(VOVWORLD) - Kemarahan di dunia Arab dan Islam sedang semakin meningkat tinggi setelah keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) yang mengakui daerah suci Jerusalem sebagai ibu kota negara Yahudi Israel. Tidak hanya meledak di kawasan Timur Tengah saja, tapi demonstrasi-demonstrasi juga meledak di banyak negara Islam lainnya. Situasi ini sedang mendorong kawasan Timur Tengah ke dalam pusaran destabilitas yang serius kalau komunitas internasional tidak mengeluarkan solusi pemecahan secara tepat waktu.
Polisi Israel mengekang para demonstran (Foto" xinhua/VNA) |
Kekerasan meledak hanya sehari setelah Presiden AS, Donald Trump mengeluarkan keputusan yang “avonturis” bersangkutan dengan daerah suci Jerusalem. Di kawasan Timur Tengah, sedikit-dikitnya ada 1.400 orang Palestina yang telah menderita luka-luka dalam bentrokan-bentrokan dengan pasukan keamanan Israel selama hari-hari ini. Taupan kemarahan, hingga saat ini belum ada yang menunjukkan indikasi akan untuk sementara berhenti pada hari-hari mendatang.
Gelombang demonstrasi melanda meluas ke mana-mana
Di Jerusalem, gas air mata dan granat asap terus-menerus digunakan oleh pasukan keamanan Israel untuk membubarkan keremunan orang Palestina yang tidak henti-hentikan meneriakkan bahwa Jerusalem adalah ibu kota mereka dan memprotes keputusan AS. Ketegangan semakin meningkat setelah seorang personil pasukan keamanan Israel ditusuk pada Minggu (10 Desember) di Jerusalem Timur, memulai gerak-gerik balasan keras yang diberikan oleh negara Yahudi.
Jauhnya kira-kira 10 kilometer dari Jerusalem, Kota Bethlehem yang terletak di Tepi Barat sungai Jordan juga menyaksikan eskalasi kekerasan ketika ribuan demonstran memekikkan slogan memprotes AS yang mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Polisi Israel telah melepaskan gas air mata terhadap para demonstran.
Jerusalem dan Bethlehem hanyalah sebagian dalam panorama kemarahan di dunia Arab dan Islam setelah AS mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Demonstrasi-demonstrasi tidak hanya berlangsung di negara-negara Islam, kawasan yang berbagi dan berempati dengan orang Palestina, tapi juga berlangsung di negara-negara sekutu AS. Pada Minggu (10 Desember), kira-kira 2.500 orang telah berkumpul di luar Kedutaan Besar AS di Jerman untuk memanifestasikan solidaritas dengan Negara Palestina dan memprotes keputusan Washington. Bendera Israel dibakar sehingga Pemerintah Jerman harus bersuara mengimbau mengekang diri dan tidak menghasut kecenderungan anti Yahudi. Di Libanon, pasukan keamanan negara ini telah harus melepaskan peluru gas air mata dan menggunakan meriam air untuk membubarkan para demonstran di dekat dengan Kedutaan Besar AS di kota Beirut. Sedangkan, di Indonesia, negara yang berpenduduk Islam paling banyak di dunia, terus-menerus selama 3 hari ini, ribuan orang telah melakukan demonstrasi di luar Kedutaan Besar AS untuk memanifestasikan solidaritas dengan rakyat Palestina. Demonstrasi-demonstrasi serupa juga berlangsung di sedikit-dikitnya 10 kota yang lain di Indonesia, Maroko, Turki, Mesir dan wilayah-wilayah Palestina.
Bahaya Timur Tengah terperangkap ke dalam pusaran destabilitas yang serius
Tidak hanya menimbulkan gelombang protes yang keras di dunia Arab dan Islam, keputusan Presiden Donald Trump juga sedang menimbulkan keretakan-keretakan serius dalam hubungan diplomatik antara negara-negara Timur Tengah. Turki menyatakan akan memutus hubungan diplomatik dengan Israel, bersamaan itu mengimbau diadakannya satu sidang darurat Organisasi Kerjasama Islam di Istanbul pada tanggal 13 Desember. Presiden Palestina, Mahmoud Abbas menyatakan bahwa Wakil Presiden AS, Mike Pence akan tidak disambut ke Timur Tengah dalam kunjungan yang akan datang dan akan tidak ada dialog yang akan berlangsung. Palestina sedang mencari satu mediator dialog damai yang baru sebagai pengganti AS dan mengusahakan satu resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Banga-Bangsa tentang Jerusalem.
Pada saat ini, semua upaya diplomatik sedang digelarkan secara aktif untuk menurunkan suhu bentrokan Israel-Palestina. Presiden Perancis, Emmanuel Macron mendesak Perdana Menteri Israel, Netanyahu supaya menghentikan pembangunan zona-zona pemukiman orang Yahudi, sekaligus mengimbau kepada Perdana Menteri Israel supaya melakukan “langkah-langkah yang berani” terhadap orang Palestina untuk “mengatasi kemacetan” krisis Israel-Palestina. Akan tetapi, apa kongkritnya langkah berani itu, sampai saat ini, semua pihak masih belum bisa mengeluarkan jawaban yang selayaknya.