(VOVWORLD) - Seminggu setelah pernyataan penarikan pasukan Rusia dari beberapa kawasan perbatasan dengan Ukraina, suasana ketegangan tetap meliputi sepanjang perbatasan antara dua negara tetangga yang pernah menjadi sebagian Federasi Uni Soviet dulu. Kenyataan itu menunjukkan bahwa untuk dapat menurunkan suhu ketegangan dan mencapai solusi terakhir bagi krisis, semua pihak perlu lebih berupaya untuk mengatasi tantangan-tantangan yang sekarang ada.
Pada 21 Februari, Presiden Rusia, Vladimir Putin telah menandatangani dekrit yang mengakui kemerdekaan, sekaligus menandatangani traktat-traktat persahabatan, kerja sama, dan bantuan bagi dua negara republik yang menamakan diri Donest (DPR) dan Luhansk (LPR) di Ukraina Timur. Gerak-gerik tersebut segera mendapat protes dan celaan keras dari Ukraina dan Barat. Suasana tegang yang belum mereda di kawasan-kawasan perbatasan Rusia-Ukraina selama 24 bulan terakhir terus meningkat.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy mengunjungi pasukan tentara yang berkedudukan di kawasan konflik Donbass (Foto: REUTERS) |
Barat Meningkatkan Tekanan terhadap Rusia
Memberikan reaksi terhadap langkah Rusia, Gedung Putih mengumumkan bahwa Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden berencana untuk mengenakan sanksi perdagangan dan keuangan baru di dua wilayah Donetsk dan Luhansk di Ukraina Timur yang telah diakui oleh Rusia sebagai wilayah yang merdeka. Dalam pembicaraan telepon dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, Presiden Joe Biden menekankan bahwa AS akan memberikan balasan dengan cepat dan tegas, bersama dengan para sekutu dan mitranya. Pada hari yang sama, dalam pembicaraan telepon dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman, Olaf Scholz, Presiden Joe Biden dan para pemimpin memberikan reaksi terhadap keputusan Rusia yang mengakui dua wilayah Donetsk dan Luhansk, dan membahas bagaimana Barat akan terus mengoordinasikan reaksi dalam langkah-langkah berikutnya. Sementara itu, Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg menuduh bahwa tindakan Rusia melanggar kesepakatan-kesepakatan internasional yang sudah ditandatangani Moskow.
Yang patut diperhatikan. tidak hanya berhenti pada pernyataan, AS dan sekutunya juga mengusulkan untuk melakukan pertemuan luar biasa Dewan Keamanan PBB untuk membahas pengakuan Rusia atas dua negara yang menamakan diri sebagai republik yang menamakan diri di Ukraina.
Menurut para analis internasional, reaksi-reaksi langsung dan gigih dari Barat menunjukkan tekanan terhadap Rusia akan terus meningkat. Yang lebih mengkhawatirkan, gerak-gerik ini sedang mengaburkan beberapa sinyal positif dalam kegiatan-kegiatan diplomatik ulang-alik yang diberikan para pemimpin Perancis dan Jerman belakangan ini. Di antaranya, Presiden Perancis, Emmanuel Macron pada awalnya meyakinkan kedua pemimpin AS dan Rusia supaya menerima rekomendasi melakukan pembicaraan puncak untuk mengusahakan solusi bagi krisis. Tetapi hingga saat ini, tugas menurunkan suhu kian menjadi lebih menantang dan sulit.
Sekjen PBB, Antonio Guterres berbicara dalam pertemuan dengan kalangan pers di Markas Besar PBB untuk New York pada14/2/2022. Ia mengimbau upaya-upaya diplomatik untuk meredakan eskalasi ketagangan antara Rusia dan Ukraina (Foto: Xinhua) |
Memerlukan Banyak Upaya dan Menjaga Dialog
Dalam pernyataan terbaru yang memberikan reaksi tentang perkembangan ini, Sekjen PBB, Antonio Guterres mengimbau semua pihak terkait untuk menangani konflik di Ukraina Timur secara damai sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan Minsk yang didukung oleh Resolusi 2202 DK PBB. Juru bicara Sekjen PBB, Stephane Dujarric menunjukkan bahwa Sekjen Guterres mengimbau semua pihak terkait untuk memfokuskan upaya mereka untuk segera menghentikan tindakan-tindakan permusuhan, mencegah semua tindakan yang dapat menimbulkan eskalasi ketegangan di Ukraina, sekaligus memprioritaskan mendorong semua saluran diplomatik untuk menangani masalah secara damai.
Pada pihaknya, kalangan otoritas Rusia juga menegaskan bahwa mereka terus mengikuti langkah-langkah diplomatik untuk menangani masalah. Dalam pernyataan terbaru, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov mengumumkan bahwa dia masih akan bertemu dengan sejawatnya dari AS, Antony Blinken pada 24 Februari di Jenewa (Swiss) seperti yang direncanakan.
Banyak analis juga mempunyai pandangan bersama bahwa eskalasi ketegangan apa pun yang dapat menyebabkan situasi lepas kendali tidak menguntungkan bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan dan dunia. Dengan kenyataan saat ini, dialog tetap merupakan langkah satu-satunya dan terbaik untuk menangani krisis Rusia-Ukraina.