(VOVWORLD) - Amerika Serikat (AS), pada Kamis (20/8), resmi mengajukan surat gugatan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) tentang ketidakpatuhan permufakatan nuklir yang dilakukan Iran, langkah selanjutnya setelah Presiden AS, Donald Trump menyatakan bahwa Washington akan secara sepihak mengaktifkan sanksi-sanksi terhadap negara Islam.
Bendera AS dan Iran dalam perundingan tentang nuklir di tahun 2015 (Foto: Reuters) |
Ini merupakan tindakan yang dianggap berbahaya, bisa membubuhkan tanda titik habis untuk permufakatan nuklir bersejarah antara Iran dan Kelompok P5+1 (JCPOA), sekaligus mengakibatkan krisis diplomatik serius.
Surat gugatan tentang ketidakpatuhan permufakatan nuklir oleh Iran diajukan Menteri Luar Negeri (Menlu) AS, Mike Pompeo kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) di New York, AS, pada Kamis (20/8), meskipun negara ini telah menarik diri dari permufakatan ini pada tahun 2018. Ini merupakan langkah hukum pertama yang dilakukan AS dalam upaya mengaktifkan mekanisme tentang pemulihan sanksi terhadap Iran.
Upaya-upaya sepihak
Klausul yang menentukan waktu tentang penghentian embargo senjata terhadap Iran telah dikeluarkan DK PBB dalam Resolusi no.2231 tentang dukungan terhadap Permufakatan nuklir yang ditandatangani antara Iran dan Kelompok P5+1 (yaitu AS, Rusia, Tiongok, Inggris, Perancis plus Jerman), atau disebut Rencana Aksi Menyeluruh Bersama (JCPOA). Menurut klausul ini, perintah embargo yang dikenakan PBB berlangsung dalam waktu 13 tahun, di antaranya melarang ekspor teknologi terkait sistem pengangkutan senjata nuklir dengan Iran, melarang Teheran mengekspor senjata dan melarang negara-negara menjual senjata konvensional kepada negara ini. Perintah larangan ini akan habis berlaku pada 10 Oktober mendatang. Oleh karena itu, kalangan otoritas AS telah membuat satu rancangan resolusi untuk memperpanjang waktu tak terbatas terhadap semua embargo ini, sebagai pengganti resolusi lama.
Presiden AS, Donald Trump (Foto: AP) |
Akan tetapi, hasil pemungutan di DK PBB menunjukkan bahwa Washington tidak menerima dukungan dari negara-negara lain, kecuali suara dukungan satu-satunya dari Republik Dominica. Rusia dan Tiongkok memberikan suara kontra, sedangkan kesebelas anggota sisanya memberikan suara blanko. Menghadapi hasil ini, Presiden AS, Donald Trump menyatakan akan secara sepihak mengenakan sanksi-sanksi terhadap Iran dengan penggunaan klausul “mundur” dalam JCPOA.
Menurut banyak pakar, meskipun AS sudah menarik diri dari JCPOA pada tahun 2018, tetapi negara ini masih memiliki dasar hukum untuk memperpanjang perintah larangan terhadap Iran. Karena menurut resolusi, semua pihak bisa secara pihak menggugat suatu pihak peserta penandatanganan lainnya yang tidak menghormati komitmen-komitmen. Pada kenyataan-nya, AS semakin memberikan tekanan terhadap Iran. Namun, keputusan AS mengakibatkan keretakan-keretakan yang sulit disembuhkan dengan para sekutunya di sebelah sana Samudra Atlantik. Para sekutu di Eropa secara terus terang menganggap bahwa meskipun AS sudah menarik pelatuk, tetapi hal itu tidak berarti bahwa peluru akan ditembakkan, dan hal yang diinginkan AS tidak berarti komunitas internasional harus melakukannya.
Tanda titik habis mengakhiri permufakatan nuklir?
Ketika menyatakan mengaktifkan klausul pemulihan semua embargo terhadap Iran, AS ingin mencegah Iran membeli senjata-senjata mutakhir setelah mengakhiri embargo. Akan tetapi, dalam kenyataannya, hal ini semakin memperdalam perselisihan yang sudah ada antara Washington dan Teheran. Tidak hanya menyebut kegagalan AS di DK PBB sebagai kemenangan politik Iran dan kegagalan hukum dan politik terhadap AS, negara Islam ini juga meningkatkan tindakan provokatif. Tanpa memedulikan tuntutan AS bahwa Iran perlu menghentikan program rudalnya, Iran, pada Jumat (21/8), meluncurkan satu rudal balistik darat ke darat yang baru, dengan jengkauan tembakan sejauh 1.400 Km dan satu rudal jelajah baru. Presiden Iran, Hassan Rouhani menganggap bahwa kekuatan bela diri dari Iran akan memberikan kepentingan untuk para sekutu.
Tindakan AS juga mengakibatkan perselisihan selama hari-hari belakangan ini. Perihal AS memperingatkan akan secara sepihak mengenakan sanksi terhadap Iran dianggap kalangan analisis akan memojokkan DK PBB ke dalam krisis diplomatik yang paling buruk hingga sekarang, yang bisa “membunuh” permufakatan nuklir. Tindakan baru yang dilakukan Pemerintah Donald Trump dianggap akan semakin memperdalam lubang perpisahan antara AS dan para sekutu Barat yang terus mendukung pelaksanaan permufakatan JCPOA.
Menghadapi perkembangan-perkembangan sekarang ini, Presiden Rusia, Vladimir Putin mengimbau untuk mengadakan satu konferensi tentang Iran guna menghindari meningkatnya ketegangan di Teluk. Sekarang belum jelas upaya-upaya diplomatik yang mendesak itu bermanfaat atau tidak ketika hanya tinggal sekitar 2 bulan lagi embargo senjata terhadap Iran habis berlakunya.