(VOVworld) – Pada Kamis (28 Februari), Perdana Menteri Thailand, Yingluck Shinawatra harus memenuhi panggilan Komisi anti Korupsi negara ini tentang tuduhan-tuduhan melupakan tanggung jawab dalam menggelarkan kebijakan subsidi beras kepada kaum petani, bersamaan itu membiarkan terjadinya korupsi dan menimbulkan kerugian besar terhadap anggaran keuangan negara. Pada saat demontrasi anti Pemerintah semakin meningkat dan melampaui kontrol, tuduhan-tuduhan baru mnembuat Pemerintah Thailand sedang harus menghadapi banyak kesulitan, tantangan dan instabilitas politik di negeri ini yang belum bisa menemukan jalan keluar.
Kaum tani Thailand melakukan demonstrasi anti Pemerintah
di depan Markas Kementerian Perdagangan
(Foto: tuoitre.vn)
Digelarkan dua tahun lalu, kebijakan subsidi beras dianggap sebagai salah satu diantara program-program politik paling penting dari Perdana Menteri Thailand, Ibu Yingluck Shinawatra untuk mengusahakan dukungan kaum petani, turut mendatangkan kemenangan kepada Ibu Yingluck Shinawatra dalam pemilu tahun 2011. Menurutnya, Pemerintah akan membeli beras dari kaum petani dengan harga lebih tinggi 50% terbanding dengan harga di pasar domestik. Dengan posisi sebagai negara eksportir beras paling besar di dunia pada saat itu, gerak-gerik menahan tidak menjual barang ini diprediksikan akan membuat harga beras di dunia meningkat secara drastis dan mendatangkan keuntungan bagi Thailand.
Pengaruh balik dari kebijakan
Akan tetapi, kebijakan subsidi beras ini mengalami kebangkrutan karena semua negara peserta persaingan telah secara mendadak meningkatkan tarap ekspor beras, sehingga menimbulkan dampak-dampak berbalik terhadap Yingluck Shinawatra, bahkan berpengaruh besar terhadap posisi politiknya. Pemerintah pimpinan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra sedang harus bergulat dengan beras digudang dengan jumlah raksasa yang menyisa dalam gudang yang tidak bisa dipasarkan, sementara itu harga beras di dunia telah tidak naik seperti yang diharapkan. Kebijakan penunjang ini juga membuat Pemerintah Thailand harus mengeluarkan biaya kira-kira USD 10 miliar setiap tahun, berpengaruh besar terhadap keseimbangan anggaran keuangan negara. Bahkan, Pemerintah Thailand juga tidak cukup uang untuk membayar kepada kaum petani dan semua pos utang telah mencapai kira-kira USD 4 miliar. Penggelaran program tersebut juga dituduh membiarkan terjadinya korupsi secara luas. Sekarang, justru program ini menjadi salah satu diantara kelemahan-kelemahan yang disalah-gunakan kaum penentang untuk melakukan demonstrasi.
Tidak hanya menjadi dalih untuk membuat faksi oposisi memperhebat demonstrasi, menuntut Perdana Menteri lengser, membuat kegusaran melanda ke kalangan petani - lapisan yang selalu dianggap sebagai kekuatan pendukung paling kuat terhadap Partai Demi Negeri Thailand dalam banyak pemilu pada tahun-tahun ini, Kemarahan kaum petani sudah sampai pada klimaksnya ketika pada pekan lalu, lebih dari 2.000 petani Thailand telah mengemudikan ratusan mesin bajak dan berbagai jenis kendaraan lain menuju ke Bangkok, ibu kota Thailand untuk menuntut kepada Pemerintah supaya memberikan uang tunjangan untuk menanam padi. Meskipun Pemerintah pimpinan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra telah memutuskan mengucurkan kira-kira Euro 16 juta (sama dengan USD 22 juta) kepada kira-kira 4000 petani, tetapi menurut prakiraan, angka ini masih terlalu sedikit terbanding dengan total utang senilai Euro 2,6 miliar yang harus dibayar Pemerintah menurut komitmen.
Akan tetapi, dengan posisi sekarang, Pemerintah Thailand untuk sementara tidak cukup kemampuan dan wewenang untuk memecahkan secara tutas masalah subsidi beras kepada kaum petani.
Jalan buntu tidak menemukan jalan keluar
Tidak adanya uang untuk membayar kepada kaum petani sedikit banyak telah membuat dukungan setia kaum pemilih mengalami erosi. Akan tetapi, sampai saat ini, belum bisa menilai apakah kesulitan dalam pelaksanaan program subsidi beras akan memberikan pengaruh terhadap prosentasi kepercayaan rakyat terhadap Pemerintah pimpinan Ibu Yingluck Shinawatra.Sekarang ini, Perdana Menteri Yingluck Shinawatra masih belum memberikan reaksi keras untuk menindas gerakan perlawanan. Jelaslah bahwa yang berwajib Thailand ingin menghindari tidak membiarkan terjadinya situasi huru-hara yang tidak berhasil dikontrol dan mendukung perundingan dengan kalangan pemimpin gerakan demonstrasi.
Tentang jalan keluar untuk semua jalan buntu politik di Thailand pada waktu mendatang, para pakar memberikan analisa bahwa sulit ada indikasi yang menjadi baik, karena Pemerintah pimpinan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra sedang harus menghadapi penolakan yang tegas dari faksi demonstran. Faksi oposisi pimpinan Suthep Thaugsuban menuntut kepada Perdana Menteri Yingluck Shinawatra supaya lengser dan menyerahkan kekuasaan kepada satu dewan yang terdiri dari orang-orang yang ditunjuk untuk melakukan satu reformasi guna memberantas korupsi.
Masalahnya yalah tidak ada yang tahu bagaimana cara menunjuk dewan itu dan reformasi-reformasi kongkrit apa yang akan direkomendasikan. Satu kompromi antara Pemerintah dan faksi oposisi tampaknya terlalu jauh.
Akan tetapi, keluwesan Pemerintah Thailand sedang membuat kaum pendukung Pemerintah bereangsur-angsur kehilangan kesabaran. Akhir-akhir ini, 4.000 pemimpin gerakan Kaos Merah seluruh negeri yang mendukung Pemerintah telah melakukan pertemuan dan sepakat mengubah target strategis.
Jutaan pendukung sedang siap menuju ke Bangkok untuk menghadapi kekuatan demonstran yang melawan. Ditambah pula, kalau Pemerintah Thailand dan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra dijatuhi hukuman korupsi oleh Mahkamah Tinggi dalam program subsidi beras, sehingga mengakibatkan runtuh-nya Pemerintah, maka instabilitas di negara Asia Tenggara ini akan tambah rumit dan macet. Karena pada waktu itu, ada kemungkinan faksi yang turun ke jalan adalah kaum Kaos Merah dan bahaya terjadinya satu perang saudara adalah hal yang tidak diharapkan orang./.