(VOVWORLD) - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump dan Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada Jumat (7 Juli) melakukan pertemuan di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 yang diadakan di kota Hamburg, Jerman. Pembicaraan resmi yang pertama antara dua pemimpin Rusia dan AS, setelah pertemuan antara mantan Presiden AS, Barack Obama dan Presiden Putin pada September 2015, menandai perubahan-perubahan menurut arah yang lebih hangat dalam hubungan yang sedang mengalami ketegangan antara dua negara.
Presiden AS, Donald Trump dan Presiden Rusia, Vladimir Putin (Foto: WSJ) |
Pertemuan antara Presiden AS, Donald Trump dan Presiden Rusia, Vladimir Putin berlangsung dalam waktu lebih dari dua jam, lebih banyak dari angka 30 sampai 40 menit seperti yang diduga oleh media internasional. Dalam pertemuan yang mendapat perhatian dari seluruh dunia ini, dua pihak berbahas tentang masalah-masalah yang sulit dalam hubungan bilateral dan banyak masalah yang penting lainnya seperti Ukraina, Suriah, terorisme dan keamanan siber.
Kesenjangan yang besar antara dua pihak
Pertemuan Trump-Putin berlangsung pada latar belakang ketegangan menlonjak tinggi dalam hubungan antara dua negara, bersumber dari kecurigaan bahwa Rusia melakukan intervensi terhadap pilpres AS pada tahun 2016, penggabungan Krimea yang dilakukan oleh Rusia dan dukungan Rusia terhadap rezim pimpinan Presiden Suriah, Bashar al-Assad. Bahkan pada pertemuan kali ini, Donald Trump juga tidak menghindari mengungkapkan tuduhan “Rusia melakukan intervensi terhadap pilpres AS pada tahun lalu”. Tentang masalah Suriah, Rusia keras menentang serangan-serangan yang dilakukan oleh kekuatan pimpinan AS terhadap posisi-posisi tempur dari Angkatan Udara Suriah. Lebih-lebih lagi, Rusia menyatakan bahwa AS sedang menggunakan tuduhan bahwa “Pemerintah Suriah menggunakan senjata kimia” sebagai dalih untuk melakukan intervensi militer terhadap negara Timur Tengah ini. Kontradiksi antara Rusia dan AS menjadi lebih seru sampai taraf Moskwa memutus hubungan hotline yang dimaksudkan untuk mengurangi bentrokan dan menghentikan mekanisme pencegahan dan benturan di udara dengan AS di Suriah. Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya benturan antara dua kekuatan militer yang paling perkasa di dunia di medan perang yang sengit ini.
Luwes dalam masalah-masalah yang sulit
Walaupun masih punya banyak perselisihan yang bersangkutan dengan perhitungan tentang kepentingan kedua negara yang pernah mendukung dua faksi yang bertentangan di Suriah, tapi dalam kenyataannya, Rusia dan AS masih ingin membuka kesempatan-kesempatan kerjasama yang lebih erat dalam dalam perang antiterorisme. Oleh karena itu, pada pertemuan antara dua pemimpin Rusia dan AS kali ini, dua pihak telah mencapai permufakatan gencatan senjata di Suriah Barat Daya, satu gerak-gerik yang memanifestasikan iktikat baik dari dua negara untuk mengusahakan solusi atas krisis ini. Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson telah mengumumkan permufakatan ini setelah pertemuan antara Presiden AS, Donald Trump dan timpalannya dari Rusia, Vladimir Putin di kota Hamburg, Jerman.
Pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh kalangan otoritas Rusia dan AS setelah pertemuan puncak yang sudah ditunggu-tunggu sudah sejak lama memperlihatkan bahwa kedua pihak merasa puas tentang hasil-hasil yang sudah tercapai. Walaupun masih ada tidak sedikit perbedaan, tetapi dua pihak telah berhasil menemukan suara bersama tentang beberapa masalah, di antaranya ada pembentukan lini hubungan untuk memecahkan krisis Ukraina dan menyetujui gencatan senjata di Suriah. Ini merupakan satu indikasi yang positif ketika hubungan antara dua negara dinilai berada dalam taraf yang paling rendah setelah Perang Dingin berakhir.
Pertemuan langsung yang pertama antara dua pemimpin Rusia dan AS tersebut telah mendatangkan reaksi-reaksi yang positif dari kedua pihak. Pada latar belakang hubungan antara dua negara masih mengalami banyak masalah yang sulit dan belum bisa dipecahkan, maka indikasi-indikasi yang positif dari pertemuan puncak di kota Hamburg sedang turut meredakan kegetangan-ketegangan yang ada bahaya mendorong dua negara adi kuasa nuklir ini ke tepi jurang konfrontasi. Jabatan tangan antara dua pemimpin Rusia dan AS pada KTT G-20 kali ini merupakan indikasi yang positif, membuka pintu dialog kepada dua negara untuk memecahkan perselisihan-perselisihan yang masih mengalami tidak sedikit kesulitan pada masa depan.