(VOVworld) - Pada Senin (8 Juni), Konferensi Tingkat Tinggi Kelompok 7 perindustrian maju (G7) telah berakhir setelah berlangsung selama dua hari di Istana Elmau, Jerman Selatan dengan Pernyataan Bersama yang isinya menyinggung banyak masalah regional dan internasional. Masalah keamanan maritim sekali lagi menjadi salah satu diantara masalah-masalah yang mendapat perhatian dari para pemimpin G-7 pada latar belakang semua tindakan sefihak yang dilakukan Tiongkok dengan intrik mengubah status quo di Laut Huatung dan Laut Timur semakin menjadi kekhawatiran bersama komunitas internasional.
Meskipun merupakan satu tema baru yang ditambahkan pada agenda Konferensi Tingkat Tinggi G-7 tahun ini dengan banyak masalah yang sedang mendapat perhatian dari dunia, akan tetapi masalah mempertahankan keamanan maritim di Laut Timur dan Laut Huatung telah benar-benar memanaskan forum G-7 – tempat berhimpunnya semua negara adi kuasa papan atas di dunia
Menunjukkan pendirian bersama tentang keamanan maritim
Disamping serentetan naskah dokumen internasional yang menjadi panas, misalnya mengusahakan solusi menstabilkan situasi di Ukraina Timur, menghadapi organisasi yang menamakan diri “Negara Islam” (IS), memadamkan wabah penyakit yang sedang eksplosif dan lain-lain… para pemimpin G-7 telah menyediakan waktu untuk menyatakan pendirian bersama dalam masalah mempertahankan perdamaian, kestabilan, keamanan dan keselamatan maritim di Laut Timur dan Laut Huatung. Dalam Pernyataan Bersama yang dikeluarkan setelah Konferensi Tingkt Tinggi berakhir, G-7 menekankan perlunya mempertahankan ketertiban maritim menurut hukum internasional dan menjamin keamanan maritim internasional, khususnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut - tahun 1982 (UNCLOS-1982). Para pemimpin G-7 menekankan arti penting-nya masalah memecahkan bentrokan secara damai dan menjamin kebebasan maritim dan memanfaatkan ekonomi kelautan secara legal, bersamaan itu dengan gigih menentang penggunaan kekerasan untuk mengubah status quo laut, misal-nya memperluas pulau-pulau buatan berskala secara besar-besaran pada waktu belakangan ini di Laut Timur.
Disamping itu, para pemimpin G-7 juga menegaskan bahwa Beijing perlu memperjelas dasar dari semua klaim kedaulatan dengan berdasarkan pada hukum internasional, jadi bukan dengan langkah mengancam atau menggunakan kekerasan dan paksaan. Ini bukan untuk pertama kalinya, G-7 menyampaikan sikap terhadap masalah ini. Sehubungan dengan kesempatan ini pada tahun 2014, pada Konferensi Tingkat Tinggi di Brussel (Ibukota Belgia), para pemimpin G-7 juga telah mengeluarkan Pernyataan untuk menentang semua tindakan sefihak manapun yang menuntut kedaulatan melalui perilaku provokatif, ancam dan penggunaan kekerasan.
Keamanan maritim selalu menjadi perhatian G-7
Sengketa kedaulatan di Laut Timur, Laut Huatung dan keamanan maritim selalu menjadi perhatian khusus dari G-7. Pertama-tama karena Tiongkok punya sengketa kedaulatan dengan Jepang, satu anggota G-7 di kepulauan Senkaku atau Diao Ju di Laut Huatung. Beijing selalu mengirim kapal ke wilayah laut di sekitar kepulauan Senkaku atau Diao Ju yang sedang dikontrol oleh Tokyo, sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang bahaya bentrokan antara dua fihak. Akan tetapi, hal yang lebih penting yalah bahaya bentrokan yang bisa memutus salah satu diantara jalan-jalan perdagangan di laut yang paling penting di dunia melalui Laut Timur-tempat dimana Tiongkok sedang mengajukan klaim kedaulatan terhadap hampir seluruh kawasan ini, akan berpengaruh negatif terhadap semua negara G-7, sehingga memaksa kelompok ini harus menyatakan sikapnya. Sejak dulu sampai sekarang, ketika memberikan reaksi terhadap pernyataan dari siapapun yang bersangkutan dengan sengketa wilayah dan wilayah laut di Laut Timur dan Laut Huatung, Tiongkok selalu menentang internasionalisasi semua sengketa. Namun Tiongkok sekarang juga harus menderita tekanan tidak kecil dalam menghadapi reaksi kuat dari negara-negara G-7 memberikan reaksi yang kuat karena Tiongkok punya hubungan ekonomi besar dengan negara-negara dalam kelompok ini. Menurut statistik, perusahaan-perusahaan Amerika Serikat telah melakukan investasi sebesar 70 miliar dolar Amerika Serikat di Tiongkok. Sementara itu, Beijing membeli sejumlah barang dan jasa sebesar 124 miliar dolar Amerika Serikat dari Washington. Sebaliknya, Amerika Serikat mengimpor barang-barang sebeaar 466 miliar dolar Amerika Serikat dari Tiongkok.
Tidak hanya ada tekanan ekonomi, negara-negara G-7 melakukan tindakan-tindakan lain untuk membuktikan pengaruh-nya. Diantara negara-negara G-7, sekarang Jepang dan Amerika Serikat adalah dua negara yang sedang melakukan intervensi yang sangat kuat pada masalah keamanan maritim pada waktu lalu. Baru-baru ini, kanal televisi CNN dari Amerika Serikat telah mengumumkan gambar-gambar ke seluruh dunia tentang tindakan-tindakan Tiongkok membangun secara illegal pulau-pulau buatan di Laut Timur. Opini umum dunia belakangan ini juga mengajukan prediksi-prediksi tentang kemungkinan Washington akan mengerahkan pesawat terbang ke kawasan 12 mil laut dari pulau-pulau buatan yang dibangun secara illegal oleh Tiongkok di Laut Timur untuk menegaskan: Amerika Serikat tidak mengakui kedaulatan yang diklaim oleh Tiongkok di kawasan ini. Selain Amerika Serikat , Jepang juga merupakan negara yang menentang keras aktivitas-aktivitas yang mempengaruhi keamanan dan keselamatan maritim di kawasan. Selain menggunakan forum-forum internasional untuk memperingatkan Beijing yang menyabot status quo di kawasan-kawasan laut di kawasan ini, Tokyo juga memperkuat kerjasama dengan negara-negara lain. Menurut rencana, dari 23-24 Juni ini, Pasukan Bela Diri di Laut dari Jepang akan melakukan latihan perang bersama dengan angkatan laut Filipina di Laut Timur.
Setelah Forum Dialog Keamanan Asia (Shangri-La) di Singapura, masalah memperkuat keamanan dan keselamatan maritim di kawasan Laut Timur dan Laut Huatung sekali lagi ditegaskan oleh para kepala negara-negara maju papan atas dunia. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian negara-negara di luar kawasan semakin besar untuk mempertahankan satu lingkungan yang damai dan stabil di jalan laut urat nadi di dunia./.