(VOVWORLD) - Dalam Laporan tentang situasi dan prospek ekonomi dunia yang diumumkan pada tanggal 16 Mei, Perserikatan Bangsa-Bangsa menilai bahwa pertumbuhan ekonomi global tahun ini mengalami banyak faktor yang menggembirakan. Namun, tantangan sedang meningkat terhadap banyak perekonomian berkembang.
Laporan yang diumumkan oleh PBB pada tanggal 16 Mei merupakan versi yang diupdate sampai pertengahan tahun ini dari Laporan situasi dan prospek ekonomi dunia yang diumumkan pada bulan Januari tahun ini.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menilai bahwa pertumbuhan ekonomi global tahun ini mengalami banyak faktor yang menggembirakan. (Foto: Xinhua / VNA) |
Motivasi dari Perekonomian-Perekonomian Besar
Dalam Laporan terkini, PBB menilai bahwa prospek ekonomi global telah membaik, oleh karena itu, prakiraan pertumbuhan ekonomi global tahun ini ditingkatkan oleh PBB ke tingkat 2,7%, lebih tinggi 0,3 poin persen dibandingkan dengan prakiraan bulan Januari. Sedangkan, pertumbuhan tahun depan diprakirakan mencapai 2,8%, lebih tinggi 0,1 poin persen dibandingkan dengan prakiraan sebelumnya.
Bagi perekonomian terbesar dunia ialah Amerika Serikat, PBB memprakirakan pertumbuhan AS bisa mencapai 2,3% pada tahun ini. Tiongkok, perekonomian terbesar ke-2 di dunia, juga diprakirakan mengalami pertumbuhan sebesar 4,8% pada tahun ini, lebih tinggi 0,1 poin persen dibandingkan dengan prakiraan pada awal tahun. Perekonomian-perekonomian baru muncul yang penting lainnya ialah Brasil, India, dan Rusia juga mendapat penilaian positif tentang prospek pertumbuhan. Di antaranya perekonomian-perekonomian besar, hanya Eropa yang menerima penilaian kurang positif ketika PBB menurunkan taraf prakiraan pertumbuhan ekonomi di Uni Eropa dari 1,2% menjadi 1%.
Bertentangan dengan optimisme, PBB mengeluarkan banyak penilaian negatif untuk prospek pertumbuhan banyak perekonomian berkembang, khususnya di Afrika, di mana PBB menilai bahwa ada sekitar 20 negara yang sedang tenggelam dalam hutang, sementara itu, perekonomian-perekonomian besar di benua ini, antara lain: Mesir, Nigeria, Afrika Selatan, mengalami pertumbuhan yang kurang baik. Shantanu Mukherjee, Direktur Bagian analisis ekonomi dan kebijakan, dari Departemen urusan ekonomi dan sosial PBB (DESA), menilai:
“Prospek bagi banyak negara berkembang tidak begitu optimis. Prakiraan pertumbuhan negara-negara ini pada tahun ini dan tahun depan sudah kami tingkatkan ke taraf 3,3%, tetapi angka ini masih jauh lebih rendah dari pada masa sebelum Pandemi Covid-19. Oleh karena itu, kemerosotan belum dikompensasi. Yang patut diperhatikan ialah prakiraan pertumbuhan Afrika dan negara-negara yang paling kurang berkembang pada tahun ini telah diturunkan menjadi 3,3%”.
Shantanu Mukherjee, Direktur Bagian analisis ekonomi dan kebijakan, dari Departemen urusan ekonomi dan sosial PBB (DESA) (Foto: un.org) |
Menurut PBB, faktor-faktor utama yang berdampak negatif terhadap prospek negara-negara berkembang ialah kecenderungan kemerosotan berlangsung lama dari tahun 2021 hingga sekarang dari investasi dan perdagangan komoditas global, dua bidang yang menjadi kebergantungan besar dari perekonomian-perekonomian berkembang. Konkretnya, pertumbuhan investasi global tahun ini diprakirakan hanya mencapai 2,8%, turun drastis dibandingkan dengan angka 3,7% pada tahun lalu dan 5,1% pada tahun 2022. Menyusul kemudian, pertumbuhan perdagangan komoditas global masih lemah. Nilai perdagangan komoditas mengalami kemesorotan yang terus menerus sejak pertengahan tahun 2022 dan terus turun 5% pada tahun lalu. Perihal mata uang USD naik kuat juga menjadi beban bagi aktivitas impor, terutama di negara-negara berkembang, dan dalam kenyataannya transaksi dagang Selatan-Selatan sudah turun hingga 7% pada tahun lalu. Bagi banyak negara berkembang yang sangat banyak bergantung pada impor sebagai bahan input produksinya, ini merupakan hambatan besar bagi pertumbuhan.
Risiko dari Krisis Iklim
Secara umum, meskipun meningkatkan prakiraan pertumbuhan global, tetapi PBB juga mengeluarkan banyak peringatan risiko ketika beranggapan bahwa situasi suku bunga yang berlangsung lama di banyak perekonomian besar, hutang yang bermasalah, risiko geopolitik yang bereskalasi terus menjadi faktor-faktor yang mengancam pertumbuhan ekonomi dan stabilitas banyak negara. Khususnya, PBB menilai bahwa dampak yang semakin besar dari perubahan iklim sedang mengakibatkan tantangan-tantangan ekonomi yang serius, mengancam hilangnya prestasi perkembangan yang dicapai banyak negara selama bertahun-tahun ini, terutama negara-negara yang paling kurang berkembang (LDCS) dan negara-negara pulau kecil (SIDS). Oleh karena itu, menurut Shantanu Mukherjee, Direktur Bagian analisis ekonomi dan kebijakan dari DESA, untuk jangka panjang, komunitas internasional perlu menggencarkan proses transformasi energi yang adil di dunia, bersamaan dengan itu, membuat mekanisme-mekanisme untuk membantu negara-negara kurang berkembang namun kaya raya akan sumber daya alam yang penting bagi transformasi energi, terutama di Afrika, Amerika Selatan, mendapat lebih banyak kepentingan sosial-ekonomi dari sumber-sumber daya alam ini.
Perubahan yang cepat dalam hal teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI) juga merupakan satu faktor lain yang ditekankan PBB untuk bisa menciptakan dampak-dampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi global pada waktu mendatang, ketika beranggapan bahwa AI mendatangkan banyak peluang bagi negara-negara, tetapi juga menimbulkan risiko tentang memperluas kesenjangan teknologi antara perekonomian-perekonomian maju dengan yang sisa di dunia.