(VOVWORLD) - Selama hari-hari ini, hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran secara mendadak menjadi tegang kembali dengan banyak gerak-gerik keras yang dilakukan oleh kedua pihak, menimbulkan kecemasan mendalam di kalangan opini umum internasional. Akan tetapi, karena banyak alasan, maka skenario konfrontasi militer antara dua pihak tetap dinilai tidak tinggi.
Ilustrasi (Foto: internet) |
Salah satu di antara berbagai gerak-gerik yang paling diperhatikan tentang hubungan AS-Iran selama ini ialah, Presiden AS, Donald Trump pada tanggal 6 Mei telah memveto rancangan undang-undang yang memaksa Presiden tidak boleh menggunakan kekuatan militer terhadap Iran ketika belum mendapat persetujuan dari Kongres. Ketika menyusun rancangan undang-undang ini, kubu Demokrat yang sedang merebut keunggulan di DPR AS menyatakan bahwa perintah yang dikeluarkan oleh Presiden AS, Donald Trump untuk membunuh perwira tinggi Iran, Qassem Soleiman pada awal tahun ini telah meningkatkan ketegangan antara dua pihak dan bisa mendatangkan satu bentrokan yang lebih intensif dan ekstensif. Sementara itu, Presiden Donald Trump menunjukkan bahwa rancangan undang-undang yang direkomendasikan oleh Partai Demokrat bermaksud memecah-belah internal Partai Republik untuk merebut kemenangan dalam pemilihan pada tanggal 3 November mendatang. Dilihat dari luar, ini seolah-olah hanyalah masalah internal arena politik AS, namun dalam kenyataannya, ia menunjukkan kenyataan yang sangat sulit antara Washington dan Teheran.
Gerak-gerik yang keras dari kedua pihak
Yang patut diperhatikan, hanya sepekan sebelumnya (tanggal 28 April), kalangan otoritas AS dan para diplomat di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberitahukan bahwa Washington telah mengedarkan satu rancangan resolusi PBB tentang perpanjangan tanpa batas waktu embargo senjata terhadap Iran yang direncanakan akan habis berlakunya pada bulan Oktober 2020, satu peristiwa yang sangat ditunggu-tunggu oleh Teheran. Selanjutnya, justru Menteri Luar Negeri (Menlu) AS, Mike Pompeo menegaskan bahwa semua tindakan yang dilakukan oleh Iran belakangan ini telah cukup bagi Dewan Keamanan PBB untuk memperpanjang perintah embargo senjata terhadap negara ini. Bahkan dalam hal perintah sanksi ini dihapuskan pada bulan Oktober mendatang, AS juga tidak akan membolehkan Iran membeli senjata konvensional. Khususnya, menjelang perkembangan ini, Presiden AS, Donald Trump juga menyatakan bahwa telah memerintahkan Angkatan Laut AS untuk melepaskan tembakan terhadap “kapal-kapal bersenjata” Iran dengan tuduhan kapal-kapal ini “mengganggu” kapal AS di kawasan Teluk.
Untuk membalas gerak-gerik AS, kalangan otoritas Iran juga terus-menerus mengeluarkan pesan-pesan yang sangat keras. Pada tanggal 29 April, Kantor Berita Tasnim meliris juru bicara Angkatan Bersenjata Iran, Abelfazl Shekarchi yang memperingatkan bahwa Teheran akan memberikan balasan yang mengerikan kalau kapal AS melanggar wilayah laut Iran. Pejabat Iran ini mencela AS yang telah “menimbulkan penggangguan” di kawan Teluk, bersamaan itu menyatakan bahwa ancaman-ancaman yang dikeluarkan oleh Presiden AS, Donald Trump merupakan “perang syaraf” untuk menyerap perhatian massa rakyat sebelum pemilihan di AS. Selanjutnya, pada tanggal 4 Mei, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Abbas Mousavi menyatakan membantah semua upaya “ilegal” dari AS untuk memperpanjang perintah embargo senjata dari Dewan Keamanan PBB terhadap Iran, sementara itu menegaskan “reaksi cepat Iran terhadap semua langkah yang tidak sah dari AS adalah sangat tegas”. Pada tanggal 6 Mei, Presiden Iran, Hassan Rouhani menyatakan bahwa Teheran akan memberikan reaksi kuat terhadap AS kalau perintah embargo senjata terhadap Iran diperpanjang.
Menurut kalangan analis, semua gerak-gerik eskalasi ketegangan antara AS dan Iran belakangan ini adalah patut dicemaskan, tapi ada sedikit kemungkinan mendatangkan satu skenario yang buruk yaitu konfrontasi militer.
Sulit terjadi konfrontasi militer
Ada cukup banyak alasan untuk menilai bahwa ketegangan antara AS dan Iran walaupun sulit turun suhu, tapi ada sedikit bahaya yang menyebabkan konfrontasi militer. Pertama, latar belakang dewasa ini belum berbahaya seperti pada waktu di mana Angkatan Udara AS membunuhi perwira tinggi Iran, Qassem Soleiman dari Iran pada awal tahun ini. Situasi pada waktu itu bahkan dilukiskan oleh sangat banyak sumber berita sebagai “di tepian jurang perang”, tapi hal yang paling buruk telah tidak terjadi.
Kedua, yang lebih penting ialah “kebutuhan” mendorong langkah-langkah militer bagi dua pihak pada waktu ini hampir-hampir tidak ada. Khususnya, Iran sekarang sedang mengalami situasi yang sangat sulit karena pengaruh pandemi Covid-19, sangat memerlukan bantuan dari komunitas internasional, meliputi pos pinjaman darurat senilai 5 miliar USD dari Dana Moneter Internasional (IMF). Oleh karena itu, peningkatan konfrontasi terhadap AS, jelaslah tidak menguntungkan Iran dalam mendekati pos kredit raksasa dari IMF. Dan dalam kenyataannya, setelah reaksi-reaksi yang sangat keras, kalangan otoritas Iran telah mengeluarkan beberapa pernyataan cukup moderat bagi AS. Yang terkini, pada tanggal 10 Mei, juru bicara Pemerintah Iran, Ali Rabiei menegaskan bahwa Teheran bersedia melaksanakan satu permufakatan pertukaran tahanan perang yang penuh dengan Washington.
Pada pihaknya, AS juga menjumpai masalah-masalah besar yang perlu difokuskan untuk dipecahkan, pertama ialah menghadapi pandemi Covid-19 dan memulihkan perekonomian. Pada latar belakang itu, masalah menggelontor uang dan mengorbankan sumber daya manusia untuk tindakan militer manapun tanpa mendapat dukungan dari opini umum yang luas, pasti bukanlah pilihan yang diprioritaskan.
Jelaslah bahwa kemungkinan konfrontasi militer antara AS dan Iran pada waktu sekarang ini tidak tinggi. Akan tetapi, kalangan analis menyatakan bahwa ketegangan yang berkepanjangan sekarang ini sepenuhnya tidak menguntungkan dua negara maupun situasi yang sedang sangat kompleks di Timur Tengah.