(VOVworld) – Pertemuan bilateral Rusia-Tiongkok di sela-sela Konferensi Forum Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) 2014 yang baru saja berlangsung di Beijing (Ibukota Tiongkok) telah menyerap perhatian khusus dari opini umum internasional. Karena ini merupakan pertemuan ke-10 antara Kepala dua negara ini selama waktu dua tahun saja, satu angka yang jarang ada dalam hubungan luar negeri antara dua negara. Serentetan dokumen, permufakatan kerjasama, diantaranya ada bidang-bidang yang dianggap sebagai batu loncatan dalam hubungan ekonomi Rusia-Tiongkok yang telah ditandatangani, memperlihatkan bahwa kedua fihak sedang bertekat menetapkan satu hubungan istimewa, hubungan negara adi kuasa Asia-Eropa.
Presiden Tiongkok, Xi Jinping dan Presiden Rusia, Vladimir Putin
menyaksikan penandatanganan 17 naskah kerjasama.
(Foto: baomoi.com)
Di Istana Diao Yu, setelah jabatan-jabatan tangan yang hangat, dua pemimpin Tiongkok dan Rusia telah menyaksikan penandatanganan 17 naskah kerjasama. Salah satu diantaranya yalah membangun satu pipa di sebelah Barat untuk memasok gas bakar Rusia kepada Tiongkok, menurut permufakatan yang sudah dicapai pada bulan Mei lalu, memberikan 38 miliar meter kubik gas bakar setiap tahun. Dengan pipa penyalur gas bakar ini, kalau selesai, direncanakan, Tiongkok akan menjadi negara yang mengonsumsi gas bakar paling banyak di dunia, melampaui Eropa.
Dua fihak juga sepakat menggelarkan pelaksanaan proyek investasi energi bersama di kawasan Arkhangelsk dan bersama-sama memberikan bantuan keuangan , membangun dan mengoperasikan satu pabrik hydrolistrik di kawasan Timur Jauh di Rusia. Bersamaan dengan itu, serentetan permufakatan kerjasama lain yang bersangkutan dengan bidang-bidang, misalnya keuangan, jalan kerata api ekspress, teknologi informasi, penerbangan angkasa luar….
Hubungan yang timpal balik
Kecemasan-kecemasan bersama tentang geo-politik, bersama-sama dengan kecemasan-kecemasan tentang Amerika Serikat telah membuat Rusia dan Tiongkok sudah tentu saling mendekati. Krisis Ukraina telah mendorong Rusia dan Amerika Serikat ke dalam satu Perang Dingin baru dan hubungan antara dua negara terjerumus ke dalam situasi konfrontasi yang paling buruk sejak Uni Soviet mengalami berantakan tahun 1991. Seperti halnya dengan anta-gonisme Amerika Serikat - Uni Soviet dulu, pilihan Tiongkok menjadi negara berfihak ke mana adalah hal yang paling diperhatikan baik oleh Amerika Serikat maupun Tiongkok. Dalam upaya merebut pengaruh ini, Moskwa sedikit lebih unggul karena Moskwa dan Beijing mempunyai banyak kesamaan dalam hal ekonomi, pandangan politik dan pendirian terhadap Barat. Dua negara anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa ini adalah sekutu yang dekat satu sama lain dalam serentetan masalah-masalah panas di dunia seperti Suriah, Iran, Republik Demokrasi Rakyat Korea dan lain-lain…
Hubungan lawan-mitra, hubungan kerjasama-saling mengekang antara Tiongkok dan Amerika Serikat telah membuat Rusia dating kepada Tiongkok sebagai satu penyeimbang untuk membantu mengatasi keterisolasian sekarang. Pada latar belakang sedang harus menderita sanksi-sanksi dari Barat, Rusia harus mencari jalan ke luar bagi perekonomian dari sumber-sumber investasi luar negeri dan Tiongkok merupakan nama yang ideal.
Tapi itu tidak berarti hanya Rusia saja memerlukan, Beijing juga sangat memerlukan Rusia dalam banyak masalah. Tiongkok selama beberapa tahun belakangan ini sedang terus-menerus mencari sumber-sumber kekayaan alam, khusus sumber energi yang sedang semakin kurang untuk mengabdi pada proses pertumbuhan ekonomi. Sengketa wilayah juga memojokkan hubungan antara Tiongkok dengan banyak negara lain di kawasan ke dalam situasi yang teramat menegangkan. Dalam ambisinya tentang satu Tiongkok Raya, Tiongkok tampaknya sedang sendirian dan bertentangan dengan negara-negara lain di dunia. Semua faktor itu merupakan tenaga pendorong bagi Tiongkok untuk membentuk satu persekutuan baru dengan Rusia, melakukan kerjasama yang saling menguntungkan.
Menegakkan hubungan negara adi kuasa Asi-Eropa.
Pada kenyataannya, permufakatan-permufakatan yang ditandatangani pada pertemuan di sela-sela Forum Tingkat Tinggi APEC baru-baru ini merupakan kemenangan dobel baik bagi Rusia maupun bagi Tiongkok, tidak hanya mempunyai makna ekonomi semata-mata, melainkan juga politik. Bagi Rusia, Presiden Vladimir Putin telah menyampaikan satu pesan: Upaya-upaya untuk mengisolasi Moskwa merupakan satu kesalahan. Rusia sepenuh-nya memilih jalan tidak bergantung pada Barat untuk memulihkan posisinya. Bagi Tiongkok, hasil-nya adalah sangat jelas. Tiongkok memerlukan sumber energi alam untuk mengurangi pengaruh berbagai jenis gas bakar karena batu bara mengakibatkan polusi lingkungan di kota-kota besar, hal yang memusingkan kepala Tiongkok selama ini. Lebih-lebih lagi, Tiongkok telah membawa gas bakar ke pasarAsia dengan harga yang sama di pasar Eropa, hal yang sebelumya selalu diterima oleh kawasan ini untuk membeli-nya dengan harga yang lebih mahal dari pada Eropa sebanyak 30%.
Bertolak dari hubungan yang saling menguntungkan, maka dalam kerangka pertemuan bilateral kali ini, Presiden Rusia, Vladimir Putin dan Presiden Tiongkok, Xi Jinping telah saling memberikan kata-kata yang penuh simpati. Sementara itu, Presiden Rusia, Vladimir Putin menekankan bahwa kerjasama antara Tiongkok dan Rusia bertujuan menjamin dunia berjalan sesuai dengan hukum internasional, membantu dunia berkembang secara lebih stabil dan lebih mudah diramalkan, sementara itu, Presiden Tiongkok, Xi Jinping juga tidak segan-segan menyampaikan kata-kata bersayap kepada timpalannya dari Rusia, bahwa hubungan Rusia-Tiongkok dimisalkan-nya sebagai satu pohon yang sedang di masa penenan dan memetik buah-nya.
Bagaimana perubahan yang terjadi panggung internasional, dua negara tetap mengikuti jalan yang sudah dipilih yakni memperluas dan memperkuat hubungan kerjasama yang komprehensif dan mencapai banyak kemenangan. Baik Rusia maupun Tiongkok, kedua negara sedang ingin menegaskan keberdayaan-nya di kawasan, oleh karena itu, dua fikiran besar pasti saling memerlukan di atas satu jalan./.