(VOVworld) - Pada Kamis 23 Februari, di Beijing, Tiongkok telah berlangsung perundingan bilateral pertama di tingkat Deputi Menteri Luar Negeri antara Amerika Serikat (AS) dan Republik Demokrasi Rakyat Korea (RDR Korea) setelah wafatnya pemimpin RDR Korea ini Kim Jong Il (Desember tahun 2011). Walaupun diprakirakan akan sulit mencapai hasil terobosan, akan tetapi menurut kalangan pengamat, perundingan tersebut akan memperlihatkan pandangan, keikhtikat baik dari kedua pihak AS dan RDR Korea dalam usaha memperbaiki hubungan bilateral maupun menciptakan prasyarat untuk mendorong diadakannya kembali perundingan enam pihak tentang masalah nuklir di semenanjung Korea pada waktu yang akan datang.
Dialog AS - RDR Korea kali ini bertujuan menegaskan lagi permufakatan yang menurut itu AS menuntut kepada RDR Korea supaya menghentikan program pengayaan uranium (UEP) dengan pemeriksaan dan pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), sebagai gantinya Pyong Yang akan menerima bantuan bahan pangan dari AS. Selain itu, ini juga merupakan kesempatan untuk meyakinkan RDR Korea kembali ke meja perundingan 6 pihak tentang masalah nuklir yang mengalami kemacetan dari bulan April tahun 2009. Menurut kalangan pengamat, ini merupakan isi-isi yang tidak baru terbanding dengan perundingan-perundingan sebelumnya dan nampaknya hasil perundingan juga bisa diprediksi oleh semua pihak. Akan tetapi, banyak analis beranggapan bahwa, hal itu tidak penting, tetapi yang paling positif dalam perundingan kali ini barang kali yalah perundingan telah diadakan oleh kedua pihak, itu artinya dialog langsung tetap dipertahankan. Yang lebih mendalam lagi, melalui perundingan akan bisa mencerminkan pendirian dan politik AS dan RDR Korea dalam tahap alih kekuasaan di Pyong Yang.
Tentara RDR Korea melakukan parade militer untuk mengenangkan almarhum pemimpin Kim Il Sung dan Kim Jong Il serta menyampaikan kesetiaan dengan pemimpin baru Kim Jong Un pada tanggal 18 Februari tahun 2012
(Foto: KCNA/TTXVN)
Hal ini dibuktikan dengan perihal setibanya di Beijing pada 22 Februari, Kepala Perunding AS, Utusan Khusus Glyn Davies memberitahukan bahwa dia ingin melihat manifestasi-manifestasi kebijakan politik pemimpin baru Kim Jong Un. AS juga perlu melihat apakah RDR Korea bersedia melaksanakan langkah-langkah untuk menenangkan komunitas internasional atau tidak. Sementara itu, bagi RDR Korea, perundingan perundingan tersebut juga merupakan kesempatan untuk memeriksa kembali kata-kata Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton sebelumnya, ketika dia menyatakan AS mengharapkan akan memperbaiki hubungan dengan RDR Korea di bawah pimpinan Kim Jong Un.
Tidak hanya AS sendiri dan RDR Korea ingin mencari tahu sikap satu sama lain, melainkan juga banyak negara di Asia Timur Laut juga menganggap perundingan ini sebagai kesempatan untuk memprediksi kemungkinan diadakannya kembali perundingan enam pihak (Rusia, Tiongkok, Jepang, Republik Korea, AS, RDR Korea) tentang masalah nuklir di semenanjung Korea. Oleh karena itu, sudah sejak sebelum perundingan, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Liu Weimin menyatakan Beijing mengharapkan supaya perundingan bilateral AS dan RDR Korea akan mencapai hasil positif, menciptakan prasyarat untuk mendorong diadakannya kembali perundingan enam pihak tentang masalah nuklir di semenanjung Korea. Sementara itu, Republik Korea menegaskan, ini merupakan pertemuan yang paling ditunggu karena ia akan membuka kesempatan mengadakan kembali proses perundingan enam pihak yang terputus sejak setelah wafatnya Kim Jong Il.
Pada pihak Jepang, Menteri Luar Negeri Koichiro Gemba memberitahukan bahwa, Jepang menyambut dialog antara AS dan RDR Korea. Jepang akan terus memperkuat kerjasama dengan para mitra seperti AS, Republik Korea… dalam menangani masalah nuklir di semenanjung Korea. Walaupun dianggap bahwa, perundingan bilateral tingkat tinggi AS dan RDR Korea kali ini hanya merupakan langkah menjajak sikap semua pihak, akan tetapi ia juga memperlihatkan bahwa dua pihak saling mendekati untuk bersama-sama menangani perselisihan yang ada selama ini, dengan kata yang lain kecenderungan dialog telah mengganti kecenderungan konfrontasi./.