(VOVWORLD) - Selama beberapa hari belakangan ini, hubungan antara Venezuela dengan Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara Amerika Latin, terutama Peru menjadi tegang ketika semua pihak melakukan banyak gerak-gerik saling mengecam dan memberi ancaman melakukan intervensi militer. Semua masalah terjadi setelah para pemilih Venezuela memilih Dewan Konstituante (ANC)-lembaga yang bertugas mengamandir Undang-Undang Dasar (UDD)-tahun 1999 untuk membantu Venezuela mengatasi krisis politik sekarang. Kontradiksi baru ini membuat Venezuela lebih menjumpai kesulitan dalam memecahkan krisis politik dan ekonomi. Namun, warga Venezuela berharap agar Pemerintah pimpinan Presiden Nicolas Maduro akan selangkah demi selangkah mengatasi kesulitan bagi Venezuela untuk memulihkan posisi sebagai salah satu di antara negara-negara yang mempunyai pengaruh ekonomi dan politik paling besar di Amerika Latin.
Presiden Venezuela, Nicolas Maduro berbicara di depan sidang Parlemen pada 10/8 (Foto: AFP/Kantor Berita Vietnam) |
Tanpa memperdulikan tentangan dari faksi oposisi di Venezuela, Presiden Nicolas Maduro menyatakan menang setelah badan pemilu negara ini mengumumkan jumlah pemilih untuk memilih Dewan Konstituante mencapai lebih dari 8 juta orang, sama dengan 41,5%, lebih tinggi dari tarap minimal 15% menurut ketentuan UUD. Nicolas Maduro menganggap bahwa pembentukan Dewan Konstituante adalah cara satu-satunya untuk memulihkan ketertiban setelah masa berbulan-bulan berlangsung demonstrasi yang dilakukan faksi oposisi, sehingga membuat Venezuela terperangkap ke dalam kebuntuan politik.
Internal yang tidak stabil.
Pada saat Presiden Nicolas Maduro menyatakan menang dalam pemilu, maka faksi oposisi tidak mengakui hasil ini karena mengatakan bahwa hanya ada kira-kira 12% jumlah pemilih yang memberikan suara. Gubernur Negara Bagian Miranda, Henrique Capriles, pemimpin faksi oposisi berseru kepada para pendukung supaya turun ke jalan melakukan demonstrasi untuk menentangnya. Sebelumnya, faksi oposisi juga memboikot peristiwa ini dengan cara tidak menominasikan calon.
Pada kenyataannya, krisis ekonomi di Venezuela telah meningkatkan ketegangan-ketegangan politik sekarang ini di negara Amerika Latin ini. Sebagai salah satu di antara negara-negara yang punya pengaruh ekonomi dan politik yang paling besar di Amerika Latin, kemerosotan di negara ini sekarang ini telah melampaui imajinasi dari para ahli ekonomi. Dari 2013-2017, GDP Venezuela merosot sampai 40%, sumber pendapatan nasional juga telah turun 51%. Untuk mengejar pada inflasi menjadi 72%, Presiden Nicolas Maduro telah meningkatkan gaji minimal tiga kali lipat pada tahun 2017, tapi hal ini semakin membuat mata uang Bolivar dari Venezuela mengalami inflasi 1000%. Sekarang ada 82% jumlah penduduk negara ini yang mengalami kelaparan dan kemiskinan, kekurangan bahan pangan dan bahan makanan. Angka-angka tersebut menunjukkan perekonomian Venezuela sedang benar-benar kacau balau dan sulit bisa pulih pada waktu pendek.
Pada latar belakang itu, pada bulan Januari 2016, untuk pertama kalinya selama 18 tahun ini, faksi oposisi merebut kontrol terhadap Parlemen Venezuela. Hal ini semakin meningkatkan krisis politik. Yang mencemaskan ialah situasi eskalasi kekerasan yang dilancarkan oleh faksi oposisi selama 4 bulan ini telah membuat lebih dari 100 orang tewas.
Ketegangan dengan beberapa negara Amerika Latin kian meningkat
Kontradiksi politik di Venezuela telah melampaui wilayah negara ini ketika dalam satu konferensi luar biasa yang diadakan oleh Pemerintah Peru pada tanggal 8 Agustus untuk membahas krisis sekarang di Venezuela, para Menteri Luar Negeri dari 17 negara Amerika Latin telah mengeluarkan Pernyataan Lima yang isinya tidak mengakui Dewan Konstituante Venezuela. Pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri Peru, Ricardo Luna telah menolak menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Komunitas Negara-Negara Amerika Latin dan kawasan Karibea (CELAC) yang direkomendasikan oleh Presiden Venezuela, Nicolas Maduro belakangan ini. Dalam gerak-gerik menentang, Saul Ortega, anggota Dewan Konstituante Venezuela menolak Pernyataan Lima, bersamaan itu mengecam ini merupakan tindakan intervensi pada urusan internal Karakas. Dia juga mengecam Mercosur yang menghentikan tanpa batas waktu keanggotaan Venezuela dalam organisasi ini. Ketegangan antara Venezuela dan Peru semakin meningkat ketika Peru memutuskan mengusir Duta Besar Venezuela di Lima, Diego Alfredo Molero Bellavia.
Menentang ancaman intervensi AS.
Pada latar belakang destabilitas internal, ketegangan dengan beberapa negara Amerika Latin belum selesai dipecahkan, Venezuela harus menghadapi AS setelah Presiden Donald Trump, pada tanggal 11 Agustus ini, telah dengan mendadak menyatakan: AS punya “banyak pilihan terhadap Venezuela, di antaranya ada kemungkinan melakukan tindakan militer, jika perlu”. Ketika mengomentari pernyataan Kepala Gedung Putih, Menteri Luar Negeri Venezuela, Jorge Arreaza mengatakan bahwa “ancaman yang bersifat avonturis” dari Presiden Donald Trump bertujuan menarik Amerika Latin dan kawasan Karibea ke dalam satu bentrokan yang membuat kawasan ini menjadi tidak stabil, tidak damai dan tidak aman. Pernyataan Donald Trump merupakan ancaman langsung terhadap perdamaian, stabilitas, kemerdekaan, keutuhan wilayah dan kedaulatan serta hak menentukan nasib sendiri dari Venezuela. Banyak warga Venezuela juga menegaskan bahwa pernyataan Donald Trump merupakan ancaman terhadap kedaulatan negara ini.
Prospek tentang satu intervensi militer AS di kawasan ini juga membuat banyak negara Amerika Latin merasa khawatir, bahkan negara-negara yang pernah secara terbuka mengecam Presiden Venezuela Nicolas Maduro. Peru menegaskan ancaman Presiden AS bertentangan dengan prinsip-prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menteri Luar Negeri Meksiko, Luis Videgaray mengatakan bahwa krisis Venezuela tidak bisa dipecahkan dengan tindakan militer, meski di dalam atau dari luar negeri. Pemerintah dari serentetan negara seperti Kuba, Bolivia, Ekuador dan Nikaragoa beserta banyak negara di kawasan Karibea lain-nya menegaskan akan bahu-membahu dengan Venezuela.
Venezuela sedang berupaya keras untuk mengatasi krisis ekonomi dan politik sekarang ini. Kontradiksi-kontradisi dalam internal dengan negara-negara tetangga sedang menjadi rintangan-rintangan dalam proses mengatasi krisis. Warga Venezuela berharap agar Pemerintah pimpinan Presiden Nicolas Maduro akan selangkah demi selangkah mengatasi kesulitan agar negara Amerika Latin ini memulihkan posisi seperti semula yaitu salah satu di antara negara-negara yang punya pengaruh ekonomi dan politik yang paling besar di Amerika Latin.