(VOVworld) - Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama, baru saja, dengan resmi mencabut sanksi-sanksi yang dikenakan selama kira-kira 2 dekade ini terhadap Myanmar. Bersamaan itu, Kementerian Keuangan AS juga menghapuskan sanksi-sanksi ekonomi dan keuangan terhadap Myanmar. Ini dianggap sebagai langkah sejarah baru dalam proses memperbaiki hubungan antara dua negara setelah kira-kira 2 dekade mengalami kebekuan.
Menteri Luar Negeri, Penasehat Negara, Menteri Kantor Presiden Myanmar, Aung San Suu Kyi bertemu dengan Presiden AS, Barack Obama, pada tanggal 14 September 2016 di Gedung Putih.
(Foto: AFP/Kantor Berita Vietnam)
Keputusan Presiden Barack Obama dikeluarkan sebulan setelah pertemuan bersejarah antara dia dan Penasehat Negara Myanmar, Ibu Aung San Suu Kyi, pada tanggal 14 September lalu di Gedung Putih. Bersama dengan langkah-langkah mencabut sanksi-sanksi keuangan dan ekonomi, Washington berharap agar Nay Pyi Taw akan menjadi sebuah mitra yang demokratis dan makmur bagi AS di kawasan.
Proses normalisasi hubungan.
AS mulai memperkuat sanksi terhadap Myanmar pada tahun 1988 ketika tentara memegang kekuasaan dan meningkatkan penindasan terhadap aktivitas-aktivitas demi demokrasi. Perintah situasi darurat, satu bentuk sanksi yang dikenakan oleh Washington terhadap Myanmar telah diterapkan oleh Pemerintah pimpinan mantan Presiden Bill Clinton pada tanggal 20 Mei 1977 dengan alasan ialah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah militer dulu di Nay Pyi Taw merupakan ancaman terhadap keamanan nasional AS. Juga pada tahun itu, Kongres AS memberlakukan perintah melarang perusahaan-perusahaan AS melakukan investasi di Myanmar dan pada tahun 2003 melarang mengimpor barang-barang dagangan dari negara ini. Pemerintah pimpinan mantan Presiden George Bush terus memberlakukan satu dekrit administratif untuk memperketat sanksi-sanksi ini pada tahun 2007. Namun, semua-nya itu berubah ketika Presiden Myanmar, Thein Sein memegang kekuasaan pada tahun 2011, membuka jalan bagi periode transisi untuk pindah ke pemerintahan sipil. Pada tahun 2012, pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi dibebaskan. Presiden Barack Obama pada tahun itu juga merupakan Presiden pertama yang datang mengunjungi Myanmar. AS juga mencabut banyak perintah melarang investasi dan perdagangan terhadap Myanmar. Setelah Partai Persekutuan Nasional demi Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi merebut kemenangan dalam pemilu Parlemen pada bulan November 2015, AS mengizinkan perusahaan-perusahaan ikut melakukan usaha kerjasama di beberapa bandara dan pelabuhan paling besar di Myanmar.
Dalam kunjungan yang dilakukan oleh, Menteri Luar Negeri, Penasehat Negara, Menteri Kantor Presiden Myanmar, Aung San Suu Kyi, Presiden Barack Obama telah menekankan akan memasukkan kembali Myanmar ke dalam daftar negara-negara yang mendapatkan status Sistim Preferensi Umum (GSP) - satu mekanisme babas pajak terhadap barang dagangan yang masuk AS, bersamaan itu berharap agar Nay Pyi Taw akan semakin menjadi satu mitra yang demokratis dan makmur bagi AS di kawasan.
Persaingan pengaruh di Myanmar
Penghapusan semua sanksi terhadap Myanmar oleh Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa AS sedang berupaya memperkuat pengaruhnya di negara yang mencapai banyak kemajuan dalam reformasi dan punya banyak potensi kerjasama, terutama pada latar belakang Tiongkok, negara yang mempunyai pengaruh besar terhadap Nay Pyi Taw juga sedang mengarahkan tenaga untuk memperkokoh hubungan dengan negara ini.
Menjelang kunjungan di AS yang dilakukan Aung San Suu Kyi, seorang yang dinilai memegang sebagian besar kekuasaan di Myanmar meski tidak dipilih menjadi Presiden Myanmar karena tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Dasar telah memilih Tiongkok sebagai tempat perlawatan pertama ke luar negeri sejak Partai pimpinannya memegang kekuasaan. Pada kunjungan itu, dia menegaskan bahwa meskipun situasi internasional mengalami banyak perubahan, tapi Myanmar tetap terus mengerahkan tenaga untuk memperkokoh dan mengembangkan lebih lanjut lagi hubungan antara dua negara.
AS tidak ingin kehilangan kesempatan memperbarui pengaruhnya di Myanmar
Washington semakin menggalang dengan baik hubungan ekonomi, politik dan militer yang berjangka panjang dengan Nay Pyi Taw, maka AS semakin mempunyai pengaruh besar dalam merebut pengaruh-nya terbanding dengan Tiongkok pada bidang geo-politik di antarkawasan Asia-Pasifik dan Samudera Hindia.
Pada kenyataan-nya, sepanjang tahun-tahun Myanmar dikenai sanksi oleh AS dan Barat, Tiongkok di satu segi memberikan bantuan ekonomi dan militer kepada Myanmar, di segi lain selangkah demi selangkah membangun pos depan di laut untuk mengontrol jalur pengangkutan transit energi dari Teluk lewat Samudera Hindia ke Tiongkok. Terisolasi-nya dalam waktu 50 tahun di bidang ekonomi telah mendekatkan Myanmar dengan Tiongkok, khususnya bantuan-bantuan ekonomi.
Penghapusan embargo terhadap Myanmar berada dalam langkah catur penting bagi AS di Asia-Pasifik. Meskipun AS selalu menekankan bahwa AS kembali ke Asia-Pasifik bukan untuk “mengekang Tiongkok”, tapi pada kenyataan-nya AS tidak bisa lebih lambat terbanding dengan Tiongkok dalam merebut pengaruh di kawasan.
J
elas-lah bahwa hubungan AS-Myanmar semakin dekat maka akan menjadi semakin menguntungkan. Bagi para reformator Myanmar sendiri juga percaya bahwa bẻjabatan tangan dengan AS dan para sekutu akan turut memberikan sumbangan untuk penyeimbangan dan penghapusan tekanan dari kebergantungannya dengan Tiongkok. Peranan Washington terhadap proses demokratisasi Myanmar sangat penting dan hal ini dipahami dengan jelas pemerintah penerus pimpinan Aung San Suu Kyi sekarang ini dalam proses melakukan integrasi dan reformasi.