(VOVWORLD) - Kelompok Sahabat Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Hukum Laut (UNCLOS) 1982 baru saja resmi unjuk muka di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat. Ini merupakan inisiatif yang diajukan oleh Vietnam dan Jerman dan mendapat dukungan serta apresiasi dari negara-negara anggota PBB, menganggapnya sebagai satu forum untuk membahas secara terbuka masalah hukum laut, mempersempit perbedaan pendapat dan berkomitmen memberikan sumbangan kepada UNCLOS 1982 secara damai, menegaskan peran hukum internasional di Laut Timur.
Event tersebut dihadiri oleh Wakil Sekretaris Jenderal PBB urusan hukum merangkap penasehat hukum PBB, Miguel de Serpa Soares dan perwakilan dari 96 negara anggota.
PCA mengumumkan Vonis tentang Laut Timur tahun 2016 (Foto:cand.com.vn) |
Berkomitmen untuk memberikan sumbangan kepada UNCLOS 1982 secara damai
Inisiatif pembentukan Kelompok Sahabat UNCLOS 1982 mendapat perhatian besar dari perwakilan negara-negara anggota PBB. Inisiatif ini memenuhi secara tepat waktu perhatian dan kebutuhan dalam menjunjung tinggi peran dan nilai UNLCOS 1982, mendorong kepatuhan terhadap UNCLOS 1982, menciptakan mekanisme koordinasi untuk bersama-sama menangani tantangan terhadap UNCLOS 1982 dan tantangan di bidang laut dan samudera. Banyak negara dan Duta Besar (Dubes) dengan jelas menyatakan komitmen mereka untuk memberikan sumbangan kepada UNCLOS secara damai, berkomitmen untuk bertindak berdasarkan aturan hukum. Perwakilan banyak negara menegaskan bahwa UNCLOS 1982 merupakan dokumen komprehensif yang mengatur semua kegiatan di laut dan samudera, merupakan kerangka kerja sama internasional, regional dan nasional di bidang kelautan, menyumbangkan manajemen samudera, menjaga ketertiban hukum di laut, menangani semua sengketa secara damai. Semua negara, dengan persyaratan sosial-ekonomi, geografisnya, memiliki kepentingan yang kuat dalam mematuhi pelaksanaan UNCLOS 1982.
Kelompok Sahabat UNCLOS 1982 bukanlah badan pembuatan keputusan yang bersifat mengikat secara hukum seperti Dewan Keamanan PBB, tetapi akan menyediakan forum bagi para Dubes yang mewakili negara-negara untuk secara terbuka membahas masalah hukum laut, mempersempit perbedaan pendapat, saling memahami lebih baik, bersamaan itu, setiap anggota bisa menyampaikan masalah-masalah sulit yang terkait laut dan samudera di kawasan mereka untuk dibahas dan diberikan konsultasi. Bagi negara manapun, ketika sengketa dan bentrokan terjadi, cara terbaik untuk menyelesaikannya adalah berdasarkan pada aturan hukum dan UNCLOS 1982, adalah bagian penting dalam hukum dan ketertiban internasional, menjadi dasar hukum bagi semua negara untuk menjalankan hak dan tanggung jawab mereka di laut.
Tidak hanya negara-negara besar yang tertarik dengan ketertiban berbasis hukum internasional, ada banyak negara kecil yang juga bergabung dengan Kelompok Sahabat UNCLOS 1982 karena kalau sengketa dan bentrokan terjadi, mereka menganggap bahwa cara mengatasinya harus berdasarkan hukum internasional yang telah diakui dunia internasional, jadi bukan hukumnya dari pihak yang kuat.
Menegaskan peran hukum internasional dalam menyelesaikan semua masalah di Laut Timur
Belakangan ini, Laut Timur semakin mendapat perhatian dari komunitas internasional.
Yang terkini pada 01 Juli, situs berita dari Dewan Rusia urusan masalah-masalah internasional (RIAC) memuat artikel dengan judul: “Masa 5 tahun vonis Mahkamah Arbitrase tentang Laut Timur: Persimpangan geopolitik dan hukum internasional" oleh Doktor Alexander Korolev dan Doktor Irina Strelnikova dari Sekolah Tinggi Ekonomi Senior (Rusia) yang isinya menegaskan bahwa vonis Mahkamah Arbitrase Permanen (PCA) di Den Haag, Belanda pada bulan Juli 2016 telah menjadi tonggak penting dalam sejarah sengketa wilayah di Laut Timur dan hukum internasional dengan peran supremasi dalam menyelesaikan sengketa-sengketa ini.
Para penulis menekankan peran hukum internasional dalam menangani sengketa antara pihak-pihak di Laut Timur, menegaskan bahwa UNCLOS 1982 adalah yang paling mengikat secara hukum bagi semua peserta penandatanganan maupun peran vonis Mahkamah Arbitrase pada 5 tahun lalu. Menurut para sarjana Rusia, UNCLOS 1982 merupakan satu-satunya dasar hukum untuk menggantikan hak bersejarah atau hak berdaulat serta hak yurisdiksi apapun yang digunakan Tiongkok dalam menyelesaikan sengketa di Laut Timur.
Para sarjana Rusia juga mengapresiasi semua negara ASEAN yang sedang aktif membahas kebutuhan untuk mengganti Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Timur (DOC) yang sudah usang dengan Kode Etik di Laut Timur (COC) – satu instrumen yang bersifat mengikat secara hukum yang memainkan peran mendasar dalam pengelolaan sengketa di Laut Timur.
Sebelumnya, pada webinar dengan tajuk: “Menilai ancaman dari kebijakan Tiongkok di Laut Timur”, para ahli Indonesia menyatakan perlunya menyusun COC yang berkualitas. Sementara belum ada COC, semua pihak tetap mematuhi pelaksanaan kerangka-kerangka hukum yang sudah ada seperti UNCLOS 1982 dan DOC.