prediksi. Tidak ada orang yang berani memastikan bahwa arena politik negara ini akan tidak muncul gelombang di bawah permukaan laut yang sengit ketika kekuasaan di meja percaturan politik di negara ini selalu dilirik dan ingin dikuasai oleh semua pihak ./.